Sebuah ledakan keras membangunkan Janitra dari tidurnya. Dia dengan segera saja keluar dari gubuknya untuk mencari tahu apa yang sebenarnya telah terjadi.
Mata Janitra menangkap kilatan petir dan api, serta hembusan angin yang sangat besar dari arah timur.
"Apa yang sebenarnya terjadi di sana?" Gumam Janitra dengan pelan.
Janitra yang di landa rasa penasaran dengan segera saja berjalan cepat menuju ke arah timur. Hembusan angin dan badai tidak menghalangi langkah kakinya.
Jarak antara tempat tinggal Janitra dengan lokasi kilatan petir itu terjadi cukup jauh. Janitra harus menempuh perjalan sekitar 1 jam perjalanan baru tiba di lokasi itu.
Jalan terjal dan berlubang tidak menghentikan langkah Janitra untuk mencapai lokasi itu untuk menuntaskan rasa penasarannya.
Mata Janitra melihat dua orang pria paruh baya sedang bertarung dan beradu kesaktian.
"Mereka? Mereka sedang bertarung?"
***
"Haha, Pradipta aku tidak pernah menduga jika hari ini kita akan bertarung antara hidup dan mati!!!" Seorang pria berambut putih itu berteriak dengan keras ke arah pria berambut hitam dan berwajah tampan itu.
"Lakeswara, aku sungguh tidak percaya, jika aku harus berada di posisi ini, seandainya bisa memilih, aku ingin menjadi manusia biasa saja. Dari pada menjadi pendekar yang mengejar keabadian seperti saat ini," pria bernama Pradipta itu berseru tak kalah keras dari pria yang bernama Lakeswara itu.
Sorot mata dari Lakeswara seakan menyimpan dendam yang besar dan amarah menggebu-gebu, selain itu mata dari Lakeswara juga mengisyaratkan ketidaksiapannya untuk melenyapkan pria di hadapannya.
"Sudahlah Pradipta!! Takdir sudah membawa kita di tempatnya masing-masing, aku sudah menjadi pilar utama aliran hitam dan di sebut Dewa Racun. Aku juga adalah simbol utama aliran hitam saat ini ... Kita tidak di takdirkan untuk kembali bersahabat.
Dan kau, kau adalah pahlawan di mata aliran putih. Kau adalah lambang dari keadilan dan kesejahteraan, kita sudah berbeda jalan sejak aku memilih kabur dari perguruan Teratai Abadi."
Pradipta yang mendengar hal itu tentu tertunduk lesu. Semua yang di katakan oleh Lakeswara adalah sebuah kebenaran. Mereka berdua berada di jalan yang bersimpangan dan sama-sama menjadi simbol dari jalan atau aliran yang mereka pilih.
"Pradipta, mari kita selesaikan semua ini," Lakeswara berseru keras ke arah Pradipta.
"Sepertinya tidak ada jalan lain ya, selama kita masih ada maka perang antar aliran ini tidak akan pernah berakhir," Pradipta mengalirkan tenaga dalam ke pedangnya.
Detik kemudian, keduanya dengan segera saja melesat cepat ke depan. Pertarungan keduanya kembali terjadi, dua orang sahabat kecil itu kini terlibat pertarungan antara hidup dan mati.
Pertemuan antara pedang dan kujang hijau beracun menghadirkan pertarungan yang sengit dan gelombang kejut yang dahsyat. Hingga dapat di pastikan jika ada burung yang lewat di area pertarungan mereka, maka tidak akan pernah selamat.
"Akan aku tuntaskan semuanya hari ini, Pradipta!!" Lakeswara berseru lantang.
"Aku akan menyambut semua amarah dan dendammu, Lakeswara!!!" Pradipta berseru tidak kalah lantang dengan Lakeswara.
"Mari kita selesaikan," teriak keduanya dengan serempak.
Pradipta ataupun Lakeswara dengan segera saja kembali bergerak maju membuat serangan untuk mengalahkan salah satu dari mereka.
Pedang milik Pradita di sambut dengan sangat baik oleh kujang yang digunakan oleh Lakeswara. Lakeswara bukan hanya bertahan saja, dia juga selalu membuat serangan balik yang mampu membuat Pradipta terdesak dan berada di posisi bertahan total.
Cahaya berwarna emas dan pancaran aura kepahlawanan dari tubuh Pradipta mampu membuat Lakeswara kagum, dia yang dulu pernah bermimpi menjadi simbol aliran putih, seperti yang sudah di raih oleh Pradipta hanya bisa tersenyum tipis.
'Aku dulu sangat ingin menjadi simbol aliran putih, tapi apalah dayaku takdir membawaku menjadi simbol dari aliran hitam, musuh utama aliran putih,'
Pradipta dengan segera saja mengerti apa yang sedang di pikirkan oleh Lakeswara.
"Kembalilah Lakeswara, sudahi petualanganmu di aliran hitam, sudah saatnya kau menebus dosa-dosamu!!! Kembalilah ke jalan kebenaran, aku akan memastikan semua pihak akan menerima kehadiranmu!!!"
Lakeswara yang mendengar hal itu, lantas tertawa dengan keras, "Dengan kekuatanku saat ini, siapa yang berani bersinggungannya dengan diriku? Kecuali dirimu!!! Di tambah lagi dengan Kujang ini di tanganku, aku dapat dengan mudah membunuh siapa saja yang berani menentang diriku!!!"
Pradipta tidak membantah perkataan dari Lakeswara. Sebagian besar pendekar yang ada di Kesultanan Teratai Hijau pasti tidak akan cukup bodoh berani bersinggungan dengan Lakeswara yang notabene adalah dua orang pendekar terkuat di tiga aliran.
"Pradipta kau harus tahu, aku mungkin pernah bermimpi mencapai apa yang kau capai hari ini, tapi saat ini tujuanku cuma satu, yaitu menghancurkan semua aliran putih di muka bumi ini," Lakeswara berseru dengan lantang.
"Jika itu tujuan utama yang kau miliki, aku akan menjadi orang berdiri paling depan, menjadi penantang nomor satu keinginanmu!!!" Pradipta membalas seruan dari Lakeswara tidak kalah lantangnya.
"Kujang Penembus Neraka"
"Pedang Pembalikan Neraka"
Pradipta dan Lakeswara dengan segera saja melesat ke depan. Detik kemudian, dua senjata itu saling berbenturan dan menghasilkan gelombang kejut yang dahsyat.
Duaarrrr!!!!
Gelagar!!!!
Ledakan dahsyat terdengar hampir ke seluruh penjuru hutan, serta membuat beberapa batang pohon tumbang, kecuali sebuah batu besar yang hanya tergores saja.
"Kau benar-benar berhasil menjadi pendekar yang luar biasa, Pradipta!!!"
"Haha, kau terlalu memujaku, Lakeswara. Kau sendiri sebenarnya jauh lebih kuat dariku, akan tetapi kali lebih memilih untuk menahan diri bukan," seru Pradipta.
"Haha tidak usah membohongi dirimu sendiri, Pradipta. Kau sendiri juga menahan kekuatanmu bukan!!!" Kecam Lakeswara.
Pradipta tidak menyangkal hal itu, dia juga tidak bisa mengiyakan hal itu.
"Baiklah, sekarang mari gunakan kekuatan penuh kita, mungkin akan menjadi awal terciptanya perdamaian di Teratai Hijau ini!!!"
"Jika itu memang yang kau inginkan, maka aku akan dengan senang hati mengambulkannya dan semoga setelah ini, akan lahir seseorang yang memiliki bakat lebih dari kita untuk menuntaskan ambisi kita berdua saat kecil,"
Lakeswara yang mendengar hal itu tentu membuat raut wajahnya sedikit berubah. Hingga saat ini masih ada penyesalan atas jalan yang sudah dia pilih. Namun pada saat itu, langit tidak memberikan pilihan lain, kecuali bergabung bersama dengan perguruan Racun Lima Warna yang menjadi musuh utama dari perguruan tempat Pradipta bernaung dan didik, sehingga menjadi pendekar hebat seperti saat ini.
Keduanya tampak menarik nafas dengan serempak dan beberapa saat kemudian, keduanya dengan segera saja menggunakan jurus terbaik yang mereka miliki, sekaligus yang membawa nama mereka menjadi di segani di dunia persilatan.
"Dewa Pedang; Neraka Penyucian"
"Kujang Batara Kala; Kegelapan Menelan Matahari"
Bommmmm!!!!
Ledakan keras, bahkan jauh lebih keras dari sebelumnya dengan segera terdengar nyaring.