Terdengar suara teriakan dan pecahan kaca. Kamera memperlihatkan seorang pemuda kecil bernama ARYA (8 tahun) yang bersembunyi di bawah meja, matanya membelalak penuh ketakutan,
"Aaaaaaaa"
teriakan wanita, suara pukulan, benda pecah
Di depan matanya, IBU dan AYAHnya disiksa oleh sekelompok orang bertopeng hitam. Mereka brutal dan tanpa belas kasih. Darah mengotori lantai.
ARYA (bisik, gemetar)
"ibu... Ayah..."
Tiba-tiba, sepasang tangan tua menutup mulut Arya dari belakang. Itu adalah KAKEK WARDOYO (76 tahun), wajahnya penuh luka dan sedih.
KAKEK WARDOYO
"Jangan bersuara. Kita harus pergi."
*******
KAKEK WARDOYO menggendong Arya sambil berlari menembus hutan. Nafasnya berat, tapi dia terus berlari, dikejar bayangan hitam dari kejauhan.
Mereka masuk ke sebuah goa tua. Udara dingin menyelimuti. Kakek menyalakan obor kecil.
KAKEK WARDOYO
"Di sini dulu. Kita aman..."
Tiba-tiba, suara langkah kaki terdengar lagi. Para penyerang menemukan mereka.
KAKEK WARDOYO berbalik pada Arya
"Lari, Arya! Masuk lebih dalam! Jangan lihat ke belakang!"
ARYA
"Tapi, Kek!"
KAKEK WARDOYO
"Cepat...! "
Kakek menghadang pintu masuk goa dengan tongkat tua. Terjadi perkelahian singkat. Arya menatap terakhir kali lalu berlari ke dalam goa.
Arya berlari ketakutan, air mata menetes, hingga ia terpeleset dan jatuh ke dalam lorong tersembunyi. Cahaya obor padam. Gelap total.
Setelah beberapa detik, ia bangkit perlahan. Di depannya, ada cahaya samar kehijauan dari dalam dinding goa.
Arya menelusuri lorong goa, gemetar ketakutan. Ia menyentuh dinding dingin. Cahaya hijau samar muncul dari celah batu.
ARYA "Apa ini...?"
Tiba-tiba, batu di hadapannya retak perlahan, membentuk sebuah ruang rahasia.
Ruang itu dipenuhi ukiran kuno. Di tengahnya melayang sosok JIWA TUA, berjubah putih, wajah penuh cahaya. Waktu terasa melambat.
"Wahai anak kecil, kau datang membawa luka... dan harapan." kata sosok jiwa tua itu.
"Siapa kau?" kata Arya dengan ekspresi ketakutan.
"Aku adalah bayangan dari masa silam. Penjaga kekuatan yang telah lama tersembunyi. Kekuatan ini tidak diberikan... tapi diwariskan kepada mereka yang kehilangan segalanya, namun masih berdiri."
kata sosok jiwa ini dengan gagah.
perlahan mendekat, meletakkan tangannya di dada Arya. Ledakan cahaya muncul.
Tiba-tiba Arya melayang dalam ruang kosong, dilatih gerakan bela diri oleh Jiwa Tua.
Gerakan silat, kelincahan, teknik pertahanan, dan meditasi.
Suara Jiwa Tua membimbingnya: “Kuasai amarahmu.”
Arya tumbuh lebih dewasa dalam semangat, meski tubuhnya masih kecil.
Cahaya redup. Arya kini duduk di lantai, keringat bercucuran. Tiba-tiba terdengar suara langkah dari lorong luar—orang bertopeng datang lagi.
"Aku tidak akan lari lagi." kata Arya suaranya bergema dalam ruangan itu,
Dua orang bertopeng masuk. Arya, yang sebelumnya tampak lemah, kini menghadapi mereka dengan teknik yang belum pernah terlihat. Gerakannya cepat, presisi. Ia menjatuhkan satu musuh dengan teknik jatuhan halus. Yang lain kabur ketakutan.
JIWA TUA
"Kekuatanmu belum sempurna. Tapi sekarang, kau punya jalan."
**********
Waktu berjalan tak terasa. Di kedalaman goa yang sunyi, Arya tumbuh di bawah bimbingan sosok Jiwa Tua. Sepuluh tahun telah berlalu. Tubuh mungil itu kini berubah; tinggi, kokoh, dan matanya menyimpan bara keteguhan.
Setiap hari, suara pukulan menggema di dinding goa.
"DOR!"
Tangan Arya menghantam batu karang keras. Debu batu beterbangan. Nafasnya teratur.
"Sekali lagi!" seru Jiwa Tua, menggema tanpa tubuh nyata.
"HAAAH!" Arya berteriak sambil melompat memutar, tendangannya menghantam tiang batu hingga retak. Suara “BRAK!” mengisi ruangan, diiringi pantulan gema panjang.
Jiwa Tua muncul dalam wujud bayangan berpendar biru, menatap dengan tenang.
"Tubuhmu sudah kuat, tapi jiwamu belum cukup tajam," katanya.
Arya mengatur nafas. Keringat menetes di dahinya. "Aku siap. Ajarkan saya tahap terakhir."
Jiwa Tua mengangguk. Tiba-tiba, bayangan itu berubah menjadi bentuk manusia utuh—wujudnya muda, seperti pendekar dari zaman kuno.
"Kau akan melawan aku. Jika kau menang, maka warisanku benar-benar milikmu."
Arya mengambil posisi. Napas panjang. Mata tajam.
Mereka saling mengitari, lalu...
"BUKK!"
Tangan Jiwa Tua menghantam dada Arya. "UGH!" Arya mundur beberapa langkah, menggigit bibir menahan sakit.
"HIYAAH!" Arya membalas dengan tendangan rendah. Jiwa Tua melompat menghindar, suara "SWIING!" saat angin terbelah.
Pertarungan terus berlangsung. Terdengar suara “TAP! TAP!”, pukulan telapak tangan cepat, dan suara "KRAKK!" ketika Arya berhasil mengunci lengan lawannya.
Tapi Jiwa Tua tersenyum.
"Sudah cukup…" katanya, tubuhnya mulai memudar, bercahaya seperti debu bintang.
"Kenapa… kau menghilang?" tanya Arya terengah.
"Karena kau telah menjadi penerusku. Tugasmu bukan membalas dendam… tapi menjaga keseimbangan."
Tubuh Jiwa Tua lenyap, meninggalkan jubah putih yang jatuh perlahan ke tanah.
Arya berdiri dalam diam. Di dadanya, kekuatan lama telah menjadi bagian dari dirinya. Dan di dalam kesunyian goa itu, lahirlah seorang pendekar dari kegelapan.