Semua novel yang kamu inginkan ada disini
Download
Misi Rahasia Sang Dewa Perang

Misi Rahasia Sang Dewa Perang

Roe_Roe | Bersambung
Jumlah kata
88.7K
Popular
4.5K
Subscribe
330
Novel / Misi Rahasia Sang Dewa Perang
Misi Rahasia Sang Dewa Perang

Misi Rahasia Sang Dewa Perang

Roe_Roe| Bersambung
Jumlah Kata
88.7K
Popular
4.5K
Subscribe
330
Sinopsis
PerkotaanSupernaturalMiliarderIdentitas TersembunyiDewa Perang
Tiga tahun lalu, Damien Harlow, mantan dewa perang terkuat Viremontis, menikahi pewaris keluarga Stratton, Celeste, demi memenuhi wasiat almarhum kakeknya. Pernikahan itu seharusnya menjadi pelindung bagi Celeste dan keluarganya, tetapi yang terjadi justru sebaliknya. Dengan kedua kakinya yang lumpuh dan reputasi sebagai pria "tak berguna," Damien menjadi sasaran penghinaan dan perlakuan kejam dari keluarga Stratton. Ketika ambisi saudara laki-laki Celeste, Adrian Stratton, dan rival keluarga, Varel Luthan, merebut perusahaan yang dibangun Celeste dengan pengkhianatan, ia menghadapi kehancuran total. Terjebak dalam konflik keluarga dan dikhianati oleh orang-orang terdekatnya, Celeste merasa bahwa satu-satunya jalan keluar adalah menceraikan Damien. Namun, Damien menolak menyerah—pada pernikahannya, pada istrinya, atau pada kehidupannya sendiri. Menggunakan kecerdasan strategi yang dulu menjadikannya legenda perang, Damien bersumpah untuk membantu Celeste merebut kembali apa yang menjadi haknya. Bersama, mereka melawan musuh di luar dan dalam keluarga, membuka tabir konspirasi, dan membuktikan bahwa kekuatan sejati tidak terletak pada tubuh, melainkan dalam hati yang tak pernah menyerah.
Bab 1: Fragmen di Antara Kita

Suara roda berdecit lembut saat Damien Harlow memasuki ruang kerja. Kursi roda yang ia gunakan tampak sederhana, jauh dari kemewahan yang biasanya mengelilingi keluarga Stratton. Namun, kehadirannya memotong keheningan seperti pisau tajam.

Di sudut ruangan, Celeste Stratton duduk dengan punggung tegak di kursi berlengan. Mata cokelat gelapnya menatap kosong ke arah jendela besar yang memperlihatkan pemandangan kota Lunaris yang sibuk. Tangannya memegang cangkir teh porselen, namun jelas pikirannya melayang jauh dari situ.

Damien berhenti sejenak di ambang pintu, memperhatikan istrinya yang tenggelam dalam pikirannya. Garis tegas di wajah Celeste dan cara dagunya sedikit terangkat menunjukkan seorang wanita yang terbiasa mengendalikan keadaan. Namun, ada keletihan samar yang tidak bisa disembunyikan, bahkan oleh sikap dingin dan tangguhnya.

Sebelum Damien sempat membuka mulut, Celeste berbicara lebih dulu, nadanya sinis dan tajam seperti pecahan kaca.

“Kau akan pergi lagi?” tanyanya tanpa menoleh. Suaranya datar, tapi setiap kata memancarkan amarah yang telah lama terpendam.

Damien menggigit bibir bawahnya. Sekilas, ia tampak ragu, tapi akhirnya menjawab dengan nada yang berusaha terdengar meyakinkan. “Aku tidak akan lama. Ada hal yang harus kuselesaikan, tapi aku akan kembali secepatnya.”

Pernyataan itu, yang mungkin terdengar biasa bagi orang luar, justru menyulut api yang sudah lama membakar di hati Celeste. Ia menoleh, matanya memancarkan kemarahan.

“Kembali secepatnya?” ulangnya, nadanya mengejek. Tawa pendek keluar dari bibirnya, pahit dan penuh luka. “Kau selalu bilang begitu, Damien. Tapi kau pergi selama berhari-hari, menghilang tanpa kabar. Apa kau pikir aku ini bodoh?”

Damien menghela napas panjang, mencoba meredakan ketegangan. “Celeste, aku tahu ini sulit, tapi percayalah padaku. Aku melakukannya untuk kita.”

Kalimat itu adalah pemicu terakhir. Dengan gerakan cepat, Celeste bangkit dari kursinya. Ia mengangkat cangkir teh di tangannya dan melemparkannya ke arah Damien. Cangkir itu meluncur di udara dan menghantam kaki kursi rodanya dengan bunyi pecahan keras. Cairan teh yang tersisa memercik ke lantai, meninggalkan noda basah.

Damien tidak menghindar. Ia tetap diam, meski jelas cangkir itu nyaris mengenai kakinya. Mata abu-abunya bertemu dengan tatapan Celeste yang penuh kemarahan. Untuk sesaat, keheningan menggantung di antara mereka, tegang dan berat.

“Kau tidak bisa terus seperti ini, Damien,” suara Celeste bergetar, campuran antara emosi yang meledak-ledak dan keletihan yang menggerogoti. “Tiga tahun. Tiga tahun kau menghilang begitu saja setiap bulan. Kau bahkan tidak bisa menjelaskan ke mana perginya ribuan dolar itu. Apa kau pikir aku tidak tahu apa-apa?”

Di sudut pikirannya, Celeste bertanya-tanya kapan semuanya mulai terasa salah. Tiga tahun lalu, ia adalah sosok yang berbeda. Seorang wanita muda yang ambisius, cerdas, dan haus akan kesuksesan. Ketika ia berhasil melampaui saudara laki-lakinya, Adrian Stratton, dalam membangun kariernya di dunia bisnis, ia sempat percaya bahwa keberhasilannya akan mengubah dinamika keluarga mereka. Tapi, nyatanya tidak.

Neneknya, Margaret Stratton, selalu lebih menyayangi Adrian. Dalam pandangan sang nenek, Adrian adalah pewaris sejati Stratton Enterprises, sementara Celeste hanyalah anak perempuan yang, meskipun berbakat, tetap dianggap inferior. Keputusan untuk menikahkannya dengan Damien Harlow, seorang pria yang terluka parah dan koma setelah perang, terasa seperti hukuman.

Awalnya, Celeste menolak. Namun, neneknya memanipulasi keadaan, membuat pernikahan itu terdengar seperti tanggung jawab moral yang tidak bisa ia hindari. Lebih menyakitkan lagi, kakeknya, Frederick Stratton, yang biasanya menjadi pelindungnya, justru mendukung pernikahan itu. Sang kakek bahkan mengatakan sesuatu yang aneh sebelum wafat: “Damien akan menjadi keberuntunganmu di masa depan.”

Celeste tidak pernah memahami maksudnya. Setelah pernikahan itu, hidupnya berubah menjadi rangkaian penghinaan tanpa akhir. Keluarga Stratton memperlakukannya seperti alat negosiasi, sementara masyarakat memandangnya sebagai wanita yang terpaksa menikahi pria cacat demi harta. Namun, Damien tidak pernah membela dirinya atau Celeste. Ia hanya bertahan dalam keheningan, membiarkan ejekan itu mengalir tanpa perlawanan.

Tapi ada satu hal yang Celeste tidak bisa maafkan: kebiasaan Damien menghilang setiap bulan. Setiap kali ia pergi, Celeste dibiarkan sendirian menghadapi serangan dari keluarganya, disertai dengan pengeluaran besar yang tidak pernah dijelaskan Damien.

Damien akhirnya berbicara, memecah lamunan Celeste. “Aku tahu ini berat untukmu, Celeste. Aku tahu aku tidak pernah menjadi suami yang kau inginkan, tapi...”

“Tapi apa?” potong Celeste dengan tajam. “Apa kau pikir kau pantas menghilang begitu saja setiap bulan tanpa memberikan penjelasan apa pun? Apa kau pikir aku tidak berhak tahu ke mana uang itu pergi?”

Damien terdiam. Mata abu-abunya yang biasanya tajam terlihat suram, seolah menyimpan beban yang tidak bisa diungkapkan. Ia membuka mulut, tapi tidak ada kata yang keluar. Sebaliknya, ia menundukkan kepala, jarinya menggenggam sandaran kursi rodanya dengan erat.

Jika saja kau tahu apa yang aku lakukan, tentu kau tidak akan semarah ini, pikir Damien. Bahkan mungkin sebaliknya, kau akan memohon padaku agar aku segera mewujudkan setiap keinginanmu dengan jaringanku yang tak terbatas. Dan setiap uang yang kau keluarkan untukku, aku pasti akan mengembalikannya berkali-kali lipat untuk membuatmu bahagia. Tapi, tidak saat ini. Belum! Karena aku tidak ingin mengambil resiko di saat kondisiku belum sepenuhnya pulih.

Damien sibuk dengan pikiran-pikirannya tentang segala hal yang tak bisa dia ungkapkan pada istrinya saat ini.

“Lihat aku, Damien,” desak Celeste. Tangannya gemetar, tapi suaranya tegas. “Jika kau tidak bisa memberiku jawaban, aku tidak tahu apa yang tersisa dari pernikahan ini. Aku sudah cukup lelah.”

Damien mengangkat kepalanya perlahan. Wajahnya tenang, tapi ada sesuatu di matanya—sebuah perasaan yang sulit diartikan, seperti badai yang mendidih di bawah permukaan yang tenang.

“Aku tidak bisa menjelaskan sekarang,” katanya akhirnya. “Tapi aku akan memberitahumu, Celeste. Aku hanya butuh waktu.”

Celeste tertawa sinis. “Waktu? Waktu untuk apa? Untuk terus bermain sebagai suami bayangan yang hanya ada saat kau merasa perlu?” Ia menggelengkan kepala, matanya mulai berair. “Aku tidak bisa hidup seperti ini lagi, Damien. Kau harus memilih: jelaskan semuanya atau kita akhiri saja semua ini. Ribuan dolar setiap bulan bukan jumlah yang sedikit untuk kondisi keuanganku saat ini. Dan kau...”

Damien terdiam lama. Ia menundukkan kepala, tatapannya tertuju pada kakinya yang lumpuh—pengingat abadi dari pertempuran yang mengubah hidupnya.

“Aku tidak akan membiarkanmu pergi, Celeste,” katanya akhirnya, suaranya nyaris berbisik namun penuh ketegasan. “Aku mungkin cacat, mungkin tidak bisa memberikan banyak hal saat ini, tapi aku tidak akan menyerah pada pernikahan kita.”

Celeste membuang muka. Ada sesuatu dalam cara Damien berbicara yang membuat hatinya bergetar, tapi ia menolak untuk menunjukkannya.

Tak ingin fokusnya hilang dan tak ingin berkubang dalam rasa penasaran, Celeste pun berbalik dan menghadapi suaminya. Dia sempat menatap kedua kaki Damien yang cacat. Dia ragu-ragu sesaat akan bicara dan muncul sedikit perasaan iba. Tapi, dia harus melakukannya.

“Buktikan saja kalau kau memang layak, Damien. Atau pergi dari hidupku sekarang juga. Dan kau bisa membuktikannya dengan mulai menjawab pertanyaan-pertanyaanku itu, brengsek! Kau gunakan untuk apa uang-uang itu selama ini? Dan ke mana saja kau pergi setiap bulan tanpa kabar selama bertahun-tahun ini? Atau jangan-jangan... benar seperti yang dikatakan orang-orang di luar sana tentang kau?”

Ada kegetiran dalam nada suaranya. Celeste meledak dalam kemarahan dan putus asa. Dia hanya ingin jawaban dari suaminya ke mana perginya uang-uang itu. Tapi, Damien masih tidak bisa memberi apa yang Celeste inginkan. Diamnya Damien sudah cukup sebagai jawaban bahwa pernikahan mereka memang tidak bisa lagi dilanjutkan.

“Baiklah, aku anggap kau setuju kita bercerai!”

Dengan itu, ia berjalan keluar dari ruangan, meninggalkan Damien yang masih duduk diam di kursi rodanya. Mata pria itu mengikuti sosoknya yang berjalan tegap menuju pintu, sebelum akhirnya ia menarik napas panjang, seolah mengumpulkan kekuatan untuk menghadapi badai yang semakin mendekat.

Lanjut membaca
Lanjut membaca
Download MaxNovel untuk membaca