Semua novel yang kamu inginkan ada disini
Download
Metaworld: Seeker

Metaworld: Seeker

Edgy Fleur | Bersambung
Jumlah kata
52.8K
Popular
341
Subscribe
115
Novel / Metaworld: Seeker
Metaworld: Seeker

Metaworld: Seeker

Edgy Fleur| Bersambung
Jumlah Kata
52.8K
Popular
341
Subscribe
115
Sinopsis
FantasiSci-FiNagaTeknologiKerajaan
Setahun setelah pencarian batu Tazer untuk kota Meta City, alat pelacak milik Ren yang lama tidak berfungsi kini memberikan sebuah koordinat yang menandakan bahwa adik kembarnya yang hilang ternyata masih ada. Lokasinya menunjukan di sebuah kota bernama Pinyin yang belum ia jamah. Dengan bantuan Sid yang akhirnya menjadi baik dan menjadi saudara seperjuangan, Ren memutuskan untuk pergi menuju kota itu untuk mencari keberadaan adik kembarnya. Sebuah petualangan penuh rintangan harus mereka hadapi hingga sebuah pertanyaan muncul apakah adik kembarnya benar-benar masih hidup atau alat itu hanya bermasalah saja?
Kehidupan Baru

“Ting! Ting! Ting!” suara alarm pagi hari berbunyi. Ren yang baru saja terbangung mematikan jam alarm yang terletak di meja di sampingnya.

         “Hemm....” sahutnya yang masih diliputi rasa kantuk. Cahaya matahari terlihat menyorot dari jendelanya. Ren menggosok-gosok matanya untuk mengusir rasa kantuk dan kemudian beranjak dari tempat tidurnya. Kakinya bergerak melewati lantai yang halus saat ia menuju pintu kamar.

Sesaat ia memasuki kamar Sid. Cahaya matahari yang terang menyambutnya begitu ia membuka pintu. Tetapi kamarnya kosong. Hanya ada kamar tidur yang tertata rapi dan beberapa rakitan robot kecil yang sudah tertata di lemarinya. “Oh, iya. Ini kan Senin.” Ia kembali menutup pintu.

Semenjak Sid tinggal bersama—setelah insiden penyerangan yang terjadi pada Zero setahun yang lalu, beberapa bulan setelahnya—ia dipromosikan untuk menjadi teknisi robot di kerajaan. Ia cukup senang di sana, dan untunglah sang ratu melupakan insiden penyerangan itu.

Ren pergi ke dapur untuk mengambil sereal.  Ia mengambil mangkuk serealnya—sereal berbentuk beruang kecil, sangat imut. Sambil melangkah ke kursi komputernya, ia memegang mangkuk itu dan duduk dengan nyaman di depan layar monitor besar.

Di sekitarnya, berbagai buku teknik dan peralatan elektronik berserakan. Ren telah menciptakan lingkungan kerjanya sendiri di sudut kamar tidurnya, lengkap dengan dua belati merah kesayangannya yang disimpan di rak di sudut ruangan.

Ren mulai menikmati makanannya sambil memutar beberapa video teknik penyerangan yang disimpan dalam komputer. Dia sangat menikmati tajuk dalam video tersebut, mengingat ia mungkin bisa menggunakannya untuk melawan penjahat yang menyerang di Meta City.

Sambil makan serealnya, Ren berpikir bahwa hidup mereka sekarang jauh lebih damai. Sid telah menemukan tempat ia bisa melaksanakan hobinya di kerajaan, dan Ren—meskipun masih harus melindungi kota—merasa lebih tenang menikmati hari-harinya.

Akhirnya ia selesai makan, menyisakan hanya beberapa serpihan sereal di mangkuknya. Ren membersihkan meja makan dan mangkuknya dengan cermat sebelum berdiri. Tapi, ketika dia berpaling untuk melihat ke arah lemari pernak-pernik, mata Ren terbelalak ketika ia melihat cahaya berkedip-kedip dari salah satu sudut lemari.

Langkahnya pelan saat dia mendekati lemari itu. Dengan penasaran, ia membuka pintu lemari pernak-pernik itu dan menelusuri barang-barang yang ada di dalamnya. Ketika tangannya menyentuh sesuatu yang terasa berbeda, ia menarik keluar alat pelacak yang dulu pernah ia gunakan semasa ia kecil, alat yang sudah tidak pernah aktif sejak insiden masa kecil Ren.

Alat pelacak itu memiliki bentuk yang kotakan kecil, dengan sensor. Di permukaannya, ada panel hologram yang mulai menyala dengan cahaya merah saat Ren menggenggamnya. Hologram ini menampilkan peta digital dari area-area sekitarnya, dan ada simbol titik yang menandakan lokasi seseorang yang berada di tempat itu.

Ren merasa jantungnya berdebar kencang. Ia tak percaya bahwa alat pelacak ini akhirnya aktif kembali setelah begitu lama. Hologram tersebut memberikan tampilan yang jelas tentang lokasi yang perlu dijelajahi.

"Tidak mungkin!" Bisiknya terkejut.

***

Istana kerajaan. Ya, tempat sang ratu singgah. Sebelumnya, Meta City dipimpin oleh seorang raja, Klaudius. Beberapa bulan sebelumnya, sang raja tutup usia secara tiba-tiba, meninggalkan kota dalam masa berkabung. Klaudius dikenal sebagai pemimpin yang bijaksana dan sangat dihormati oleh penduduk Meta City.

Saat ini, putri mahkota, Isabel, secara resmi menjadi penguasa kota. Isabel adalah sosok yang tangguh dan cerdas, dan dia telah mempersiapkan diri dengan baik untuk mengambil alih tanggung jawab tersebut. Penduduk Meta City menerima kepemimpinan Isabel dengan harapan dan keyakinan bahwa dia akan meneruskan warisan ayahnya yang bijaksana dan memimpin kota dengan baik.

         Sid, yang akhirnya menemukan tempat ia bisa mengekspresikan dirinya, berlabuh di dekat pohon di taman istana. Ia bersandar di balik pohon. Wajahnya gugup dengan menggenggam beberapa tangkai bunga.

         “Ayo. Kau pasti bisa!” bisiknya gusar. Ia menampar dirinya seolah ia sedang menumpaskan ketakutannya. Ia mengintip sedikit dari balik pohon. Siapakah itu?

         Seorang gadis—berpakaian gaun berwarna merah mawar—mencium pekarangan bunga di dekat aliran air. Mayo, sang putri mahkota, adik dari Isabel, tentu saja, kegemarannya bermain di taman bunga.

         Sid menarik napas kuat, lalu ia berbalik dari pohon tersebut. Ia berjalan menghampiri sang putri dari belakang sambil menyembunyikan helaian bunga di balik punggung. “Hai, putri... umm... Mayo.” Sapanya gugup.

         Sang putri berpaling dan menampilkan mata mutiara dan rambut emasnya. “Hai, Sid. Kau sudah memperbaiki mekanik kompornya?”

         Wajah Sid berubah memerah. “Ummm... ya, su... sudah.” Ujarnya gugup sembari menggaruk-garuk kepala belakangnya. “Aku sudah kosong. Ya, maksudnya.” Entah pikiranya sungguh buyar di depan gadis itu. Ia sulit berkata-kata.

         Tetapi sang putri menatapnya dengan sebuah ekspresi senyuman sambil menaikan alis. “Baik. Apa yang ingin kau katakan.” Sambungnya seolah ia tahu apa yang ada di pikiran pria berkacamata itu.

         “A... Aku. Aku berpikir. Mungkin, kita. Maksudnya aku.” Sambung Sid dipenuhi rasa gugup.

         Mayo melirik sekilas ke lengan kiri Sid yang disembunyikan, lalu menatap mukanya lagi sembari menyilangkan kedua lengan. “Kau menyukaiku, bukan?” sambarnya dengan tiba-tiba.

         Seketika Sid terdiam. Seluruh tubuhnya memerah. Dan dengan pasrah, dia menjawab. “I... iya.” Ekspresinya berubah menjadi kekhawatiran. Bingung, apa yang akan dikatakan sang putri.

         Sang putri justru tersenyum manis. Ia melepas silangan lengannya. “Bagus, lah. Aku juga menyukaimu.”

         “Kau juga?” tanya Sid terkejut.

         “Tentu.” Ia menunjuk ke arah lengan Sid yang disembunyikan. “Aku tahu kau ingin memberiku sesuatu.”

         Sid terbujur bahagia. Ia menunjukan lengan yang ia sembunyikan. “I... ini. Beberapa bunga mawar emas untukmu. Karena kau indah seperti bunga.”

         Putri Mayo menerima bunganya dengan sukacita. Ia menghirup bunga itu dengan lembut. “Ini harum.” Ujarnya. “Kau tahu. Aku lebih senang dengan pria yang langsung ke intinya. Dan menurutku, kau pria yang baik.”

         Sid terbujur malu. Namun, hatinya seketika bimbang. “Eh, tapi, apakah normal bagiku pria biasa menyukai putri kerajaan sepertimu?”

         “Mengapa aneh? Kalau kau berbicara soal kota lain, mungkin saja. Tapi di sini, kau bebas menentukan nasibmu.”

         Kegembiraan menyelimuti hati Sid. Tentu saja sebuah keajaiban menerpa dirinya. Mungkin Meta City memang kota terbaik yang bisa ia miliki.

         “Ngomong-ngomong,” lanjut sang putri. “Kau mau makan malam, nanti?” ia mengeluarkan ponsel layar sentuhnya.

         “Ummm... bolehkah?”

         Mayo berdeham. “Tentu. Aku cukup memanggil penjaga untuk menjaga kita berdua saat makan bersama. Lagipula ada restoran baru yang buka di dekat jalan Overstreet.”

         “Bo... boleh.” Jawabnya gugup. “Ka... kau sudah memiliki nomorku, kan?”

         “Oh, iya, aku lupa.” Mayo meletakan kembali ponselnya di saku gaunnya. “Sampai jumpa nanti malam.” Ia berpaling lalu berlari kecil meninggalkannya.

         Sid melambai. Ia menarik napas dengan lega. Hari itu merupakan hari terbahagianya, dimana ia membayangkan hal-hal romantisme dengan orang yang ia taksir.

         “Ehm!” dan saat itu, seseorang berdeham di belakangnya, mengagetkannya, dan merusak momennya. Sid melompat terkejut dan berpaling.

         Ren! Sudah berdiri bersandar di pohon menatap semua kejadian itu.

         “Ren!! Apa yang kau lakukan disini?!” bentak Sid risih.

         “Menyaksikan segala bentuk keromantisan yang sangat menyedihkan.” Jawab Ren dingin.

         “Ugh,” keluh Sid sembari berjalan ke arahnya. “Tu... tunggu. Bagaimana cara kau masuk melewati semua para penjaga?”

         Ren beranjak dari sandarannya. “Kau pikir hanya kau yang pintar? Aku lebih lincah darimu. Menerobos dinding yang menjulang tinggi bukan hal sulit bagiku.” Ia menunjukan senjata grapple-nya.

         “Oh, ya. Aku mengerti. Lagipula apa niatmu kesini?”

         Ren menatap Sid dengan tatapan serius. “Dengar, Sid. Kau ingat alat pelacak bersama adikku yang pernah kuceritakan setahun yang lalu?”

         Seketika suasana menjadi serius. Hal-hal keindahan menjadi pudar dari perbincangan ini.

         “I... iya. Alat pelacak yang memberitahu lokasimu dan adikmu berada, bukan?” jawab Sid keheranan. “Alat yang sudah lama tidak berfungsi?”

         “Saat ini, alat itu menyala.” Sahut Ren menengadah menatap wajah Sid.

         Mata Sid terbelalak mendengar ucapan Ren. “Ba... baiklah. Lalu, apa yang ingin kau perlukan dariku?”

         “Aku ingin kau melacak dimana sinyal itu berada. Soalnya, kupikir tempat itu sangat jauh dari sini.”

         Sid menghela napas dengan raut kecewa. “Aduh, Ren. Tapi, aku ada janji makan malam bersama putri Mayo.”

         Ren menggeram dengan gerutu. “Ayolah, Sid. Lakukan ini demi saudaramu. Makan malam bisa menunggu kapan saja. Dia tidak akan kemana-mana.”

         Sid membalas dengan gerutu. “Baiklah. Aku akan membatalkan makan malam hari ini. Tapi, apa kata kuncinya?” Ujar Sid dengan godaan, membuat Ren sedikit terganggu.

         “Kumohon bantu aku mencari lokasi keberadaan adikku.” Ujar Ren gusar.

         “Itu baru saudaraku.” Ia menepuk pundak Ren. “Sebentar, aku harus bilang kepada putri dulu.” Ia mengeluarkan ponselnya.

         Saat itu ia melakukan panggilan kepada putri Mayo. Ketika tersambung, sang putri menyuruhnya untuk berbalik. Sid kemudian berpaling dan melihat di ujung pandangannya, sang putri berada di menara, melihatnya di bawah dari jendela. Mereka pun saling melambai, membuat Ren merasa jijik.

         “Putri. Aku pikir aku tidak bisa hadir di makan malam hari ini.” Sahut Sid melalui ponsel.

         “Kenapa?” tanya Mayo melalui ponsel.

         “Ren butuh bantuanku. Kupikir aku ingin menolongnya dulu.”

         “Baiklah.” Jawab putri dengan bijak. “Saudara lebih penting dari apapun.” Mereka kemudian saling melambai. Sid berpaling dan mereka berpaling untuk meninggalkan istana.

         Putri Mayo yang menatap Sid beranjak pergi menghela napas syahdu. Saat itu, sang ratu datang. “Hai, Mayo. Apa yang sedang kau lakukan?”

         “Sid. Dia menyukaiku, kak.” Ia menoleh ke sang ratu yang merupakan kakaknya.

         “Begitu, kah? Kalau begitu ambil saja. Pria seperti Sid sangat jarang ditemui.” Ujar Isabel.

         “Tapi, bukankah ia berusaha membunuh Zero setahun yang lalu?”

         Isabel hanya menggeleng dengan geli. Namun, wajahnya yang bijak mengatakan hal yang baik tentangnya. “Yah, aku tahu. Kadang manusia bisa terlahap dengan dendam. Tapi, aku melihat sisi baik yang jarang ditemui oleh orang lain yang ada pada dirinya.”

         “Kalau begitu, kau merestui kami?” tanya Mayo dengan ceria.

         “Tentu.” Jawab ratu singkat.

         “Terima kasih, kak.” Ia mengecup pipi kakaknya, lalu beranjak pergi.

***

Lanjut membaca
Lanjut membaca
Download MaxNovel untuk membaca