Semua novel yang kamu inginkan ada disini
Download
SANTANA SI TAPAK HARUM

SANTANA SI TAPAK HARUM

Arjunandar | Bersambung
Jumlah kata
151.3K
Popular
1.1K
Subscribe
98
Novel / SANTANA SI TAPAK HARUM
SANTANA SI TAPAK HARUM

SANTANA SI TAPAK HARUM

Arjunandar| Bersambung
Jumlah Kata
151.3K
Popular
1.1K
Subscribe
98
Sinopsis
18+FantasiFantasi TimurSilatPertualanganPendekar
Cerita silat klasik/biasa. Bukan cerita kultivasi, sistem, isekai/pindah dimensi atau semacamnya. Kisah seorang pendekar muda, gagah dan tampan yang memiliki kemampuan seperti detektif. Dia mampu memecahkan setiap kasus yang ditemui dalam petualangannya. Namun, siapa sangka ternyata dia murid seorang tokoh wanita tercantik di dunia persilatan. Siapakah wanita tersebut?
Bab 001

"Itu dia orangnya, kejar dan tangkap, jangan sampai lolos!"

"Santana, jangan kabur kau!"

Seorang pemuda berumur dua puluh tahun yang memiliki wajah tampan rupawan dengan badan gagah dan tegap terkejut mendengar teriakan menyebut namanya.

Belum sempat melihat siapa yang memanggilnya tadi, tahu-tahu langkahnya harus berhenti mendadak karena ada yang menghalangi jalannya.

Tiga orang laki-laki langsung mengepung pemuda dengan rambut lurus tergerai panjang hingga ke punggung ini. Bagian atasnya lebih menarik lagi dengan ikat kepala bercorak batik.

"Ada apa ini?" Santana tidak mengerti apa yang terjadi. Mengapa tiga orang ini mengurungnya?

"Kembalikan pusakaku!" sentak salah satunya yang sudah paruh baya menyodorkan tangan dengan telapak terbuka ke atas disertai wajah bengis penuh kebencian.

"Pusaka apa yang dimaksud Paman Salya, aku tidak mengerti?"

"Jangan pura-pura bodoh, kau telah mencuri pusaka Cakra Keling. Cepat kembalikan atau kuhabisi kau!"

"Apa, aku mencuri? Buat apa, Paman?" Terkejut Santana bagai disambar petir di siang bolong.

"Alah, jangan banyak bacot lagi. Maling tidak mungkin mengaku. Hajar dia, temukan pusakanya!" perintah lelaki yang dipanggil paman Salya ini kepada dua orang yang merupakan anak buahnya.

Paman Salya ini salah satu pendekar di desa Kamuning tempat tinggal Santana. Kepandaian silatnya sudah tidak diragukan lagi.

Begitu juga kedua anak buahnya ini. Namun, Santana juga bukan anak kemarin sore. Meski masih muda dia sudah memiliki beberapa jurus yang bisa diandalkan.

Dua anak buah paman Salya ini bahu membahu merobohkan Santana dengan jurus andalannya.

Sementara sang paman mencari kesempatan menyergap pemuda itu di saat ada celah.

Paman Salya memiliki sebuah pusaka yang disebut Cakra Keling. Sebuah senjata kecil yang berbentuk lingkaran pipih dengan sebuah lubang di tengahnya.

Tadi pagi dia kehilangan pusaka tersebut. Menurut salah seorang anak buahnya menyaksikan bahwa Santana keluar dari rumah Paman Salya dari pintu belakang dengan cara mengendap-endap dan terburu-buru.

Sementara Santana sendiri tidak merasa melakukannya. Jadi dia membela diri melawan dua anak buah Paman Salya ini.

Walaupun sudah memiliki kepandaian yang lumayan, tetapi menghadapi dua lawannya ini cukup kerepotan juga. Mungkin kalau cuma lawan satu orang, dia masih bisa mengatasi.

Warga desa hanya tahu Santana sudah hidup sebatang kara sejak beberapa tahun silam, tapi tidak ada yang tahu dari mana dia belajar ilmu silat.

"Paman, sumpah, aku tidak mencuri pusaka Paman!" teriak Santana membela diri dengan perkataan. Siapa tahu hati lelaki paruh baya ini sedikit luluh.

"Lumpuhkan saja maling tengik itu!" balas paman Salya menyuruh anak buahnya.

Santana semakin terdesak karena jurus-jurus lawannya semakin sulit dihadapi dan juga menutup ruang geraknya.

Akhirnya dengan gerakan nekad pemuda ini mem-beranikan diri memapak serangan salah satunya demi mendapatkan peluang kabur.

Takk! Bett!

"Aku bukan pencuri, maaf, Paman. Aku sedang ada urusan penting. Lain waktu aku akan kembali mem-bahasnya!" teriak Santana.

Upaya nekadnya ini membuahkan hasil. Salah satu lawannya terdorong cukup jauh. Peluang terbuka, segera saja dia ambil langkah seribu dengan ilmu meringankan tubuh yang belum sempurna.

"Kurang ajar! Kalau tidak mencuri, kenapa lari? Kejar terus sampai dapat!"

Rambut panjang yang terlihat indah itu melambai-lambai ke belakang menambah pesona si pemuda ini ketika berlari menerobos angin.

Ketampanan dan kegagahannya ini membuat para gadis tergila-gila. Dia menjadi idaman setiap wanita. Begitulah pada umumnya yang terjadi terhadap lelaki semacam dia.

Santana memang ada urusan yang lebih penting. Nanti kalau sudah beres dia berencana akan menemui paman Salya baik-baik membahas pusakanya yang hilang walaupun tidak tahu siapa sebenarnya yang telah mencurinya.

Akan tetapi pemuda tampan ini dihadapkan dengan masalah lain. Di depan sana tampak ada dua orang lagi yang sudah menghadang jalannya.

Seorang lelaki setengah baya bersama pemuda yang umurnya sedikit lebih tua darinya.

"Berhenti!" seru lelaki setengah baya.

Santana yang sedang terburu-buru terpaksa berhenti demi menghormati lelaki yang masih memiliki ikatan kekerabatan dengannya.

Namun, dari air muka lelaki itu menunjukkan rasa tidak suka. Wajah dingin. Bahkan benci.

"Paman Wira!" Santana menjura. Hatinya kebat-kebit. Paman Salya dan anak buahnya sebentar lagi pasti datang.

"Jangan mentang-mentang kau memiliki wajah tampan, lalu dengan seenaknya kau merayu istriku dan berbuat yang memalukan!" hardik paman Wira tiba-tiba. Benar saja, pamannya ini sedang dalam perasaan marah.

Karena ketampanannya juga banyak lelaki yang iri dengki padanya. Merasa tidak dianggap oleh wanita yang mereka inginkan, karena para wanita itu lebih mendambakan Santana.

"Aku tidak mengerti apa maksud Paman!"

Lagi-lagi Santana dibuat bingung untuk kedua kalinya.

"Keponakan laknat, masih tidak mau mengaku, hah!"

"Aku benar-benar tidak paham, Paman!"

"Kau telah meniduri istriku, masih mau menyangkal!"

"Ampun, Paman. Tidak mungkin aku melakukan perbuatan terkutuk itu. Bagaimana bisa Paman menuduhku seperti itu?"

Pikiran Santana jadi kacau. Sebelumnya dituduh mencuri pusaka paman Salya. Sekarang paman Wira menuduh hal yang lebih keji lagi.

Hari apa ini?

Kenapa hal buruk menimpanya bersamaan?

Mimpi apa semalam?

Apa karena wajah tampan ini sehingga banyak orang yang menginginkannya celaka?

Hari ini Santana hendak menemui gurunya di lembah Ciputri untuk menerima gemblengan baru, tetapi dua masalah keburu menghambatnya.

"Istriku sendiri yang bilang padaku!" ujar paman Wira. "Tidak kusangka, kau pemuda bajingan!"

Pagi tadi paman Wira mendapat pengakuan dari istrinya sambil menangis bahwa Santana telah merayunya sehingga dia mau diajak tidur malam tadi pada saat paman Wira sedang ikut meronda.

"Ti- tidak, aku tidak serendah itu, Paman. Ini fitnah!"

"Tutup mulut busukmu, ringkus dia, aku akan memberinya hukuman!"

Paman Wira memerintahkan pemuda di sebelah menang-kap Santana. Dia juga sebenarnya memiliki kanuragan yang tinggi, tapi demi wibawa dia menyuruh bawahannya.

Santana tahu kehebatan pemuda yang mengabdi kepada pamannya ini. Akhirnya dia terpaksa melayani adu jurus dengan pemuda tersebut.

Sementara di belakang rombongan paman Salya dan dua anak buahnya telah sampai. Dia langsung menyuruh anak buahnya menangkap Santana.

"Gawat, mati aku!" umpat Santana.

Sementara paman Wira dan Salya tampak saling bicara. Keduanya saling mengutarakan apa yang telah menimpa masing-masing.

Paman Wira semakin murka setelah mendengar penuturan paman Salya. Sedangkan paman Salya merasa jijik mendengar perbuatan tidak bermoral yang dilakukan si pemuda tersebut.

"Ternyata dia berotak kotor!" ujar paman Salya.

"Ternyata dia panjang tangan!" ujar paman Wira juga.

Di sebelah sana Santana sudah terdesak. Ilmu silatnya tidak mampu mengimbangi ketiga lawannya. Perasaannya semakin was-was.

"Sial, bagaimana kalau aku sampai tertangkap lalu dihukum atas perbuatan yang tidak pernah aku lakukan!" batin Santana.

Ketika situasi sudah tidak menguntungkan buat Santana. Ketika sudah merasa putus asa. Ketika hatinya berkata pasrah dan mungkin akan menyerah saja.

Tiba-tiba udara di sekitar tempat yang merupakan perbatasan desa itu berhembus kencang dan membawa aroma harum yang cukup menyengat menusuk hidung.

***

Lanjut membaca
Lanjut membaca
Download MaxNovel untuk membaca