Pada tengah malam di tengah laut, sebuah kapal pesiar mewah sedang berlayar.
Kabin kapal dipenuhi cahaya gemerlapan dan suasananya sangat meriah.
Di atas dek itu, semua terasa tenang dan gelap, hanya suara ombak yang bisa didengar.
Seorang gadis berambut pirang dan bermata biru duduk sendirian di samping pegangan kapal, sambil menatap bulan yang ditutupi oleh awan tipis.
Tubuhnya memancarkan aura dingin.
Wajahnya sangat cantik, kulitnya putih seperti salju, tubuhnya seksi, rambut ikalnya tebal dan penuh pesona... Semua orang tahu bahwa dia adalah wanita cantik yang sangat menawan.
Namun, tidak banyak orang yang tahu bahwa dia adalah pembunuh wanita yang sangat terkenal di dunia para pembunuh, Si Mawar Merah.
Lebih sedikit lagi orang yang tahu bahwa hanya dalam satu menit lagi, dia akan mulai mencoba membunuh targetnya hari ini.
Pada saat itu ...
"Duk ... duk ... duk ... "
Terdengarlah sebuah suara langkah kaki. Seorang pemuda yang tampak biasa dan tidak tampak berbahaya berjalan mendekat.
Jika dilihat dari penampilannya, seharusnya dia adalah seorang pelayan.
Di tangannya, dia memegang sebuah kotak kayu kecil yang tampak rapi.
Dia berjalan mendekati gadis itu, sambil menunjukkan senyum polosnya dan berkata, "Non, ada seorang Bapak yang meminta saya untuk memberikan sesuatu kepada Anda."
Gadis itu mengernyitkan dahinya, tampaknya dia tidak terlalu peduli.
Dengan penampilannya itu, dia sudah terbiasa dikejar-kejar pria seperti ini, jadi dia tidak mempedulikannya sama sekali.
Menurut pandangannya, pria yang bahkan tidak memiliki keberanian untuk mengajaknya berbicara secara langsung bukanlah seorang pria sejati.
Gadis itu menggerakkan tangannya yang putih dan lembut, lalu berkata dengan acuh tak acuh, "Kembalikan, atau buang saja."
Pria itu berkata, "Anda pasti tidak akan menolak jika sudah melihat benda apa yang ada di dalamnya." Pemuda itu tersenyum sambil membuka kotak kayu yang ada di tangannya.
Gadis itu mulai merasa tidak sabar.
Dia sudah terlalu sering mengalami kejadian seperti ini. Pria kaya selalu berpikir bahwa menunjukkan beberapa permata dan berlian mahal dapat membuat semua wanita tunduk dan bersedia berbaring di tempat tidur.
Namun, mereka tidak tahu bahwa bayaran untuk satu misinya ini saja sudah berkali-kali lipat lebih banyak dari total kekayaan keluarga pria-pria itu.
Dia mengangkat tangannya, siap untuk menepis kotak kayu itu ke dalam air, sampai ... dia melihat sesuatu di dalam kotak kayu itu.
Benda itu adalah sebuah berlian.
Sangat umum, 'kan? Namun, ukuran berlian tersebut kira-kira sebesar telur burung puyuh.
Ini sangat tidak biasa! Seluruh bagian permata itu berwarna biru, dan transparan. Berlian itu memancarkan kilauan yang cemerlang.
Meski sedang berada dalam lingkungan yang gelap, berlian itu tetap indah dan menawan.
"Berlian segara biru?" gadis itu tidak bisa menahan diri untuk tidak berteriak denhan kaget.
Dirinya tidak mungkin salah mengenali berlian itu, karena benda itu adalah salah satu bagian dari misinya!
Membunuh target dan mendapatkan berlian segara biru adalah misi yang dia jalankan kali ini.
Bagaimana mungkin benda ini ada di sini, di tangan seorang pelayan? Gadis itu langsung waspada.
Dia menghentakkan satu kaki ke tanah, tubuhnya bergerak bersamaan dengan gerakan tangan kirinya yang lincah.
Dia melemparkan pisau belati miliknya yang berkilauan, namun...
"Apakah kamu sudah menyadarinya? Sayang sekali ... kamu agak terlambat."
Senyum polos di wajah pria muda tersebut sudah lenyap dan berubah menjadi senyuman yang tampak sedikit nakal.
Tanpa gadis itu sadari, tangan pria itu sudah bertumpu di belakang bahunya. Tiba-tiba, tangan pria itu menyentuh suatu bagian di balik lehernya ...
Gadis itu tiba-tiba mendapati bahwa pandangan matanya menjadi gelap, tubuhnya menjadi lemah dan kesadarannya berangsur-angsur menghilang.
"Bagi seorang pembunuh, kecerobohan adalah kesalahan yang fatal. Aku sudah membunuh pria bernama Faizan itu. Aku harus membawa kepalanya untuk menyelesaikan misi ini. Aku minta maaf. Namun, sebagai ganti rugi untukmu, aku akan memberikan Jantung Laut ini. Tidak perlu berterima kasih kepadaku."
Setelah mendengarkan beberapa kalimat terakhir itu dengan kepala yang pusing, gadis itu pun benar-benar pingsan.
……
Saat terbangun kembali, saat ini sudah pagi hari, di hari kedua.
Gadis itu mendapati dirinya sedang terbaring di kamar kapal pesiar sendirian, tanpa sehelai pakaian pun di tubuhnya.
Dada gadis itu memerah dan bengkak, seolah-olah telah dipermainkan oleh seseorang dengan kasar.
Dari jendela, dia bisa melihat bahwa kapal pesiar sudah merapat ke pantai dan sebagian besar penumpang sudah turun dari kapal.
Ada sebuah kotak kecil terbuka di atas meja yang ada di samping tempat tidur.
Berlian biru gelap di dalamnya memancarkan cahaya yang lembut dan mempesona.
Saat mengingat kejadian kemarin, tatapan mata gadis tersebut tiba-tiba berubah.
Namun tak lama kemudian, wajahnya menunjukkan ekspresi tidak puas dan marah.
Meskipun dia telah memperoleh batu permata itu, tetapi dia telah dimainkan oleh seseorang yang misterius.
Dirinya tidak mau menyerah!
"Pria ini ... aku tidak peduli siapa kamu, aku pasti akan menemukanmu! Lalu, aku akan membunuhmu!"
Namun, dia tidak menyadari bahwa ucapan yang dia ucapkan itu terdengar agak lemah dan niat untuk membunuhnya tidak begitu kuat.
...
Satu hari setelahnya, di puncak gunung yang diselimuti kabut, terdapat sebuah rumah kayu yang sudah lusuh. Dalam pondok itu, duduklah seorang pria tua yang duduk bersilang kaki sambil menghisap rokok tembakau kering.
Revano membawa sebungkus barang dan melemparkannya di depan orang tua itu.
"Brak!"
Pria tua itu melirik Revano dengan tatapan tidak senang, "Kamu ini, semakin lama semakin tidak tahu aturan."
Sambil berbicara, pria tua itu membuka bingkisan dan menyingkap tutup kotak kayu itu.
Di dalamnya, ada kepala manusia yang memancarkan aroma darah! Pria itu menatap kepala manusia yang seram dan berdarah itu, tetapi hanya memiringkan mulutnya, "Bagaimana dengan benda itu?"
"Aku memberikannya pada orang itu." Revano merentangkan tangannya dengan wajah tak bersalah.
Pria tua dengan tiga kerutan pada dahinya itu tak bisa menahan diri lagi dan memaki dengan keras, "Kamu ini anak kurang ajar! Apakah kamu tahu berapa banyak uang yang seharusnya bisa kita dapatkan dari berlian segara biru itu? Nilainya bisa cukup untuk membelimu begitu banyak makanan!"
"Astaga, sebegitu berharganya? Kenapa kamu tidak memberitahuku lebih awal?" kata Revano dengan wajah terkejut.
Pria tua itu menarik napas panjang, "Ya sudahlah, aku memang tidak terlalu berharap kalau kamu, anak pemboros ini, bisa membawa kembali barang itu."
Pria tua itu berdiri dan berjalan ke samping, lalu membuka lemari dan mengambil setumpuk kertas dan meletakkannya di depan Revano, "Istirahatlah satu malam dan bersiaplah untuk turun gunung besok."
Revano terpaku, "Hah? Ayah, kamu tidak bermaksud melakukannya, 'kan? Bukankah aku baru saja pulang? Bukankah kita sudah sepakat, setelah menyelesaikan tugas ini aku akan berhenti, lalu bisa makan dan minum di pegunungan secara gratis, bahkan mendapatkan tambahan bakpao? Ayah tidak boleh bermain curang seperti ini!"
Pria tua ini malah tersenyum licik, "Aku memang pernah bilang padamu untuk berhenti melakukan tindakan buruk.
Tapi aku tidak pernah bilang kalau kamu bisa tinggal di gunung, hanya makan dan menunggu mati.
Di generasi kita, hanya kamu yang laki-laki, kalau kamu tidak turun gunung dan melanjutkan keturunan, bagaimana kita bisa memperkuat gerbang Gunung Agung?"
"Gerbang Gunung Agung? Apa itu?" kata Revano dengan bingung.
Pria tua itu tersenyum ceria sambil menunjuk setumpuk kertas itu, "Kamu lihat sendiri saja."
Revano menundukkan kepalanya dan melihat ke bawah, namun kemudian dia terpaku. "Buku Pernikahan." Dua kata besar itu begitu mencolok! Dengan mata terbuka lebar, Revano membuka benda itu ...
Ini benar-benar buku pernikahan. Ternyata, pihak laki-lakinya adalah dirinya, Revano. Sedangkan, pihak perempuan adalah nama yang tidak dia kenal ...
"Eh, tunggu sebentar. Kenapa ada benda lain di bawah surat nikah ini?" Beberapa detik kemudian, Revano terkejut lagi. Totalnya ada tiga surat pernikahan. Semua nama pengantin perempuannya berbeda-beda, tetapi pengantin prianya sama, yaitu Revano Anggara!
"Beberapa orang tua di Kota Dewatara pernah diselamatkan olehku, sang tabib ajaib ini. Sebagai balasannya, aku meminta masing-masing dari mereka memberiku satu lembar surat pernikahan, dengan kesepakatan bahwa asalkan kamu mau, kamu bebas untuk memilih cucu perempuan mereka!" kata pria tua itu dengan bangga.
"Astaga, ini sudah era modern, kamu masih menyusun rencana perjodohan? Aku menolaknya!" Revano menggelengkan kepalanya dengan tegas, untuk menunjukkan bahwa dirinya adalah pemuda yang mulia, baik hati dan berprinsip.
"Eh? Kamu menolaknya?" Pria tua itu mengerjapkan matanya, lalu tersenyum sambil berkata, "Kamu boleh menolak, tapi aku harus mengingatkanmu, cucu perempuan mereka semua sangat cantik lho!"
"Ah, memangnya kenapa kalau cantik? Aku tidak tertarik sama sekali!" kata Revano sambil memalingkan wajahnya. Dia tidak peduli sedikit pun.
Senyuman pria tua itu membeku, diahampir saja tersedak. Anak ini bahkan menolak gadis cantik! Dia pun menghela napas ... tampaknya aku harus menggunakan jurus terakhirku.
"Bagaimana kalau aku bilang kalau di rumah mereka, ada bakpao yang melimpah?" kata laki-laki tua itu.
"Deal!" Revano langsung membuang rasa gengsinya.
…
Beberapa dekade yang lalu, pada sebuah malam yang penuh dengan salju yang terus menerus turun dan di tengah angin yang berhembus kencang ...
Seorang anak laki-laki kecil yang lapar dan pucat bersandar pada tong sampah di tepi jalan. Dia hampir mati kekurangan makanan.
Di sebuah dinding, ada jendela dan di dalamnya tampaklah sebuah keluarga yang hangat. Aroma makanan dan aura kehangatan memenuhi ruangan itu.
Namun, hal ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan anak laki-laki itu. Hal ini hanya membuatnya semakin lapar, semakin terasa dingin, bahkan kesadarannya mulai kabur.
Entah kapan, seseorang muncul di depannya dan memberinya sesuatu.
Benda itu adalah sebongkah bakpao putih, dengan sisa kehangatan yang belum hilang akibat dinginnya angin dan salju.
Itu adalah makanan terlezat di seluruh dunia yang pernah dia makan. Bakpao itu juga makanan yang menurutnya paling mahal.
Namun setelah itu, dia tidak pernah makan bakpao itu lagi, karena gurunya telah membawanya ke gunung.
Sampai saat ini … yang dia tahu, di dunia ini hanya bakpao yang tidak akan mengecewakan!