Semua novel yang kamu inginkan ada disini
Download
Si Miskin Pewaris Dunia

Si Miskin Pewaris Dunia

Angdan | Bersambung
Jumlah kata
100.6K
Popular
2.3K
Subscribe
397
Novel / Si Miskin Pewaris Dunia
Si Miskin Pewaris Dunia

Si Miskin Pewaris Dunia

Angdan| Bersambung
Jumlah Kata
100.6K
Popular
2.3K
Subscribe
397
Sinopsis
18+PerkotaanSekolahKonglomeratBalas DendamMisteri
Surya Angkasa, si Miskin yang selalu mendapat perundungan sampai babak belur hanya karena tidak punya uang, berjualan di sekolah dan memiliki kecerdasan di atas rata-rata dari penakluk sekolah. Ia tidak merasakan sakit sama sekali. Namun, saat ia pulang sekolah mendengar teriakan sang ibu dan kelima pria berbadan besar dari rumahnya secara terburu-buru lalu disuguhkan pemandangan sang ibu tergeletak di lantai dengan bersimbah darah. Kematian sang ibu meninggalkan luka yang dalam dan rahasia besar dari secarik kertas yang hanya berisi tiga kata.
1. Kamu Hanya Anak Miskin!

“Selamat kepada Surya Angkasa, kamu terpilih mengikuti ajang olimpiade Matematika tingkat Nasional,” kata seorang pria menggunakan kemeja bermata sipit dengan lantang saat mengumumkan murid yang mengikuti olimpiade.

Beberapa orang memberi tepuk tangan kepada seorang anak bernama Surya Angkasa dan berteriak bahagia saat mengetahui teman sekelasnya terpilih menjadi perwakilan sekolah dalam olimpiade Matematika.

Surya Angkasa hanya tersenyum kecut dan mengangguk pelan ke beberapa teman yang memberinya tepuk tangan. Surya tidak menyangka mendapat apresiasi dari sekolah elit untuk mengikuti olimpiade Matematika SMA tingkat Nasional.

“Surya, tolong maju ke depan.”

Surya menelan air saliva saat diminta oleh guru Matematika bernama Wahyu Alfianda sembari bola mata mengawasi keadaan sekitar. Surya pun memenuhi panggilan gurunya dengan melangkah perlahan, tetapi dada tegap.

Pak Wahyu memberi salaman kepada Surya sambil tersenyum lebar dan dokumen yang yang dilapisi map biru. Ia mematung dan membulatkan bola matanya ketika membaca pengumuman tentang ketentuan saat mengikuti olimpiade dan jumlah uang untuk memenangkan olimpiade.

Awalnya, Surya tidak ingin mengikuti olimpiade Matematika karena pasti mendapatkan hukuman dari tiga anak lelaki yang menjadi penakluk di sekolahnya. Tiga anak lelaki tidak ingin dikalahkan oleh siapa pun dan harus mendapatkan yang terbaik.

Namun, saat melihat jumlah uang senilai sepuluh juta membuat rasa takut terbakar oleh semangat dalam diri untuk memenangkan olimpiade Matematika itu. Pikiran yang takut dipukul oleh tiga anak lelaki pun sirna.

“Kamu bersedia mengikuti olimpiade Matematika tingkat SMA penghargaan Nasional, Surya?”

“Saya bersedia, Pak!” jawabnya lantang sambil tersenyum lebar dan menjabat tangan gurunya.

Surya mengabaikan rasa takut yang masih ada dalam diri dan berpikir bahwa setelah ini pasti mendapat pukulan di berbagai area tubuhnya.

Beberapa teman sekelas bertepuk tangan kembali dan bel pulang sekolah pun berbunyi. Pak Wahyu menepuk pundaknya sebanyak dua kali sebagai rasa bangga dan senang bahwa memiliki murid yang pintar dan cerdas.

“Surya, jualan kamu masih ada?” tanya Pak Wahyu saat Surya berada di kursinya.

“Masih ada, Pak.”

“Saya mau membelinya.”

“Baik, Pak. Tunggu sebentar.”

Surya memasukkan dokumen ke dalam tas lalu menggendong tas dan menjinjing kerajaan bening berisi jualannya menuju meja guru.

“Kami pulang dulu, Pak, Surya,” sapa beberapa teman sekelas.

“Iya, hati-hati di jalan.”

Ketika Surya menjawab sapaan dari beberapa teman sekelasnya, tiga anak lelaki yang dikenal sebagai penakluk sekolah melewatinya dengan mata tajam dan tatapan sinisnya hingga membuat pandangan Surya teralihkan.

“Burger keju dan kentangnya tinggal lima biji, Pak. Bapak mau beli berapa?”

“Saya membeli semuanya.”

“Total semuanya seratus ribu rupiah, Pak.”

Surya membungkus lima burger keju dan kentang ke dalam kantong plastik lalu diberikan kepada Pak Wahyu. Pak Wahyu memberi uang sesuai dengan total pembeliannya.

“Terima kasih, Pak.”

“Sama-sama. Semoga rezekinya lancar selalu, ya, Pak.”

“Ya. Kenapa kamu mau jualan burger keju dan kentang di sekolah elit seperti ini? kamu gak malu?” tanya Pak Wahyu penasaran selaku guru Matematika kelas sebelas IPA.

“Untuk bertahan hidup, Pak. Saya bukan berasal dari keluarga kaya raya dan merupakan murid mendapatkan beasiswa.”

“Kamu mendapatkan beasiswa karena pernah menyelamatkan ayah dari pemilik sekolah ini, kan?” tanya Pak Wahyu dengan intonasi penekanan.

“Betul, Pak. Selain itu, karena otak saya. Jadi, bisa diitung-itung kalau saya beruntung sekolah di sini,” jawab Surya sambil tersenyum lebar.

Dua tahun yang lalu, tepatnya tahun dua ribu delapan belas, Surya melewati sekolah elit untuk berjualan Burger Keju dan kentang secara berkeliling setelah pulang sekolah. Tanpa sengaja, ia melihat seorang pria paruh baya yang hendak dibunuh menggunakan pistol oleh seorang pengawal berambut cepak dengan tato bunga di belakang telinga.

Rasa kemanusiaan dan kepekaan dalam bahaya terhadap orang lain sangat kuat sehingga reflek menolong sesama manusia pun besar. Pengawal itu ditangkap dan dimasukkan ke dalam penjara.

“Usiamu bisa dibilang berani waktu itu karena dia bisa saja menembakkan pistolnya kepadamu,” kata Pak Wahyu pelan.

“Ibu pernah bilang kepadaku bahwa jika kita melihat orang lain dalam bahaya dan kesulitan harus ditolong, meskipun tidak mengenalnya. Beranilah membela kebenaran dan menegakkan keadilan.”

Surya mengingat pesan ibunya yang selalu disimpan dalam hatinya dan dipraktikkan kepada orang-orang yang tepat dan membutuhkannya. Ia hanya tinggal bersama ibu dalam sebuah rumah sewa dan tidak mengenal sanak keluarga sama sekali.

Ibu hanya menjawab tidak memiliki keluarga ketika Surya menanyakan tentang silsilah keluarganya karena hanya ingin tahu keturunannya. Ibu sudah merawat, membesarkan dan mencukupi kebutuhan hidupnya.

“Keren ibumu. Jadilah, orang yang sukses, berhati besar dan jujur, ya, Nak. Kelak kamu mendapatkan kebahagiaan dunia yang sesungguhnya,” pesan Pak Wahyu lembut.

“Kamu tidak pernah mendapatkan kekerasan dari penakluk sekolah?” tanya Pak Wahyu nada khawatir.

Bola mata membulat selama dua detik saat menyinggung kekerasan yang dilakukan tiga anak lelaki kepadanya. Surya mendapat pukulan di daerah perut dan sudut bibir saat dirundung oleh mereka.

“Tidak pernah, Pak.”

“Lalu, kenapa dengan bibirmu?”

“Ah, ini bekas berkelahi saja saat menolong orang lain yang dijambret, Pak,” kilah Surya sambil terkekeh canggung.

“Jika mereka menyakitimu atau kamu pernah melihat mereka merundung dan menyiksa teman yang lain, jangan segan lapor kepada saya,“ pesan Pak Wahyu dua kali.

Surya hanya mengangguk pelan sambil tersenyum masam saat mendengar pesannya. Ia tidak percaya kepada hukum berpihak kepada orang yang lemah dan membutuhkan perlindungan dari orang-orang jahat sehingga dipendam sendiri.

Jika Surya melaporkan kepada guru atau kepala sekolah maka tidak percaya dengan perkataannya dan hanya dianggap omong kosong dan fitnah. Semua perbuatan buruk pun akan lolos jika melaporkannya.

“Saya pulang dulu, ya, Surya.”

“Hati-hati, Pak.”

Surya berpisah arah saat pulang sekolah. Ia melewati belakang sekolah sambil membawa uang dagangan dan keranjang bening yang kosong dengan perasaan waspada.

Perasaan itu adalah diganggu, dirundung dan dipukuli oleh penakluk sekolah secara berkelompok. Hitungan menit, perasaan waspada pun terwujud bahwa tiga anak lelaki telah menunggunya di belakang sekolah dekat gudang sekolah.

“Wah, wah, anak kesayangan Pak Wahyu sudah pulang ternyata. Bagaimana perasaannya? Senang?” tanya seorang anak lelaki bertubu atletis, tinggi, mata lebar dan lesung pipi di sebelah kanan.

“A-apanya senang, Charles? Apa maksudmu?” tanya Surya terbata-bata sembari memundurkan langkahnya.

“Kamu amnesia atau membodohi kita? Hah?!” bentak Charles sembari berlari ke arah Surya dan mencengkeram kerah seragamnya.

Dua teman lelaki mendekati lalu mengambil keranjang bening dan tas ransel. Mereka membuang buku pelajaran sekolah di aspal dan mengambil berkas olimpiade matematika.

“Ini, Les. Dia telah meledekmu tadi sampai menjawab lantang bersedia menerima olimpiade matematika tingkat nasional,” kata seorang anak lelaki berambut cepak sedikit bergelombang, bermata teduh, hidung mancung dan tahi lalat di kening sebelah kanan.

“Berani-beraninya kamu menerima lomba bergengsi ini. Kamu tidak pantas mendapatkannya! Aku yang seharusnya ikut ini, Surya!” sulut Charles sambil menatap nanar.

“Ta-tapi, Pak Wahyu yang memintaku, Les.”

“Diaaamm! Kamu hanya anak miskin yang beruntung!” bentak Charles lalu memukul wajahnya.

Surya mendapatkan pukulan keras di daerah wajah, hidung dan perut dari tangan dan kaki mereka hingga tergeletak di aspal. Ia memegang kaki dan tangannya untuk menghentikan aksinya, tetapi tidak mempan.

Pandangan dan pendengar Surya menjadi samar saat mendengar teriakan puas dari tiga temannya. Tubuhnya sudah tidak kuat untuk melawan hingga mendengar teriakan usiran seorang pria terhadap ketiga anak lelaki itu dan hanya menatap sepatu mengkilapnya lalu pandangan menjadi gelap.

Lanjut membaca
Lanjut membaca
Download MaxNovel untuk membaca