Seorang gadis bertubuh ramping menyentuhkan jari lentiknya ke dinding batu. Dinding itu bergerak selayaknya pintu, memperlihatkan ruang kosong sempit di belakangnya.
Dia masuk ke dalam, matanya langsung terarah pada sosok pemuda kurus kering yang berdiri di balik pintu. Kedua kaki dan tangannya terbelenggu rantai, membuatnya tak bisa bergerak sama sekali.
Tubuhnya kurus kering, matanya tertutup rapat. Hanya helaan napas yang terdengar lemah menunjukan bahwa dia masih hidup.
"Ini pertemuan terakhir kita." Gadis itu berucap dingin tanpa belas kasihan. "Tidak kusangka butuh waktu tiga tahun untuk menguras Darah Mulia dari dalam tubuhmu."
Lawan bicaranya membuka mata, sama sekali tidak terlihat bersedih walau sudah tiga tahun dikerangkeng di ruang bawah tanah.
Bahkan matanya masih mampu menyorotkan sinar mengejek ketika berkata, "Memangnya apa yang akan berubah padamu, Irene? Bahkan jika Darah Muliaku diisap habis, garis darahku tidak akan pernah menjadi milikmu apalagi milik keluarga Soren."
"Tidak kusangka, kamu masih bisa berbicara tajam seperti dulu. Untuk orang yang sudah hampir mati, kata-katamu cukup berbisa," sahut Irene Soran tak peduli. "Sayang, tidak ada gunanya."
Pemuda bernama Raihan Suryana yang sekarang berada di hadapannya dapat mengoceh sesukanya. Yang pasti Irene Soran sudah berhasil mengambil Darah Mulia kebanggaan Raihan Suryana.
"Aku tidak akan pernah melepaskanmu, bahkan jika aku mati sekalipun," desis Raihan.
Irene mendongakkan, memandang pemuda menyedihkan di depannya. "Lalu apa? Bahkan dalam keadaan hidup sekali pun kamu adalah pecundang, apalagi kalau sudah mati."
Raihan menggertakkan gigi mendengar jawaban Irene yang menohok tepat ke jantungnya.
Dia tidak bisa membantah bahwa dirinya saat ini adalah pecundang. Jauh berbeda dengan Raihan Suryana beberapa tahun lalu.
Dulu dia adalah tuan muda keluarga Suryana di kota Liberta. Menjadi anak kebanggaan karena memiliki bakat dan terkenal di seluruh penjuru kota.
Orang-orang semakin menyanjung Raihan karena dia memiliki garis Darah Mulia.
Berkat Darah Mulia, Raihan berhasil mencapai Alam Transformasi Jiwa di umur tiga tahun. Alam Bela Diri Sejati dilampaui ketika umur Raihan lima tahun, lalu sampai di Alam Tiga Misteri saat baru memasuki umur sepuluh tahun.
Semua warga sudah dapat menebak Raihan akan menjadi pendekar termuda yang berhasil menerobos Alam Bela Diri Dewa sebelum umurnya lima belas tahun.
Keluarga Suryana sangat bangga pada pencapaian Raihan. Pemuda itu akan mencatat namanya sebagai pendekar termuda sekaligus terhebat dari keluarga mereka.
Akan tetapi, semua harapan itu hancur hanya karena sebuah pernikahan.
Di kota Liberta, ada tiga keluarga yang memiliki kekuasaan besar. Kekuasaan pertama dipegang oleh keluarga Pemimpin Kota, kedua oleh Keluarga Suryana, dan terakhir oleh Keluarga Soren.
Tidak ada perselisihan di antara ketiga keluarga besar. Semua memiliki hubungan damai, saling menghormati kekuatan masing-masing.
Hubungan itu berubah setelah Raihan lahir. Kemunculan garis Darah Mulia yang berada dalam tubuh Raihan membuat Keluarga Pemimpin Kota dan Keluarga Soren ingin menjalin aliansi pernikahan dengan Keluarga Suryana.
Kesempatan menjalin hubungan dengan pemilik Garis Darah tidak bisa diabaikan begitu saja. Baik keluarga Pemimpin Kota maupun Keluarga Soren segera memberikan penawaran terbaik agar niat mereka diterima.
Tepat saat ulang tahun Raihan yang kedua belas, dia diminta datang menghadiri pertemuan tetua dari ketiga keluarga besar tersebut.
"Raihan, ayah ingin kamu membuat keputusan tentang pernikahanmu." Kepala Keluarga Suryana memandang anak kesayangannya. "Kamu bisa memilih pengantin dari keluarga Pemimpin Kota atau Keluarga Soren. Semua pilihan ada di tanganmu."
Pemuda itu memandang dua tetua lain yang duduk di meja bersama ayahnya. Dia sudah mengenal mereka dengan baik karena sering bertemu mereka berbagai acara.
"Jangan khawatir, kami tidak akan memaksa kamu menikahi salah satu dari mereka sekarang juga. Kalian akan bertunangan lebih dulu dan baru akan menikah setelah umurmu lima belas tahun."
Kening Raihan berkerut. Dia masih belum ingin memikirkan pernikahan. Saat ini Raihan lebih tertarik mengasah kemaluan bela dirinya.
"Aku tidak bisa memilih kalau belum tahu seperti apa gadis yang akan kunikahi nanti, Ayah." Akan tetapi, dia tetap menyetujui rencana pertunangan yang diajukan oleh tetua Keluarga Suryana.
Kepala Keluarga Suryana terbahak-bahak mendengar jawaban anaknya. "Tentu saja. Aku lupa memperkenalkan dua gadis yang akan menjadi calon tunanganmu."
Dua gadis muncul dari balik tirai. Keduanya memiliki wajah cantik luar biasa, hanya saja satu di antaranya lebih suka menunduk sedangkan satunya lagi tak sungkan membalas tatapan Raihan.
Raihan memandang keduanya lalu membuat keputusan cepat. Ditunjuknya gadis yang sejak tadi mencuri pandang ke arahnya, Raihan lebih suka gadis pemalu. "Dia saja."
Kepala Keluarga Soren tersenyum pongah. Anaknya dipilih langsung oleh sang pemilik garis Darah Mulia.
Raihan tidak pernah menyangka keputusannya hari itu akan menjadi bencana. Keluarga Soren ternyata memiliki niat tersembunyi di balik aliansi pernikahan.
Irene Soren memiliki garis Darah Phoenix Api, sedangkan Raihan garis Darah Mulia. Jika kedua darah ini digabungkan, maka keluarga Soren akan memiliki master hebat.
Mereka tidak perlu lagi takut pada keluarga Pemimpin Kota atau pun Keluarga Suryana.
Raihan terjebak.
Sekarang sudah tiga tahun dia terkurung di dalam penjara batu bawah tanah milik keluarga Soren. Irene datang setiap tiga hari sekali untuk mengambil Darah Mulia dari tubuh Raihan.
"Ngomong-ngomong, apa kamu tahu, Keluarga Suryana sekarang berada dalam kekacauan?" Irene bertanya sambil mengeluarkan pisau kecil dari balik sakunya. "Kedua orang tuamu sudah diusir dari keluarga karena hilangnya dirimu. Begitu juga mereka yang pernah memiliki hubungan dengan kedua orang tuamu. Sekarang yang tersisa hanyalah orang-orang yang patuh pada Keluarga Soren."
Raihan tidak menjawab. Sinar matanya mengeras mendengar penderitaan yang dialami keluarganya.
Irene bersenandung pelan. Dia menatap pisau kecil tajam itu, memainkannya sebentar lalu berkata lagi, "Kelahiranmu membawa sial bagi seluruh keluarga. Tetapi setidaknya Darah Mulia yang kamu miliki telah berhasil membuatku mencapai Alam Tiga Misterius Tingkat Kesempurnaan. Tenang saja, aku ini tahu balas budi. Setelah menerobos Alam Bela Diri Dewa, aku berjanji, kematianmu tidak akan terlalu menyakitkan."
Ditusukkannya pisau kecil itu ke dalam kulit Raihan yang bahkan sudah terlihat tidak memiliki daging lagi. Mata Irene tampak rakus ketika memandangi tetesan darah berwarna emas mengalir perlahan.
Irene menampung darah itu ke dalam botol giok. Lidahnya menjilat bibir saat membayangkan sebentar lagi akan menjadi gadis paling berbakat sepanjang sejarah di kota Liberta.
Raihan semakin lemas. Dalam tubuhnya bahkan sudah tidak ada tenaga sama sekali, medan energinya pun kosong. Semua energi spiritual lenyap, hanya tersisa darah keemasan yang menetes keluar.
Tetapi dia masih sanggup tertawa terbahak-bahak melihat Irene. Dadanya berguncang pelan, menertawakan gadis serakah itu.
"Apa yang kamu tertawakan?" Irene mengerutkan alis tak mengerti.
"Bisa-bisanya pemuda berbakat keluarga Suryana sepertiku tertipu oleh wajah cantikmu. Darah Muliaku sudah diambil habis, bahkan aku diperlakukan sebagai budak darah." Raihan kembali tertawa. "Seharusnya kamu mendapat gelar gadis paling kejam sepanjang sejarah!"
Raihan menatap tajam ke arah Irene sehingga gadis itu tercengang. Tangannya gemetar, setetes darah Raihan bahkan jatuh menetes ke tanah dengan sia-sia.
Irene memaki dalam hati, "Sial, kenapa aku harus takut pada orang yang sudah hampir mati ini!"