"Dasar mesum! Ikat aku lagi!" pekik seorang wanita dengan nada galak. Suaranya menggelegar di setiap sudut ruangan kepala penjara. Memaki pria yang berdiri di belakangnya.
Kedua tangannya terikat, sehingga tidak bisa bergerak dengan leluasa. Ia juga terpaksa menurut dan tidak memberikan perlawanan apa pun. Hanya bibirnya yang terus meracau.
"PLAK!"
Satu detik kemudian, suara tamparan keras terdengar, makian wanita itu justru berubah menjadi erangan penuh kenikmatan. "Aahh! Ssshh!"
"Jangan berteriak seperti itu! Tahan sedikit lagi, sebentar juga selesai," ucap Bisma di belakang telinga wanita itu, kemudian semakin menambah kecepatan saat menampar bokong wanita cantik di depannya.
Karina, wanita yang diikat itu akhirnya tak bisa menahan diri lagi. Lama kelamaan, tubuhnya semakin menegang, ia menggertakkan gigi-giginya, "Aaarrghh!" pekik Karina, hingga sebuah ledakan energi murni meledak dari tubuhnya.
Seutas tali yang mengikatnya terlepas. Karina memicingkan mata pada Bisma, kemudian, dengan sepasang kaki jenjang yang indah, dia menendang ke arah wajah tampan Bisma.
Melihat serangan dari Karina, Bisma buru-buru menghindar sambil mengomel, "Baru pakai celana saja sudah berubah sikap," ucapnya sambil tersenyum miring.
Tubuh Karina setengah telanjang dan sekujur tubuhnya basah oleh keringat. Dia terlihat sangat lemah, napasnya menderu kasar. Dengan susah payah dia meraih pakaian di samping dan menutupi dadanya, ekor matanya memicing tajam ke arah Bisma, "Cepat balikkan badanmu! Awas saja coba-coba mengintip. Aku congkel kedua matamu!" sentak wanita itu mendengkus kesal.
"Barusan juga aku sudah lihat semuanya, tidak perlu ditutup-tutupi seperti itu," sahut Bisma santai, beralih duduk di kursi kebesarannya.
Mendengar ucapan Bisma yang begitu santai, membuat Karina semakin meradang. Matanya melotot tajam dengan kedua tangan mengepal kuat walaupun masih gemetar hebat.
Namun, saat teringat kejadian barusan, wajahnya bersemu merah. Karina lekas membuang muka karena merasa sangat malu. Buru-buru ia mengenakan pakaiannya.
Karina Agasi, baru saja naik pangkat menjadi Dewa Perang bintang satu nasional, satu-satunya wanita yang menyandang gelar tersebut, dan dihormati oleh jutaan orang. Namun, dia terluka oleh salah satu dari Empat Raja Dunia Bawah, seorang Nirwana, dan tubuhnya keracunan daya tarik iblis.
Satu-satunya cara adalah mengikuti perintah ayahnya, pergi ke penjara mencari ahli untuk menolongnya. Yang tidak dia sangka, orang itu adalah Bisma, tunangannya yang sudah diatur oleh ayahnya.
"Gimana rasanya sekarang, Karina? Apakah sudah lebih baik?" tanya Bisma tidak melepas pandangan dari wanita itu.
Karina memutar bola matanya malas. "Kamu sangat keterlaluan, Bisma!" cetus Karina dengan sinis.
"Keterlaluan apanya? Sudah aku jelaskan sebelumnya, untuk menghilangkan racun itu, kamu harus melepas pakaian, diikat lalu dipukul bokongnya," sahut Bisma. Wajahnya tampak biasa saja saat mengatakannya. Tidak terlihat bercanda.
Bukan pukulan biasa yang dilakukan oleh Bisma, karena, semakin lama, kekuatannya semakin keras. Sekarang, bokong Karina sudah merah bengkak, wanita itu bahkan tidak berani duduk. Nyeri masih menjalar di sekitar bokongnya. Karina berdiri di hadapan Bisma, sembari melipat kedua lengannya di dada.
Bisma menghela napas berat, "Karina, ketika racun daya tarik wanita itu kambuh, cara paling ampuh untuk menangkalnya adalah, dengan memukul bokongmu. Aku sengaja mengikatmu agar kamu tidak bergerak sembarangan yang bisa mengganggu efek penyembuhan!" papar pria itu sebelum Karina semakin salah paham.
Sepasang tangan Bisma sangat hebat, baik dalam menyelamatkan maupun membunuh orang. Racun apa pun, asal dipukul sekali olehnya, pasti langsung sadar. Kali ini dia harus memukul dengan keras karena racun dalam tubuh Karina sudah terlalu dalam.
Karina maju beberapa langkah, ia memukul meja di hadapan Bisma, menunjuk pria itu sembari berkata, "Halah alasan! Kamu pasti sengaja ingin melakukan kontak fisik 'kan? Agar kalau sampai tersebar ke luar, kita bisa menikah dengan alasan yang sah!" ungkap Karina berapi-api.
Karina sudah mengenakan pakaian lengkapnya. Dia tampak gagah dan penuh wibawa. Sebagai satu-satunya Dewa Perang wanita, dia sangat bangga dan tidak bisa menerima cara penyembuhan seperti ini.
Karina menatap Bisma dengan sinis, "Kamu itu hanya seorang penjaga biasa, Bisma. Kamu pasti ingin menjadi suami Dewa Perang dan menantu Keluarga Agasi, 'kan? Keluarga paling disegani di ibu kota ini!" cetus wanita itu.
Bisma merasa sangat tak berdaya, menganggap Karina mengalami delusi.
Sebelah alis Bisma terangkat, 'Keluarga Agasi? Oh, jadi wanita ini yang memiliki perjanjian pertunangan denganku? Aku sendiri tidak tertarik jadi suami dia! Kasar sekali jadi wanita!' batin Bisma dalam hati.
Karina mengeluarkan sebuah dokumen dan kartu ATM, diletakkannya di hadapan Bisma, "Ini adalah surat pembatalan pertunangan dan di dalam kartu ATM ini ada uang 100 juta. Selama kamu menandatanganinya, uang ini menjadi milikmu. Anggap saja sekaligus bayaran atas pengobatanku!" ucap Karina meremehkan Bisma.
"Oh ya, aku tegaskan lagi, suamiku kelak haruslah seorang pahlawan sejati, kamu hanyalah penjaga penjara rendahan, sama sekali tidak pantas untukku!" sambung Karina dengan nada sombongnya.
Melihat tatapan meremehkan dari Karina, Bisma hanya tertawa, lalu langsung menandatangani surat pembatalan pertunangan. "Haha! Karina mulai sekarang, aku telah memutuskan hubungan pertunangan denganmu! Aku telah meninggalkanmu!"
Bisma mendorong kembali kartu ATM pemberian Karina, "Aku tidak membutuhkan uang ini! Ambillah!" tolak pria itu.
Karina menggertakkan gigi-giginya, matanya semakin melotot tajam, "Apa? Kamu? Hei, aku yang meninggalkan kamu, Bodoh! Bukan sebaliknya!" sentak Karina tidak terima.
Jika hal ini tersebar ke luar, di mana wajahnya akan diletakkan? Tapi semua sudah terlanjur, Karina lalu berucap, "Kalau kejadian hari ini sampai bocor, aku tidak akan membiarkanmu!" ancam wanita itu menggeram marah, kemudian melenggang pergi meninggalkan ruangan kepala penjara. Pintu pun dihempaskan begitu keras, sampai terasa getaran di sekitarnya.
Tak lama kemudian, terdengar ketukan di pintu.
"Masuk!" perintah Bisma.
Kepala penjara datang dengan hati-hati, membungkuk hormat pada Bisma, "Yang Mulia Raja Neraka," sapa kepala penjara.
"Ada apa?" tanya Bisma.
Kepala penjara itu mendekat sembari menyerahkan sepucuk surat dengan sangat hormat. "Ada surat untuk Yang Mulia," tutur kepala penjara.
"Emm, tinggalkan saja dan pergilah!" perintah Bisma.
Tanpa banyak basa basi lagi, kepala penjara segera menjawab, "Baik, Yang Mulia. Saya permisi," ucapnya bergegas meninggalkan ruangan. Ia tidak berani tinggal sedetik lebih lama. Soalnya, bersama Bisma terasa sangat menekan.
Tiga tahun lalu, sejak Bisma datang ke sini, kantor kepala penjara bukan lagi miliknya. Para narapidana berbahaya seperti Pendeta sesat yang mengacau satu wilayah, atau tukang daging berdarah dingin yang suka membunuh, semua menjadi jinak dan tak berani membuat masalah.
Semua itu karena Bisma adalah Raja Neraka yang mengguncang dunia, seorang diri dengan sebilah pisau, mampu membuat perubahan besar di dunia bawah tanah.
Bersambung~