Semua novel yang kamu inginkan ada disini
Download
PERMAINAN BERBAHAYA

PERMAINAN BERBAHAYA

KEZHIA ZHOU | Bersambung
Jumlah kata
30.0K
Popular
100
Subscribe
3
Novel / PERMAINAN BERBAHAYA
PERMAINAN BERBAHAYA

PERMAINAN BERBAHAYA

KEZHIA ZHOU| Bersambung
Jumlah Kata
30.0K
Popular
100
Subscribe
3
Sinopsis
18+PerkotaanAksiBadboy21+Harem
🔞WARNING! AREA DEWASA! ****************************** "KAU HANYA ALAT YANG SEDANG KUGUNAKAN," kata Ren. "UHMMPPPP...AGHHH...!!!" Ren kembali mencium Yui dengan agresif. ****************************** Ren, pria tampan dengan sikap dingin dan penuh misteri, menyimpan ambisi membara untuk menghancurkan seorang jaksa terkenal, Han. Di balik ketenangannya, tersimpan dendam yang telah lama ia pupuk terhadap pria itu—seseorang yang dianggapnya telah menutupi kebenaran tentang kematian kedua orangtuanya. ****************************** Untuk mencapai tujuannya, Ren merancang rencana licik: menjerat Yui, putri tunggal Han. Yui adalah wanita keras kepala yang belum pernah merasakan cinta sejati. Dengan daya pikatnya yang mematikan, Ren berusaha membuat Yui jatuh cinta kepadanya, mengubahnya menjadi alat untuk menghancurkan ayahnya. ****************************** Namun, permainan ini mulai kehilangan kendali ketika Ren merasakan sesuatu yang seharusnya tidak ada—perasaan yang perlahan menggerogoti batas antara kebohongan dan kenyataan. ****************************** Di sisi lain, Jun, kakak Ren yang selalu terlihat tenang dan bijaksana, diam-diam menyimpan perasaan terhadap Yui. Keberadaan Yui di antara mereka menciptakan konflik batin yang tajam, memperumit hubungan dua saudara yang sudah dipenuhi luka masa lalu. ****************************** Ketika emosi dan ambisi saling bertabrakan, batas antara cinta dan balas dendam semakin kabur. Apalagi saat Ren menyadari bahwa ia bukan satu-satunya yang menginginkan Yui. Akankah ia tetap teguh pada niat awalnya untuk menghancurkan Han, atau justru terjerat dalam perangkap yang ia buat sendiri? ****************************** Permainan Berbahaya adalah kisah penuh intrik, gairah, dan luka masa lalu yang terus menghantui. ****************************** Ditulis oleh KEZHIA ZHOU Hak Cipta ©️ 2025. Semua hak atas karya ini dilindungi. Tidak boleh menyalin, menduplikasi, atau menggunakan bagian dari karya ini tanpa izin resmi dari penulis.
MIMPI BURUK

"Ayah... Ibu... Tidak! Tidak! Jangan tinggalkan aku! Kumohon!"

Suara Ren menggema dalam mimpinya sendiri, penuh dengan rasa takut dan kehilangan. Tubuhnya menggigil, peluh dingin membasahi wajah dan lehernya.

Dalam kilas balik ingatan Ren yang penuh trauma, suara mencekam itu kembali terngiang dengan jelas di pikirannya.

Suara mesin mobil meraung, ban meluncur kencang di atas aspal basah.

"Ngiiiiing...!!"

Jeritan rem terdengar sekejap, seperti pertanda akan bahaya yang tak terhindarkan.

Kemudian, dentuman keras itu datang.

"BRAAAAKKK!!"

Tubuh Ayah dan Ibu Ren terpental seperti boneka tanpa daya, menghantam keras ke jalan. Suara kaca pecah dan logam yang penyok bercampur dengan derak tubuh yang menghantam permukaan keras.

"DUKK! DUKK!"

Tubuh mereka berguling beberapa kali di atas aspal sebelum akhirnya terhenti dalam posisi yang tak wajar. Seketika, keheningan mengerikan menyelimuti. Mobil hitam itu tak berhenti—ia melaju pergi, meninggalkan jejak darah dan kehancuran.

Di tengah kesunyian yang mendadak itu, hanya satu suara yang terdengar di kepala Ren, jeritan pilu seorang anak kecil yang menyaksikan dunia runtuh di depan matanya.

"AYAH! IBU!!!"

"Ren! Bangunlah, Ren!" Suara itu datang dari kakaknya, Jun, yang duduk di sisi tempat tidur Ren, mengguncang bahunya dengan lembut namun tegas.

Ren terbangun dengan mata terbelalak, napasnya terengah-engah. Dia langsung duduk tegak, tangan kanannya memegangi kepalanya yang terasa berdenyut, seperti ada ribuan kenangan yang menghantam pikirannya sekaligus.

"Kau mimpi buruk lagi?" tanya Jun, suaranya lembut tapi penuh kekhawatiran.

Ren hanya mengangguk pelan, masih sulit berkata-kata. Matanya menatap lurus ke depan, kosong, seperti mencoba melawan bayang-bayang dari mimpi buruk itu.

Tanpa banyak bicara, Jun bergerak cepat. Dia mengambil botol kecil berisi obat dari meja kecil di samping tempat tidur Ren, lalu menyodorkannya bersama segelas air putih.

"Minumlah," katanya sambil menatap adiknya penuh perhatian.

Ren menurut, meneguk obat yang terasa pahit itu tanpa banyak protes. Setelah beberapa saat, dia menarik napas panjang, mencoba menenangkan diri.

"Aku terus memimpikan Ayah dan Ibu," katanya akhirnya, suaranya lirih hampir seperti bisikan.

Jun menghela napas panjang. Dia duduk di samping adiknya dan mengusap lembut punggung Ren, seperti yang biasa dilakukan Ayah mereka saat mereka kecil.

"Tenanglah, Ren. Mungkin kau hanya merindukan mereka. Tidak apa-apa. Nanti, kita pergi ke rumah abu untuk menengok mereka, oke?" katanya mencoba menenangkan adik lelakinya.

Ren menatap kakaknya dengan mata yang masih dipenuhi kesedihan, lalu mengangguk pelan.

"Baiklah," jawabnya singkat.

Kamar itu hening sejenak, hanya terdengar suara detak jam dinding. Di luar jendela, langit pagi mulai menunjukkan semburat oranye, tapi di dalam kamar itu, kesunyian menyelimuti mereka, seolah waktu berhenti untuk dua bersaudara yang mencoba melawan luka masa lalu.

Jun memandang Ren dengan mata yang sarat keprihatinan. Ia tahu betapa sulitnya bagi adiknya menghadapi kehilangan ini. Meski dirinya juga merasakan kesedihan yang sama, Jun selalu berusaha tampak tegar di depan Ren. Karena bagi Ren, dialah satu-satunya sandaran yang tersisa. Dan ia tak boleh jatuh. Tidak sekarang, tidak selamanya.

*

Jun mengusap punggung Ren sekali lagi sebelum berdiri.

"Kakak sudah menyiapkan makanan untukmu di meja. Makanlah sebelum kau berangkat bekerja," katanya lembut sambil berjalan ke lemari gantung untuk mengambil tas kerjanya.

Ren memandangi kakaknya yang kini tengah berdiri di depan cermin, mengenakan jas hitam yang baru dan sibuk mengikat dasinya dengan gerakan terampil.

"Kau baru membeli jas itu? Kau terlihat tampan," katanya, mencoba memecah suasana.

Ada senyuman kecil di bibirnya, meski bayangan mimpi buruk tadi masih membayangi pikirannya.

Jun melirik Ren melalui pantulan cermin.

“Kau jauh lebih tampan dariku,” balasnya dengan nada datar, meski terselip kekaguman di baliknya.

Memang benar, Ren dengan tatapan dinginnya dan struktur wajah tegas selalu menarik perhatian banyak orang. Tapi saat ini, yang membuat Jun lebih kagum adalah kekuatan adiknya menghadapi semua beban yang tak terucapkan.

“Siang nanti, kita bisa makan bersama. Aku akan menghubungimu lagi,” Jun menambahkan sambil membenarkan dasinya.

Ren hanya mengangguk pelan.

"Baiklah," jawabnya singkat.

Jun meraih jam tangan di meja dan memasangnya dengan rapi di pergelangan tangan kirinya. Dia memeriksa tasnya sejenak, memastikan semuanya sudah siap sebelum menoleh ke arah Ren lagi.

"Baiklah, Ren. Kakak berangkat dulu. Jangan lupa mengunci pintu setelah kau pergi. Kau mengerti?" katanya.

Ren berdiri, melepas kaos yang basah karena keringat. Otot-otot kekar tubuhnya terlihat jelas, seolah memancarkan kekuatan yang sudah lama dipupuk oleh latihan keras dan perjalanan penuh luka. Wajahnya yang tampan kini kembali dingin, menandakan tembok emosional yang selalu ia bangun untuk melindungi dirinya dari dunia luar.

“Iya, aku mengerti,” katanya datar.

Jun memandangi adiknya sejenak sebelum mengangguk dan keluar dari kamar. Pintu tertutup, meninggalkan Ren dalam kesunyian yang menemaninya hampir setiap pagi.

Ren berjalan ke kamar mandi, tubuh kekarnya bergerak penuh percaya diri. Ia membuka pintu kaca shower, melepaskan pakaian terakhir yang melekat di tubuhnya. Saat air dingin mengalir deras, membasahi rambut hitamnya dan jatuh di atas kulitnya yang mengeras oleh luka dan perjuangan, ia menatap bayangannya sendiri di pintu kaca buram.

“Jaksa Han...” suaranya rendah, nyaris seperti gumaman, tapi penuh dengan amarah yang tertahan.

Matanya yang tajam memancarkan kebencian yang mendalam.

“Aku bersumpah, aku akan menghancurkanmu. Sama seperti kau menghancurkan hidupku bertahun-tahun.” gumamnya.

*

Di sisi lain kota, seorang wanita tengah berdiri di balkon sebuah apartemen mewah, menatap pemandangan kota yang mulai sibuk. Angin pagi berembus lembut, menggoyangkan helaian rambut panjangnya yang berwarna cokelat gelap.

Yui.

Putri tunggal dari Jaksa Han, seorang pria yang dikenal berwibawa dan memiliki kekuasaan besar di dunia hukum. Sejak kecil, Yui tumbuh dalam disiplin dan aturan ketat yang ditetapkan oleh ayahnya. Tidak ada ruang untuk kesalahan, tidak ada kebebasan untuk bertindak sesuka hati. Baginya, dunia adalah tempat di mana segala sesuatu harus berjalan sesuai rencana.

Namun, meski tampak sempurna di mata orang lain, kehidupan Yui tidaklah seindah yang dibayangkan. Di balik senyum anggunnya, tersembunyi perasaan hampa yang sulit dijelaskan.

Ia menyesap kopinya perlahan, menikmati kehangatan cairan itu yang mengalir di tenggorokannya. Sejenak, ia menutup mata, merasakan keheningan pagi sebelum hari kembali dipenuhi tuntutan dan ekspektasi.

Sebagai putri seorang jaksa terkenal, Yui terbiasa menjalani hidup dalam sorotan. Setiap gerak-geriknya diawasi, setiap keputusannya harus sempurna. Tapi ada satu hal yang selalu ia rasakan: ia tidak pernah benar-benar memiliki kendali atas hidupnya sendiri.

Hari ini pun tidak akan berbeda.

Dengan helaan napas panjang, ia meletakkan cangkirnya dan berbalik, melangkah masuk ke dalam apartemen. Hari sudah dimulai, dan seperti biasa, ia harus menjalani peran yang telah ditentukan untuknya.

Tanpa mengetahui bahwa takdir sedang bersiap mempermainkannya dengan cara yang tak pernah ia bayangkan.

Lanjut membaca
Lanjut membaca
Download MaxNovel untuk membaca