Langit di atas Lembah Ravaryn tampak kelabu, diselimuti awan tebal yang menumpahkan hujan deras seperti tirai yang membasahi bebatuan dan nisan-nisan tua tanpa nama. Di tengah suasana kelam itu, Arelion Vatra berdiri tegap di depan sebuah makam sederhana yang hanya bertuliskan ukiran satu kalimat penuh makna: "Keluarga Vatra – Mereka Mati Berdiri, Tak Pernah Bersujud." Tangannya erat menggenggam pedang hitam legam bernama Devouris, yang berdenyut seolah memiliki nyawa sendiri. Pedang itu tak bersuara, namun Arelion tahu betul bahwa pedang itu lapar—sama seperti dirinya yang haus akan keadilan dan balas dendam.
Tiga tahun lalu, malam itu terpatri dalam ingatannya dengan jelas—jeritan ibunya yang penuh ketakutan, darah ayahnya yang menggenang di lantai batu, dan tatapan kosong adiknya yang menjadi kenangan terakhir sebelum semuanya berubah menjadi kobaran api yang melahap rumah dan keluarganya. Suara terakhir yang ia dengar adalah perintah ayahnya, Lord Kael Vatra, "Arelion! Lari!" Namun Arelion tidak sekadar lari, ia menghilang dari dunia yang dulu dikenalnya.
Berbulan-bulan ia hidup dalam bayang-bayang, menyusuri wilayah terlarang yang hanya disebut dalam bisikan—Makam Agung Arwah Tertua. Tempat itu adalah kuburan para dewa dan iblis kuno yang kekuatannya begitu dahsyat hingga disegel agar tak mengancam jagat raya. Di sana, Arelion seharusnya menemui ajalnya, namun nasib atau mungkin kutukan memilihnya untuk bertahan.
Satu demi satu, bayangan legendaris muncul di hadapannya. Orion Sang Penguasa Pedang mengajarkan teknik bertarung yang tak tertandingi. Sithra, Dewa Pernafasan Kosmos, memberikan ilmu napas yang melampaui batas manusia biasa. Marquesa Calidra, Sang Janda Kaya dari Semesta Ketiga, mewariskan kekayaan dan strategi finansial yang luar biasa. Selain itu, Arelion menerima ilmu alkimia, formasi, manipulasi energi, seni membunuh, bahkan sihir dari klan siluman purba. Semua pengetahuan dan kekuatan itu menumpuk dalam dirinya, mengubahnya dari seorang anak lelaki menjadi warisan hidup dari para legenda yang pernah mengguncang semesta.
Kini, dengan pedang Devouris di tangan dan kekuatan yang tak terbayangkan, Arelion kembali ke dunia yang dulu menghancurkan segalanya baginya. Matanya menatap jauh ke utara, ke arah benteng Klan Ironfang, musuh yang telah merenggut keluarganya. Dengan suara lirih namun penuh tekad, ia berbisik, "Aku akan menyalakan api yang akan membakar dunia. Dan ketika dunia menjerit, mereka akan tahu… Arelion Vatra telah bangkit."
Saat hujan berhenti dan angin menjadi sunyi, langkah pertama Arelion menuju kehancuran dan kebangkitan dimulai. Dunia belum siap menghadapi badai yang akan datang.