Plak!
Suara tamparan terdengar sangat keras. Membuat Arga Prawira yang tengah berbincang dengan ibu-ibu yang ada di desa yang berada di Lembah Petani Suci, di bawah kaki gunung, sangat terkejut. Pipinya memerah. Rasa nyeri itu langsung menjalar di wajahnya.
"Apa-apaan ini?" teriaknya dengan marah. Dia tidak mengerti kenapa dirinya ditampar begitu saja oleh tetua yang berdiri di depannya. "Anda baru saja datang tapi tiba-tiba langsung menamparku. Apa masalahnya?"
"Kenapa kau masih belum turun gunung dan menikah?" tanya tetua berambut putih tersebut dengan kesal. Dia adalah Endaru Prawira.
Arga terdiam sejenak. Dia memikirkan jawaban yang tepat untuk diutarakan kepada tetua yang menjadi gurunya itu.
Arga adalah anak yatim piatu yang diadopsi oleh Endaru Prawira 25 tahun yang lalu. Selama 25 tahun ini, dia belajar banyak hal di gunung. Tidak hanya memahami Ilmu Medis Lembah Hantu yang merupakan warisan keturunan Petani Suci, Arga juga memahami Buku Kehidupan dan Kematian yang tidak pernah bisa dipahami oleh Endaru. Itulah kenapa orang-orang pun memanggilnya 'Raja Neraka'.
"Aku tidak ingin turun gunung. Biarkan saja aku di sini," jawab Arga pada akhirnya.
"Tidak mau katamu? Arga! Apa kau masih waras?" tegur Endaru dengan kesal.
Arga diam saja. Dia sedikit menundukkan kepalanya sambil memegangi pipinya yang masih terasa nyeri karena tamparan tadi.
"Seharusnya kau menyadari kalau Sembilan Meridian Surya Terputus-mu itu kambuh lagi. Kau hanya bisa hidup dengan menikahi wanita dari Keluarga Sartono. Kau pasti masih ingat kan kalau Sena adalah salah satu putri mereka?" ucap Endaru.
Tentu saja Arga masih ingat betul dengan Sena Sartono. Dia adalah cinta masa kecil Arga. Menikah dengan Sena sama halnya dengan mewujudkan mimpi Arga sewaktu masih muda. Dia teringat dengan gadis manis yang pernah dititipkan di Lembah Petani Suci sepuluh tahun lalu itu. Mendadak wajah Arga pun memerah.
Waktu gadis itu mau pergi dari sana, dia pernah mengatakan kepada Arga untuk menunggu dirinya besar, baru setelah itu dia akan menikah dengan Arga. Ingatan itu membuat hati Arga pun tergerak.
"Baiklah kalau begitu. Aku akan menerima dan menuruti kemauanmu. Begitu Sembilan Meridian Terputus-ku terobati, aku akan kembali mengunjungi guru," kata Arga.
"Bagus! Tapi ingatlah sekali lagi, Arga! Kau harus menikahi wanita dari Keluarga Sartono. Dan ini…" Endaru melemparkan sebuah hadiah kunjungan kepada Arga, "…bawa ini kepada mereka. Itu adalah hadiah kunjunganmu."
Arga menerimanya. Hadiah kunjungan itu adalah Trafel Merah dari Lembah Petani Suci. Satu bijinya pun bisa memperpanjang masa hidup seseorang hingga setengah tahun.
"Baiklah, aku akan menjalankan amanahmu," ucap Arga.
Hari di mana Arga meninggalkan Lembah Petani Suci, beberapa keluarga konglomerat pun sudah mendapatkan kabar kalau Raja Neraka akan turun gunung. Bahkan, ada orang yang menyiapkan mahar senilai enam ratus juga karena ingin menikahkan putri mereka dengan Raja Neraka. Tentu saja, hal ini mereka lakukan demi membangkitkan kemakmurannya. Mereka hanya bisa bergantung pada Raja Neraka.
Tiga hari kemudian, Arga tiba di Provinsi Kosari, Noaloka. Dia sudah membawa surat pernikahan dan satu tas kain hitam. Dia pun datang ke Keluarga Sartono, seperti amanah yang diberikan oleh gurunya.
"Apa? Kau ingin menikahiku?" tanya Sena begitu mendengar maksud dari kedatangan Arga ke kediaman Keluarga Sartono.
Arga mengangguk kaku.
Sena menunjukkan ekspresi tidak percaya begitu mendapatkan anggukan dari Arga sebagai jawaban dari pertanyaannya. Dia benar-benar tidak menyangka kejadian seperti ini akan tiba.
"Selama aku sekolah, aku adalah gadis tercantik yang ada di sekolahku. Semua orang sangat memujaku. Setelah lulus kuliah, aku pun mendirikan Sena Media yang membuatku memiliki kekayaan sebanyak 20 miliar dengan tanganku sendiri. Dan sekarang, kau menyuruhku untuk menikah dengan pria yang tumbuh besar di gunung? Tidak! Aku tidak mau dan tidak akan pernah melakukannya!" ujar Sena dengan sangat angkuh.
Arga tidak menyangka akan mendengar perkataan itu keluar dari mulut Sena. Gadis yang Arga temui sekarang ini sudah sangat berbeda dari sepuluh tahun yang lalu. Dia pun agak tertegun sejenak.
"Bukankah… bukankah dulu di Lembah Petani Suci… kau sendiri yang bilang kalau mau menikah denganku saat sudah dewasa nanti?" tanya Arga.
Sena menatap Arga dengan angkuh. "Ternyata kau sungguh bodoh! Itu hanya candaan anak kecil saja! Bagaimana bisa kau benar-benar menganggapnya serius?"
Arga menatapnya dengan tatapan tidak percaya.
"Aku ini terlahir di kota yang segalanya ada, Arga! Sedangkan kau, kau itu terlahir di desa! Sekali makan, aku bisa menghabiskan penghasilanmu selama setahun. Bahkan, tas yang aku beli, mau kau kumpulkan uang selama berbulan-bulan dan bertahun-tahun pun juga tidak akan mampu untuk membelinya. Sekarang, kau ingin menikahiku hanya karena sebuah janji secara lisan waktu masa kecil? Sebaiknya kau bermimpi saja!" imbuh Sena.
Arga dengan tenang mengeluarkan surat perjanjian nikah dan menunjukkannya kepada Keluarga Sartono.
"Ini bukan hanya janji secara lisan saja," ucap Arga.
Melihat surat itu, Sena pun tampak panik. Raut wajahnya langsung berubah. "Apa maksudnya ini?"
"Begini Sena, dulu… guru Arga pernah membantu kakekmu. Jadi, sewaktu kakekmu meninggal, dia mengirim surat perjanjian nikah ke Lembah Petani Suci," jelas Nenek Sena yang sedari tadi juga ada di sana.
"Tidak mungkin!" ucap Sena. Dia lalu merebut surat perjanjian nikah itu dan melemparkannya ke dalam tempat sampah.
Arga dan Nenek Sena pun terkejut dengan reaksi Sena.
"Aku bersumpah, sampai mati pun aku tidak akan pernah menikah denganmu, Arga! Memangnya dari mana kau melihat dirimu pantas untuk menikah denganku?!" ucap Sena dengan murka.
Saat itu, ada seorang wanita yang duduk di kursi roda memungut surat perjanjian nikah tersebut dan mengembalikannya kepada Arga.
"Sena! Kau ini sangat keterlaluan! Kita ini sama-sama manusia. Untuk apa kau sampai meremehkan Arga? Apakah hanya karena dia tumbuh besar di gunung? Seharusnya kau ingat, makanan pokok dan buah-buahan yang selama ini kau makan, bukankah semuanya adalah hasil susah payah dari para petani di gunung?" tegur wanita tersebut.
Sena terdiam. Tetapi, hatinya sangat kesal mendengar teguran itu.
"Arga, tolong maafkan kami. Jangan masukkan ucapan Sena ke dalam hati. Kau sudah sangat hebat kok!" ucap wanita itu lalu tersenyum dengan manis.
Wanita yang ada di depan Arga adalah kakak sepupu perempuan Sena. Dia sangat elegan, manis, dan cantik. Bahkan, lekukan tubuhnya masih jauh lebih daripada Sena. Selama ini, Arga tidak pernah menemui wanita secantik dirinya.
"Sampah Keluarga Sartono sepertimu tidak pantas menegurku!" ucap Sena kepada wanita tersebut, Wendy Sartono. "Kalau bukan karena aku, Dokter Tonar mana mungkin mau mengobatimu, Wendy! Kalau kau masih saja tidak mau mengalah, aku akan menyuruh Dokter Tonar untuk menghentikan obatmu!"
Wendy merasa tersentak dengan ancaman Sena. Dia pun tidak membalas perkataan Sena.
Sementara itu, tiba-tiba saja Sena kepikiran sesuatu. Dia kemudian tersenyum dengan licik.
"Kalau kau merasa Arga sangat hebat, kau saja yang menikah dengan Arga," ucap Sena kepada Wendy.
Semua orang di sana pun terkejut.
"Apa?" tanya Wendy yang tidak percaya ketika mendengar ide dari Sena.
"Kebetulan… seorang sampah keluarga Sartono sepertimu dan seseorang yang berasal dari kampung ini… sangat cocok sekali. Lagi pula, di Kota Karang ini, tidak ada juga kan orang yang mau menikah dengan sampah sepertimu, Wendy? Ya… untungnya masih ada orang yang mau menikah denganmu," ujar Sena sambil memberikan kode kepada Wendy, kalau yang dia maksud adalah Arga.
"Bahkan juga… kalau Keluarga Sartono harus tahu membalas budi kepada gurunya Arga, kita memang harus melakukannya, bukan? Kalau aku tidak ingin membalas budi yang diutang oleh kakekku kepada gurunya Arga, ya... kau saja yang membayarnya. Bukankah ini akan impas, Wendy?" imbuh Sena.
Wendy tampak bingung. Dia lalu menoleh dan menatap Arga.
"Arga! Kau mau kan menikahi Wendy?" tanya Sena.