Sebuah pesawat tempur elit mendarat dengan sempurna di Bandara Militer Kota Mawar. Tak kurang dari seribu orang prajurit, lengkap dengan semua petinggi di sana, sudah berdiri tegak membentuk sebuah barisan.
“Hormat kepada Tuan Dewa Iblis!”
“Selamat datang di Kota Mawar, Tuan Dewa Iblis!”
Suara para prajurit militer menggema ke seluruh penjuru mata angin.
Sesaat kemudian, seorang pemuda berusia sekitar dua puluh lima tahun keluar dari dalam pesawat tempur elit itu dengan mengenakan jaket levis dan celana jeans.
Penampilannya memang sederhana. Sama sekali tidak mencerminkan bahwa dia adalah Panglima Perang yang ditakuti oleh seluruh negara.
Namun bagi mereka yang tahu, pemuda itu adalah sosok legenda di dalam dunia militer.
“Terimakasih!” jawab pemuda tersebut dengan nada datar.
Pemuda itu bernama Lyan Kusuma. Di Pasukan Militer Khusus Negara Milanesia, dia lebih dikenal dengan julukan Dewa Iblis.
Sebenarnya Lyan bukan anggota militer, dia hanya seorang narapidana yang kebetulan mempunyai potensi karena berhasil menaklukkan semua pentolan kriminal di penjara.
Mengetahui hal itu, utusan Organisasi Militer Bayangan lalu membawanya ke Markas Pusat Militer untuk membantu negara di medan perang.
Dalam waktu tiga tahun, Lyan telah menciptakan prestasi besar yang belum pernah terjadi lagi dalam kurun waktu seratus tahun terakhir.
Di bawah kepemimpinannya, Pasukan Khusus Militer Milanesia berhasil menaklukkan semua musuh yang ingin menguasai Wilayah Barat. Tidak hanya itu saja, bahkan Lyan juga sangat ahli dalam ilmu pengobatan, sehingga banyak prajurit yang berhasil ia selamatkan dari kematian.
Karena pencapaian tersebut, semua petinggi militer, bahkan Raja Milanesia sendiri menaruh perasaan hormat dan segan kepada dirinya.
Kepulangan Lyan ke Kota Mawar saat ini adalah pertama, Lyan ingin menemui Nadya selaku tunangannya, rencananya Lyan akan menikahi Nadya dalam waktu dekat.
Kedua, Lyan berniat untuk membalas dendam atas kematian Keluarga Kusuma yang berjumlah dua puluh lima orang. Dia bertekad untuk mencari tahu siapa saja yang terlibat dalam peristiwa pembantaian keluarganya itu.
Dan yang ketiga, Lyan ingin mencari Ginseng Darah Naga untuk mengobati guru misteriusnya ketika masih berada di dalam penjara.
Menurut gurunya, ia sangat membutuhkan Ginseng Darah Naga tersebut supaya bisa menyembuhkan luka dalam yang dideritanya selama ini.
Saat ini Lyan sedang berdiri di depan Markas Militer Kota Mawar. Dia sedang menunggu kedatangan anak buahnya yang telah berada di Kota Mawar lebih dulu.
Sebenarnya, Komandan Militer Kota Mawar juga sudah menawarkan diri secara pribadi untuk mengantarkan Lyan. Tetapi ia menolak. Selain karena tidak ingin jati dirinya diketahui oleh orang banyak, Lyan juga tidak ingin membuat kehebohan di kota kelahirannya tersebut.
Baru saja Lyan menyalakan sebatang rokok, tiba-tiba dia melihat seorang gadis di seberang jalan yang ambruk tepat di pinggir sebuah mobil BMW hitam.
Melihat hal itu, Lyan tergerak. Tanpa berpikir lagi dia langsung menghampirinya.
“Nona, bangun Nona. Apa yang terjadi denganmu?” Lyan mengguncangkan tubuh gadis berkulit putih bersih seperti salju itu.
Wajahnya yang berbentuk oval terlihat pucat pasi seperti mayat. Bibirnya yang mungil dan merah karena lipstik, tampak mulai berubah warna menjadi keunguan.
Sepasang mata Lyan yang tajam segera menemukan ada dua jarum hitam yang telah menembus kulit lengan sebelah kanannya (berada di tengah-tengah antara jarak siku dan lengan bawah).
Mulut luka itu sangat kecil. Sehingga kalau tidak teliti, niscaya tidak akan terlihat.
‘Rupanya dia keracunan. Seseorang pasti telah sengaja menyerangnya,’ batin Lyan sambil menatap dua batang jarum, sekaligus gunung kembar yang berada di depan matanya.
“To-tolong bawa aku ke rumah sakit terdekat,” kata gadis itu yang tiba-tiba tersadar. Tapi suaranya sudah sangat lemah.
“Aku rasa jarak ke rumah sakit terlalu jauh, Nona. Sudah tidak ada waktu lagi. Sebab kamu keracunan. Biar aku yang menyembuhkan lukamu,” kata Lyan menawarkan diri.
Tanpa menunggu gadis itu menjawab, Lyan segera membawanya ke dalam mobil. Ia kemudian mencabut dua batang jarum itu, lalu mengamati lukanya.
“Kurang ajar! Apa yang akan kamu lihat? Apa kamu sedang memandangi bagian tubuhku yang lain?” tanya gadis itu. Meskipun suaranya masih lemah, tapi jelas ia sudah marah kepada Lyan. Apalagi saat itu dia mengenakan kemeja ketat sehingga membentuk lekuk tubuhnya yang indah menggoda.
“Nona, dua batang jarum beracun itu berada di lengan kananmu. Aku berniat mengobatimu, bukan menodaimu,”
“Tapi ...,”
“Tidak ada waktu lagi, Nona,” kata Lyan dengan cepat.
Sebagai orang yang sudah ahli dalam ilmu pengobatan, tentu saja Lyan tahu seberapa bahayanya kondisi gadis itu sekarang. Karena alasan itulah Lyan tidak mau menunda lebih lama.
“Maaf, Nona ...,”
Tanpa pikir panjang, Lyan langsung mendekatkan mulutnya dan menghisap mulut luka itu sekuat tenaga lalu memuntahkannya.
“Ahh ...,” gadis cantik tersebut mengeluh tertahan. Entah karena merasa sakit, atau juga merasa yang lainnya.
‘Sialan! Dia malah mengeluarkan suara keramat,’ batin Lyan.
Tapi usahanya tidak berhenti. Lyan terus menghisapnya sampai darah segar kemerahan merembes keluar.
Setelah merasa racunnya hilang, Lyan langsung menempelkan telapak tangannya.
Hawa hangat tiba-tiba menjalar ke seluruh tubuh gadis itu. Beberapa saat kemudian, kondisinya berangsur kembali normal.
“Sudah selesai, Nona. Sekarang nyawamu aman,” kata Lyan dengan tenang.
Wajah gadis tersebut tiba-tiba bersemu merah. Tidak dapat dipungkiri, dia merasa malu dengan apa yang dialaminya barusan.
Tapi dibalik itu, dia pun tidak dapat menyangkal bahwa kondisi tubuhnya memang jauh lebih baik.
“Terimakasih,” katanya sambil menahan malu. “Perkenalkan, namaku Laura,”
“Aku Lyan,” jawabnya sambil berjabat tangan.
Dua pasang mata saling pandang satu sama lain. Mereka merasa jantungnya berdebar lebih keras dari biasanya.
“Nona Laura, tugasku sudah selesai. Sekarang aku harus segera pergi,” ujar Lyan yang segera keluar dari dalam mobil.
“Tunggu!” seru Laura.
“Ada apa lagi, Nona?”
“Kalau boleh tahu, Tuan mau ke mana?”
“Aku ingin bertemu dengan Nadya, katanya dia bekerja di Hotel Pencakar Langit,”
“Oh, baiklah. Hati-hati,” kata Laura sambil memandangi kepergian Lyan.
‘Lyan, ya ..., benar-benar pemuda yang tampan dan berkharisma,’ batinnya. Tanpa sadar mulutnya mengulum senyuman manis.
“Tunggu! Nadya, bekerja di Hotel Pencakar Langit?” Laura seperti baru ingat sesuatu. Ia kemudian mengambil ponselnya dan menelpon seseorang.
“Lily, cari tahu pegawai di hotel Papa yang bernama Nadya,” katanya memberi perintah.
“Baik, Nona,” terdengar seseorang menyahut di telpon tersebut.
Sementara itu, kini Lyan sudah kembali ke tempat semula. Tidak lama kemudian, sebuah mobil Civic Turbo berhenti tepat di depannya.
Seseorang langsung keluar dari dalam mobil.
“Maaf kalau kedatanganku terlambat, Tuan. Tapi aku membawa sebuah kabar penting,” kata pria yang usianya kira-kira tiga puluh tahun.
“Kabar apa, Rhenald?” tanya Lyan sambil mengerutkan kening.
“Lihat ini, Tuan!” ujarnya sambil memperlihatkan foto di ponselnya.
Saat Lyan melihat foto itu, saat itu pula dia merasakan seolah-olah ada petir yang menyambar seluruh tubuhnya.
Di ponsel tersebut, dia melihat Nadya yang sedang berciuman mesra dengan seorang pria seraya mengenakan pakaian mewah.