Desa Bunga Lestari, yang juga dikenal sebagai Desa Janda, pernah menjadi tempat yang damai dan tenteram. Namun, tiga tahun lalu, sebuah kecelakaan tambang merenggut banyak nyawa, meninggalkan belasan wanita yang menjadi janda dalam sekejap. Sejak itu, orang-orang di desa sekitar sering menyebut desa ini dengan nama baru-Desa Janda.
Di pintu desa, tiga wanita duduk santai di bawah pohon besar, mengobrol sambil menikmati udara sore yang sejuk.
Raditya Wijaya keluar dari rumahnya, membawa cangkul untuk bekerja di ladang. Beberapa wanita di sekitar situ langsung menoleh, memandangnya dengan mata yang penuh rasa ingin tahu.
"Katanya, Raditya waktu kecil pernah buang air sembarangan di semak-semak, lalu bagian bawah tubuhnya digigit ular. Benarkah?"
"Iya, itu benar. Bagian tubuhnya yang digigit itu membengkak, seperti lengan."
"Ada yang bilang, para pria di desa sering ke toilet bersama dia. Katanya, dia seperti keledai pemimpin, tubuh bagian bawahnya sangat besar dan panjang. Bisa melilit sampai setengah lingkaran di pinggangnya, mungkin itu juga benar."
"Tentu saja itu benar. Sekarang dia bahkan nggak mau ke toilet bersama pria lain, lho."
"Dia jadi bahan olokan. Semua orang di desa tahu soal itu. Sst, kecilin suara, dia datang."
Raditya berjalan menuju pintu desa, dan samar-samar ia mendengar percakapan itu. Ia merasa sedikit malu, tubuhnya memanas mendengar bisikan-bisikan yang menghujam.
Raditya adalah lulusan diploma di bidang kedokteran-ilmu yang pada kenyataannya tidak banyak membantunya di desa ini. Ia hanya bisa bekerja di lokasi konstruksi. Karena desas-desus tentang bakat istimewanya yang selalu dibicarakan warga desa, Raditya merasa terasing. Ia tak ingin menjadi bahan ejekan, sehingga ia memilih jarang pulang.
Kembali ke desa kali ini, ada satu tujuan yang ia bawa: membuka sebuah klinik. Beberapa waktu lalu, saat bekerja di lokasi konstruksi, ia mengalami kecelakaan-jatuh dari kerangka besi. Namun, secara tak sengaja, liontin peninggalan leluhurnya menyala dan mengaktifkan kekuatan warisan leluhur yang terpendam dalam dirinya. Leluhurnya mengajarkannya keterampilan medis tradisional yang sangat berguna.
Suatu hari, ada seorang pekerja yang jatuh sakit di lokasi kerja. Raditya mencoba memberikan pengobatan dengan ilmu yang ia pelajari, dan tak disangka, pekerja tersebut pulih dengan cepat. Efek pengobatannya luar biasa, jauh melebihi harapan.
Itulah sebabnya, Raditya memutuskan untuk kembali ke desa dan membuka klinik. Namun, setelah kembali selama dua minggu, tak ada seorang pun yang datang untuk berobat. Sebaliknya, cerita tentang keajaiban tubuhnya malah semakin berkembang, semakin aneh dan fantastis.
Hari-harinya pun berlalu tanpa kunjungan, dan Raditya pun sibuk dengan pekerjaan di ladang, sementara kliniknya tetap kosong.
Suatu sore, saat ia sedang bekerja, Elvira, kakak iparnya, mendekatinya dengan senyum manis. "Raditya, aku dengar kamu buka klinik. Aku sudah beberapa hari nggak bisa tidur. Kapan kamu bisa bantu aku cek kondisi tubuhku?"
Raditya mendengar kata "pengobatan", dan seketika semangatnya menyala. "Tentu, aku akan memeriksa keadaanmu."
Elvira hanya berniat bercanda dan membuat Raditya datang, tetapi melihat antusiasme Raditya yang besar, ia merasa sedikit ragu. "Ah, nggak usah, aku ada urusan lain. Nanti saja, aku akan cari kamu lagi dalam beberapa hari."
Raditya merasa sedikit kecewa. "Oh, kakak ipar bisa datang kapan saja."
Dengan kepala tertunduk dan wajah yang sedikit murung, Raditya melambaikan tangan untuk berpisah dan melanjutkan langkahnya menuju ladang.
Tiba-tiba, sebuah mobil mewah berwarna merah melintas di jalan desa. Melihat itu, Raditya berdiri di pinggir jalan, menunggu mobil tersebut lewat. Namun, mobil itu tiba-tiba berhenti tepat di depannya.
Raditya mengerutkan alisnya, menatap mobil yang berhenti begitu saja. Begitu melihat sosok wanita yang keluar dari mobil, ia tertegun. Wanita ini sangat cantik. Matanya yang indah bagaikan buah aprikot, hidungnya sempurna, dan bibir merahnya menggoda. Ia mengenakan batik yang ketat, memperlihatkan tubuhnya yang sempurna.
Uhuk uhuk~
Wanita itu batuk pelan, lalu bertanya dengan suara lembut, "Hai, tampan. Maaf, boleh aku tanya? Apakah ini Desa Janda?"
Raditya terdiam sejenak, kemudian mengingat bahwa Desa Bunga Lestari memang juga dikenal sebagai Desa Janda. Ia mengangguk dan menjawab, "Ya, ini memang Desa Janda."
Wanita itu melanjutkan, "Aku mencari seseorang bernama Raditya. Bisa bantu aku carikan rumahnya?"
Raditya terdiam, terkejut. Ternyata wanita ini datang untuk mencarinya. Setelah mengamatinya sejenak, ia merasa tidak mengenalnya. "Apakah Anda yakin mencari Raditya?"
Wanita itu mengangguk, lalu menambahkan, "Iya, orang yang konon memiliki bakat luar biasa, seperti yang sering orang-orang sebut... seperti keledai pemimpin, Raditya. Kamu pasti tahu, kan?"
Raditya merasa wajahnya memanas, dan ekspresinya langsung berubah suram. "Ya, itu aku. Ada apa, Anda mencariku?"
Wanita itu terlihat sedikit terkejut, tapi ia memeriksa Raditya dari atas ke bawah dengan teliti. Setelah beberapa saat, ia tersenyum, "Hmm, bagus. Aku datang untuk mencarimu. Ayo, naik mobil."
Raditya menatap dirinya sendiri, pakaian kerjanya yang usang dan penuh debu-pasti tak pantas untuk masuk ke dalam mobil mewah wanita ini. "Ah, aku tidak perlu naik mobil," katanya, merasa sedikit canggung.
Wanita itu tersenyum tipis, matanya penuh pesona, seakan menatap langsung ke dalam jiwanya. "Jangan khawatir, aku punya permintaan. Asalkan kamu setuju, tidak hanya bisa naik mobil, kamu bahkan bisa tidur denganku."
Tidur?
Raditya merasa jantungnya berdebar kencang. Kata-kata itu membuatnya bingung, bahkan sedikit terguncang. Wanita ini cantik luar biasa, dan tubuhnya begitu menggoda. Tak mungkin dia, seorang wanita kaya, datang mencarinya-seorang pria asing di desa kecil ini. Namun, pikirannya kembali berputar. Mungkin dia hanya berpikir terlalu banyak.
Tapi apa sebenarnya yang wanita ini inginkan darinya? Mungkin, setelah mendengar tentang bakat medisnya yang luar biasa, dia datang untuk meminta bantuan.
Raditya pun tiba-tiba merasa semangat: "Baiklah, mari kita bicarakan di dalam mobil."
Ia berjalan menuju mobil, membuka pintu, namun ternyata tak ada pegangan pintu. Wanita itu tersenyum, memberi petunjuk, "Cukup tekan tombol merah itu."
Raditya sedikit malu, tetapi mengikuti instruksi itu. Ia menekan tombol bulat dan pintu mobil terbuka otomatis. Begitu duduk di dalam, aroma lembut dari wanita itu menyentuh hidungnya, dan hatinya mulai berdebar lebih kencang.
Begitu masuk ke dalam mobil, Raditya langsung mencium aroma lembut yang khas dari wanita itu. Hatinya berdebar, sedikit gugup. Ia mencoba menenangkan diri dan berkata, "Jadi, apa sebenarnya yang ingin kamu bicarakan?"
Wanita itu tertawa kecil, kemudian menjawab dengan suara lembut, "Sebelum itu, aku ingin tahu lebih dulu kondisi kesehatanmu. Berapa berat badanmu?"
Raditya terkejut sejenak. "Kenapa dia yang bertanya tentang aku?" pikirnya. Namun, ia segera menyadari, mungkin orang kaya seperti wanita ini memiliki standar yang sangat tinggi terhadap dokter. Mungkin juga dia kesulitan menemukan pasien untuk diperiksa.
"Berat badanku 67,5 kg," jawab Raditya, mencoba terdengar santai meski sedikit bingung.
Wanita itu mengangguk pelan, tampaknya cukup puas dengan jawaban tersebut. "Bagus. Lalu, berapa tinggi badanmu?"
Raditya menjawab dengan tenang, "180 cm."
Wanita itu tersenyum tipis, memandangnya dengan penuh minat. "Apakah kamu memiliki riwayat penyakit tertentu?"
Raditya menggaruk-garuk kepalanya, merasa wanita ini malah lebih mirip dokter daripada dirinya sendiri. "Tidak, sejak kecil aku tidak pernah sakit parah. Beberapa waktu lalu aku jatuh dan kulit aku terkelupas, tapi itu tidak masalah."
Wanita itu tersenyum puas. "Hmm, bagus. Kondisimu benar-benar sesuai dengan persyaratanku."
Raditya merasa semakin bingung. Apa sebenarnya yang wanita ini inginkan darinya?
Wanita itu memandangnya dengan tatapan serius dan berkata, "Kamu ingin mendapatkan uang banyak, bukan? Aku akan membayar kamu per hari."
Raditya menatap wanita itu, bingung. "Dua ratus juta per hari," kata wanita itu, dengan nada yang penuh keyakinan.