Malam belum terlalu larut, seluruh anggota organisasi mafia Famiglia Russo datang di ruang rapat biasanya. Di dalam, terdapat sebuah meja konferensi panjang dikelilingi oleh kursi-kursi yang diduduki oleh setiap hadirin. Layar monitor besar di ujung ruangan sudah terhubung dengan proyektor, siap untuk dinyalakan. Setiap orang menunggu inti acara pertemuan dengan tegang. Beberapa bisikan terdengar, mewarnai suasana penantian yang cukup mendebarkan itu.
Sal Russo, selaku pimpinan dan pendiri organisasi famiglia Russo, duduk di kursi barisan tengah. Wajahnya terlihat gelisah namun berusaha tenang.
Tony, seorang rekan lama duduk di sebelah kiri Sal dengan ekspresi yang serius. Sementara Vito, sebagai sekutu setia duduk di sebelah kanan Sal dengan tatapan penuh kecurigaan. Mario, seorang tangan kanan Sal yang berdiri di dekat pintu, mengawasi situasi dengan seksama. Grace, sang sahabat lama keluarga Russo yang duduk di belakang Sal tampak cemas.
Vito berdiri dari tempat duduknya untuk mengawali inti acara : "Sal, kami butuh jawabanmu sekarang. Ada bukti yang akan kami tunjukkan" tegasnya dengan nada bicara yang tampak memojokkan.
Sal berusaha tenang menanggapi ucapan Vito : "Bukti apa yang kau bicarakan, Vito? Aku tidak mengerti."
Tony kemudian mengangguk kepada seorang teknisi di ruangan sisi belakang sembari memerintah : "Tampilkan buktinya!"
Teknisi menyalakan proyektor, layar monitor besar di sudut ruangan seketika menampilkan rekaman video. Di layar monitor, terlihat Sal yang sedang berbicara dengan agen penegak hukum sambil menyerahkan dokumen rahasia.
Sal terkejut lantas berdiri dengan cepat : "Tdak mungkin!.. Itu bukan aku, video itu palsu!.."
Vito menatap Sal dengan tajam : "Bagaimana kau bisa menjelaskan ini, Sal? Wajahmu jelas terlihat di video ini."
Sal berusaha menjelaskan dengan perasaan geram bercampur putus asa : "Ini jelas rekayasa, seseorang mencoba menfitnahku. Kalian tahu aku tidak akan pernah mengkhianati organisasi kita!.."
Ekspresi serta ucapan Tony yang sebelumnya bersahabat, mendadak berubah dingin : "Kami ingin percaya padamu Sal, tapi bukti ini terlalu kuat untuk diabaikan."
Grace : "Sal benar. Kita tidak bisa begitu saja percaya pada sebuah video tanpa memeriksa keasliannya terlebih dahulu" sahutnya dengan tegas.
Mario melangkah maju, berusaha mengutarakan asumsinya : "Ada banyak cara untuk memalsukan video seperti itu. Kita harus menyelidiki lebih lanjut sebelum menuduh Sal."
Vito seketika menatap Mario dengan sinis seraya membantah : "Kau benar-benar yakin, Mario? Atau.. kau hanya setia buta pada Sal?"
Sal mencoba mempertahankan ketenangannya dan ikut kembali berpendapat : "Kita semua tahu siapa musuh kita. Mereka akan melakukan apa saja untuk memecah belah kita. Jangan biarkan mereka menang dengan tipu muslihat ini."
Anggota lain di ruangan mulai berbisik satu sama lain, keraguan dan ketidakpercayaan mulai merasuki mereka.
Tony beranjak dari tempat duduknya sembari menatap Sal dengan raut muka kecewa : "Sal.. kami telah berdiri di sampingmu selama ini. Tapi bukti ini? Kami tidak bisa mengabaikannya."
Vito : "Kami tidak bisa mengambil risiko. Keamanan kita semua dipertaruhkan" tukasnya secara singkat.
Sal yang sedari tadi menahan berbagai gejolak emosi, akhirnya menyeru dengan suara bergetar : "Kalian harus percaya padaku!.. Ini semua jebakan!.."
Kepercayaan seluruh anggota mulai runtuh, satu per satu mulai bangkit untuk meninggalkan ruangan. Mereka memberikan tatapan penuh kekecewaan pada Sal.
Grace berteriak dan berupaya menghentikan mereka : "Kalian tidak bisa pergi begitu saja!.. Sal butuh kalian!.."
Mario menggenggam bahu Sal dan berbicara dengan tegas : "Aku akan mencari tahu kebenarannya, Sal. Tapi untuk saat ini, kau harus kuat!"
Sal menjawab dengan tatapan kosong, suaranya berubah lirih : "Terima kasih.. Mario. Tapi aku tahu, saat ini mereka sudah tidak percaya lagi padaku."
Vito berjalan melintasi Sal dan hendak meninggalkan ruangan : "Sampai kami tahu yang sebenarnya, kau sendirian Sal."
Sal terduduk lemas di kursinya, memandang semua anggotanya meninggalkan ruangan dengan rasa ketidak percayaan. Orang-orang yang telah ia anggap sebagai keluarga, kini pergi meragukannya.
Grace yang menatap cemas seluruh anggota yang keluar dari ruangan, kemudian menyentuh bahu Sal : "Kita akan melewati ini, Sal. Aku tidak akan meninggalkanmu."
Sal : "Aku tahu, Grace. Tapi luka ini akan sulit untuk disembuhkan."
Ruangan kosong, kursi yang tadinya penuh terisi kini tak berpenghuni. Hanya tersisa Mario dan Grace yang memilih tak menjauh dari Sal. Sementara Sal masih duduk sambil membekap wajah. Ia berusaha meredakan gejolak emosi yang masih menaungi suasana hatinya. Sal tertegun tanpa bisa menerima kenyataan ini sedikitpun.