Semua novel yang kamu inginkan ada disini
Download
Nikmatnya Dimanja 5 Kakak Seksi

Nikmatnya Dimanja 5 Kakak Seksi

Gauche Diablo | Bersambung
Jumlah kata
348.1K
Popular
107.2K
Subscribe
1.9K
Novel / Nikmatnya Dimanja 5 Kakak Seksi
Nikmatnya Dimanja 5 Kakak Seksi

Nikmatnya Dimanja 5 Kakak Seksi

Gauche Diablo| Bersambung
Jumlah Kata
348.1K
Popular
107.2K
Subscribe
1.9K
Sinopsis
18+PerkotaanAksiHarem21+Mengubah Nasib
Hanya karena dari dusun dan jatuh miskin setelah kedua orang tuanya meninggal, Fahru Ardana yang berusia 30 tahun harus rela jadi budak rendahan di rumah calon mertuanya. Mengira dirinya malang karena diusir calon mertuanya, dia justru menemukan keberuntungan dari 5 wanita muda nan seksi yang menjadi kakaknya. Namun, bagaimana apabila kelima kakak seksinya berebut perhatian dia? Seperti apa pergumulan yang ada nantinya?
1 - Budak Cinta jadi Budak Rendahan

“Udah kamu angkut semua petinya ke mobil?” tanya Tatik dengan suara ketus.

Fahru Ardana—pria 30 tahun berbadan tegap, menoleh ke calon ibu mertuanya. “Udah, Nyonya.”

Tatik Wijaya—si calon ibu mertua, mengangkat dagunya saat berjalan keluar dari kios buah miliknya diikuti Fahru.

“Jangan lupa kunci yang benar kiosku.” Tatik melirik sambil menolehkan sedikit kepalanya ke menantu matrilokalnya.

Kepala Fahru mengangguk sambil menjawab, “Iya, Nyonya.”

Dia sejak awal diharuskan memanggil demikian ke calon ibu mertuanya.

Mereka pun berjalan dengan Tatik di depan tanpa boleh dijajari Fahru.

Melewati kios sayur, ada banyak pedagang yang masih duduk santai menikmati sore sebelum mereka menutup kios dagangan mereka.

“Duh, Mas Fahru ini makin sore kok makin ganteng aja, sih?” celetuk iseng salah satu pedagang wanita.

Celetukan itu mengakibatkan Tatik menghentikan langkahnya.

“Iya, mana gagah, pula!” sambung pedagang lainnya yang tersenyum genit.

Fahru tersenyum malu-malu atas pujian itu. “He he, makasih.”

Sebagai pria yang memiliki postur 187 cm/70 kg, pantas dikatakan gagah karena sosok atletisnya, meski tak ada otot berlebihan di tubuhnya. Semua terasa pas dan tepat. Ditunjang wajah tampan, dia selayaknya seorang idol.

Namun, dia hanyalah calon menantu matrilokal yang kesehariannya membantu calon ibu mertuanya berdagang buah di pasar induk kota Cendana—ibu kota negara Teranesia.

Selain melayani pembeli, dia juga terkadang harus jadi kuli angkut untuk kios calon mertuanya.

Sedangkan Tatik hanya duduk manis di meja kasir tanpa melakukan lebih dari menghitung uang yang datang atau menonton televisi.

“Halah, Jeng Lina!” sergah Tatik. “Percuma! Ganteng ama gagah nggak bikin perut kenyang!”

Pedagang-pedagang lainnya tertawa kecil pada ucapan Tatik yang sebenarnya cukup menyengat telinga Fahru .

“Tapi kan lumayan, Bu Tatik. Minimal bisa bikin mata segar kalau di rumah.” Lina menyahut.

“Yang bikin segar mata itu duit, Jeng!” Tanpa sungkan, Tatik mengatakannya.

“Bu Tatik bisa aja.” Lina menyahut. “Setidaknya Ibu punya calon mantu rajin dan mau membantu.”

“Ya harus, dong! Lah dia kan menumpang hidup di keluarga saya, tentu aja harus rajin bantu kalau nggak ingin didepak.” Tatik semakin bersemangat.

Pedagang lainnya hanya tersenyum saja. Mereka sudah paham dengan watak Tatik yang mata duitan dan judes, berbeda dengan suaminya yang pendiam dan lebih banyak di rumah.

“Kalau Jeng Lina mau, ambil deh buat jadi suami Jeng. Kan Jeng Lina masih jomblo walau udah hampir 30 tahun.” Lidah tajam Tatik benar-benar sulit dikendalikan.

Lina menghela napas, memperluas lautan kesabarannya.

“Ih, Bu Tatik! Awas loh, ntar nyesal kalo calon mantunya beneran saya ambil.” Akhirnya Lina berbesar hati dan menimpali dengan kalimat canda.

“Ambil aja, ambil!” Tatik memasang sikap pongah. “Toh, anakku cantik. Pasti bisa dapat bos kalo mau.”

Fahru menelan ludah, hatinya seperti digigit ribuan semut. Tapi dia tetap diam tanpa mengatakan apa pun. Dia sudah menerima nasibnya sebagai calon menantu matrilokal yang tinggal di rumah calon mertua semenjak jadi yatim piatu.

Ketika tiba di rumah, Tatik melempar tas tangannya ke sembarang sofa, lalu duduk jumawa.

“Fahru , buruan pijat saya! Pegal semua setelah seharian di kios,” perintahnya seakan bicara pada pelayan rendahan ke Fahru yang baru selesai menurunkan peti buah dari mobil pick up milik suami Tatik.

Fahru tak membantah dan melakukan apa yang diminta Tatik.

Setelah setengah jam memijat calon ibu mertuanya, Fahru tidak serta-merta bebas.

“Cuci kaki saya! Buruan! Pakai air hangat!” Tatik masih memberikan perintah berikutnya.

Tanpa melawan, Fahru melaksanakan perintah tersebut.

Saat sedang mencuci kaki Tatik, dari arah ruang depan dia mendengar suara Olin—calon istrinya yang berusia 25 tahun. “Aduh, capeknya jalan-jalan di mall!”

Olin datang dengan beberapa kantong belanja berlabelkan nama toko baju ternama di kota Cendana. Dandanannya ala nona besar keluarga kaya.

Dari siang dia pergi dengan teman-teman sok borjuisnya.

Melihat calon suaminya sedang mencuci kaki ibunya, Olin mendekat dan duduk di samping Tatik. “Aku sekalian, dong! Pijat kakiku juga!”

“Kamu nggak mandi dulu, Lin? Udah mau petang, loh!” Fahru mengingatkan.

“Ah, cerewet! Pokoknya pijat dan cuci kakiku sekalian!” Olin melengos kesal ke Fahru.

“Jangan membantah anakku!” Dengan nada kesal, Tatik menusuk-nusukkan ujung jari kaki basahnya ke pipi Fahru yang duduk di lantai.

Hanya karena bucin, Fahru tidak membantah. Usai mencuci kaki calon ibu mertuanya, dia mulai memijat kaki Olin.

“Jangan lupa cuci mobil dan buruan masak untuk makan malam!” Tatik mengingatkan sembari bangun dari sofa untuk pergi mandi.

“Iya, Nyonya.” Fahru  sudah paham jadwal apa saja yang harus dia lakukan sehari-hari di rumah calon mertuanya.

Pagi sebelum ke pasar induk, dia harus bersih-bersih rumah dari jam 5 pagi, lalu memasak, dan setelah itu mencuci semua pakaian anggota rumah yang berjumlah 4 orang.

Mesin cuci? Tatik tidak akan memperbolehkan benda itu dipakai karena tak ingin tarif listriknya naik. Maka, Fahru pasrah mencuci dengan cara manual.

Setelah semua pekerjaan beres, dia akan pergi bersama Tatik ke pasar untuk berjualan buah di kios buah yang cukup besar milik calon mertuanya.

Malam pun datang dan mereka mulai menyantap masakan Fahru yang memang lezat. Meski begitu, dia tak pernah mendapatkan pujian mengenai itu.

“Eh? Hujan!” seru Olin.

Fahru yang hendak mencuci piring segera teringat akan jemuran pagi yang belum sempat dia angkat gara-gara sibuk memijat. Dia berlari ke halaman belakang.

Sayang sekali, hujan terlalu tiba-tiba dan deras sehingga jemuran kembali basah. Melihat itu, Tatik mengamuk.

“Sialan! Calon mantu brengsek nggak guna!” maki Tatik sambil memukuli Fahru sekenanya. “Baju kondangan besok jadi basah lagi!”

Fahru terus meminta maaf sambil melindungi dirinya menggunakan dua tangan dari pukulan Tatik.

Kalau sudah begini, mau tak mau alat pengering di mesin cuci pun dipakai.

“Makanya, kerja yang benar!” cetus Olin saat melihat calon suaminya menunggui mesin cuci.

Menoleh ke calon istrinya, Fahru berujar, “Kenapa kamu tadi nggak angkat jemuran sebelum pergi ke mall?”

Dia yakin bahwa jemuran biasanya sudah kering di siang hari karena cuaca panas kota Cendana.

“Dih! Itu kan tugas kamu!” Olin mengernyit kesal. “Kok jadi nyalahin aku?”

Ketika Fahru hendak menyahut, Olin memberikan isyarat dengan tangannya agar dia diam saja. Dia pun urung bicara, tak ingin ribut.

Rasanya sedih menyesakkan dada ketika calon istri dan mertuanya bersikap buruk hanya karena ayah Olin mulai sakit-sakitan semenjak 3 tahun belakangan ini.

“Andaikan bapak dan ibu masih hidup….”

Fahru teringat akan kedua orang tuanya—petani kaya di desa—yang meninggal akibat kecelakaan lalu lintas. Sayangnya, orang tuanya malah meninggalkan banyak hutang, sehingga semua harta mereka ludes untuk membayar rentenir.

Dan Fahru tidak mendapatkan apa-apa.

Dikarenakan ayah Olin berkawan baik dengan ayah Fahru, pria itu iba dan membawa Fahru ke kota untuk dijodohkan dengan Olin.

Sayangnya, Olin tak suka dengan ide ayahnya.

Bagi Fahru, Olin adalah anugerah. Tapi bagi Olin, Fahru adalah bencana yang memalukan. Menikahi orang dusun miskin? Olin kerap diejek teman-temannya karena itu.

Malamnya, di gudang yang disulap jadi kamar, dia teringat calon istri cantiknya. Kesedihan dan segala penat langsung menguap begitu saja saat membayangkan lekuk indah tubuh Olin.

“Kapan aku bisa menikahi Olin? Udah 5 tahun aku di sini, tapi Olin masih belum mau dinikahi.”

Akhirnya dia mulai mengantuk dan hendak memejamkan mata.

Namun, belum juga dia jatuh tertidur….

“Sayang…” Tiba-tiba pintu kamarnya dibuka perlahan dan muncul Olin di sana.

Jantung Fahru nyaris tercebur ke perut saat melihat dandanan seksi Olin menggunakan lingerie tipis warna hitam yang kontras dengan kulit putihnya.

“O-Olin?” Fahru langsung bangun dan mendekat ke calon istrinya.

Keberuntungan macam apa hingga Olin sudi datang ke kamar sempitnya dengan sikap provokatif begitu?

“Fahru Sayang… maaf yah kalo sikapku jelek ke kamu. Aku jadi nyesal. Kamu nggak dendam ke aku, kan?” Olin mengusap seduktif dada Fahru, menyebabkan debar jantung pemuda itu kian cepat.

Akhirnya! Akhirnya! Batin Fahru menyeru heboh.

“O-ohh… nggak, kok!” Seketika kegalauan Fahru selama ini menguap setelah mendengar suara manja mendayu calon istrinya.

“Aku mau kasi kompensasi atas sikapku ke kamu selama ini.” Olin menggiring Fahru ke tempat tidur.

Fahru seperti keledai, patuh dan girang. Ini sesuai dengan impiannya! Apalagi menatap tubuh molek Olin yang aduhai, mana mungkin napasnya tidak terengah-engah?

“Fahru… sayangi aku malam ini, yah!” Olin merengek binal sambil melepas gaun tipis transparannya.

Lanjut membaca
Lanjut membaca
Download MaxNovel untuk membaca