Semua novel yang kamu inginkan ada disini
Download
RIFT Ratakan Dua Dunia

RIFT Ratakan Dua Dunia

Onion Ring | Bersambung
Jumlah kata
85.0K
Popular
100
Subscribe
19
Novel / RIFT Ratakan Dua Dunia
RIFT Ratakan Dua Dunia

RIFT Ratakan Dua Dunia

Onion Ring| Bersambung
Jumlah Kata
85.0K
Popular
100
Subscribe
19
Sinopsis
PerkotaanSupernaturalTeknologiTeka-tekiKekuatan Super
Ketika Reksa mulai melihat retakan bercahaya di langit kotanya, ia mengira itu hanya ilusi. Namun, saat makhluk-makhluk asing muncul dari celah tersebut dan mulai mengacau, ia sadar, dunia yang ia kenal sedang runtuh. Bersama Sera, seorang pejuang bayangan dengan rahasia kelam, dan Levi, pria misterius dengan koneksi ke dunia lain, Reksa terpaksa terlibat dalam perang antara dua realitas. Satu dunia harus jatuh agar yang lain bertahan. Di tengah pengkhianatan, pertempuran, dan kebenaran yang mengguncang, Reksa harus memilih: melawan takdir atau menerima kehancuran dunia yang ia cintai?
Retakan di langit

Langit Jakarta malam itu seperti biasa, kelabu, muram, dibalut awan polusi dan siraman cahaya kota yang tak pernah tidur. Tapi bagi Reksa, ada sesuatu yang berbeda. Sesuatu yang tidak seharusnya ada.

Ia berdiri di atap rusun lantai sembilan, tempat biasa ia menyendiri sejak ayahnya meninggal dua tahun lalu. Tangannya memegang sekaleng soda hangat, kakinya menggantung di tepian beton, dan telinganya menangkap samar gemuruh jauh di atas sana. Tapi tidak ada petir. Tidak ada hujan. Tidak ada alasan logis mengapa dadanya terasa seperti ditusuk gelombang listrik halus.

Lalu ia melihatnya.

Retakan.

Garis tipis bercahaya ungu kebiruan, mengambang diam di angkasa, seperti celah di antara dua lapisan realitas. Awalnya ia mengira itu cahaya lampu reklame atau pantulan kaca gedung. Tapi kilatan itu tidak bergerak, tidak berkedip, dan yang lebih aneh, tidak ada seorang pun yang melihatnya.

Ia menoleh ke arah jalanan di bawah. Orang-orang berlalu-lalang seperti biasa. Ojek online melaju, anak-anak nongkrong di warung kopi, ibu-ibu berbelanja malam. Tak ada yang berhenti dan menengadah. Tak ada yang berteriak atau bertanya.

Seakan retakan itu hanya untuknya.

"Kamu lihat juga?" Sebuah suara membuatnya terlonjak.

Reksa memutar kepala. Seorang gadis berdiri tak jauh darinya, mengenakan hoodie abu-abu dengan rambut perak tergerai sampai bahu. Wajahnya tenang, matanya tajam. Seakan sudah tahu jawaban dari pertanyaan yang baru ia ajukan.

"Siapa kamu?" tanya Reksa waspada.

"Namaku Sera," jawabnya singkat. "Dan kalau kamu bisa lihat retakan itu, berarti waktunya sudah dekat."

Reksa menatap gadis itu, lalu kembali ke langit. Retakan itu tampak lebih besar sekarang, denyut cahayanya berdetak pelan seperti jantung, hidup dan menunggu. Hawa di sekelilingnya berubah, lebih dingin, lebih berat. Bau logam samar tercium di udara.

"Ini apaan?" tanyanya, suaranya bergetar.

Sera tidak menjawab. Ia melangkah mendekat dan duduk di sampingnya. Tatapannya mengarah ke retakan di langit, dan untuk sesaat, keheningan menyelimuti mereka. Hanya suara kota yang jauh dan gemuruh halus dari celah aneh di atas sana.

"Kamu bukan orang biasa," katanya akhirnya. "Dan itu, bukan retakan biasa."

Reksa tertawa kering. "Oke. Jadi kamu siapa? Agen pemerintah? Alien? Malaikat?"

"Aku pelindung. Penjaga retakan," jawabnya datar.

"Dan aku...?" Ia tak berani menyelesaikan kalimat itu.

Sera menoleh padanya. Mata peraknya memancarkan sesuatu yang dalam, seperti menyimpan ribuan cerita. "Kamu kunci. Kamu... pembuka."

Seketika, retakan itu berdenyut lagi, lebih cepat, lebih kuat. Kilat ungu menyambar langit, memantul di gedung-gedung tinggi, dan untuk sesaat, seluruh kota seolah membeku. Lampu-lampu meredup, suara berhenti, waktu seperti berhenti bernafas.

Reksa jatuh terduduk, dadanya sesak. Di matanya, dunia mulai retak. Bukan hanya langit, tanah di bawahnya, udara di sekitarnya, suara-suara... semuanya bergetar dalam frekuensi yang asing. Seolah dua dunia saling menabrak dalam satu titik.

Sera berdiri. "Dia datang," bisiknya.

"Siapa?" Reksa terengah.

Sera mengangkat satu tangan, dan dari lengannya, muncullah sebilah belati cahaya. Pisau itu tampak hidup, berdenyut dalam irama yang sama dengan retakan. Ia menatap langit, bersiap.

Reksa masih belum bisa bergerak ketika sesuatu menjulur dari retakan itu, tangan hitam berasap, dengan jari-jari panjang seperti tulang arang. Tangan itu merobek langit dan membuka celah lebih lebar. Suara asing berdengung, seperti bisikan dalam bahasa yang tak pernah dikenal manusia.

Lalu sosok itu muncul. Mata merah, tubuh berjubah kabut, dan kehadiran yang membuat seluruh tubuh Reksa gemetar.

Sera melompat.

Dengan gerakan yang tak manusiawi, ia memotong udara, menghantam makhluk itu sebelum kakinya menyentuh atap. Percikan cahaya meledak, dan dentuman keras menghantam rusun. Reksa terlempar ke belakang, menghantam dinding tangki air dengan kepala berdenyut.

Semua begitu cepat.

Dalam kabur pandangannya, ia melihat Sera bertarung. Gerakannya seperti bayangan, cepat, presisi, dan mematikan. Tapi makhluk itu tidak lemah. Setiap tebasannya dibalas, setiap kilatan ditangkis. Dan setiap kali mereka bertemu, dunia bergetar lagi.

Sampai akhirnya, semuanya berhenti.

Makhluk itu kembali ke celah dan menghilang. Retakan mengecil. Sera terengah di ujung atap, belatinya berdarah cahaya.

Reksa tak bisa bicara.

Sera menoleh padanya dan berkata pelan, "Ini baru permulaan, Reksa. Retakan belum tertutup. Dan mereka akan datang lagi. Kamu harus siap."

Sebelum Reksa bisa bertanya, sebelum ia bisa memahami semua itu, langit kembali seperti semula. Gelap, kelabu, dan penuh bintang buatan dari cahaya kota. Tapi bagi Reksa, dunia tidak akan pernah sama lagi.

Karena malam itu, langit retak.

Dan hidupnya ikut terbelah.

-----

Reksa terbangun di kamarnya dengan kepala berdenyut. Lampu neon menyorot dari jendela, menciptakan bayangan-bayangan aneh di dinding. Napasnya berat, kausnya basah oleh keringat. Ia menatap langit-langit, mencoba mengingat apakah semua itu hanya mimpi.

Tapi saat matanya melirik ke tangan kirinya, ia membeku.

Ada bekas luka. Seperti garis tipis menyala samar di kulitnya, ungu, seperti retakan di langit tadi malam. Ia mengusapnya, tapi garis itu tetap di sana. Tidak sakit. Hanya... terasa panas, seperti membakar dari dalam.

Ia bangkit dan melangkah ke jendela.

Langit sudah terang, kebiruan pucat dengan awan tipis menggantung malas. Tak ada retakan. Tak ada Sera. Tak ada makhluk berjubah kabut.

Namun, perasaan ganjil masih menggelayut di dadanya. Bukan hanya karena ia melihat sesuatu yang tak bisa dijelaskan, tapi karena entah kenapa, ia merasa seolah dirinya telah berubah. Seolah sejak tadi malam, dunia ini tak lagi dunia yang sama.

Ponselnya bergetar.

Pesan baru. Nomor tak dikenal.

"Kamu udah kebuka. Jangan lari."

—S

Tangannya gemetar. Ia hampir menjatuhkan ponselnya. Jantungnya berdebar cepat, bukan karena takut, tapi karena sesuatu di dalam dirinya mulai percaya. Semua ini nyata.

Lalu notifikasi lain masuk. Kali ini bukan dari pesan, tapi dari aplikasi berita lokal.

[BREAKING NEWS]

Ledakan Aneh di Gedung Tua Menteng. Warga Lapor Cahaya Ungu Sebelum Kejadian.

Matanya melebar. Itu hanya beberapa blok dari rusunnya. Ia membuka video unggahan warga. Kabur, goyah, tapi jelas terlihat, kilatan ungu, ledakan kecil, dan... sekelebat sosok perempuan berhoodie abu-abu sebelum semuanya padam.

Sera.

Reksa mengusap wajahnya. Tubuhnya menegang. Ia bukan hanya saksi. Ia bagian dari ini semua. Dan ia tahu, retakan itu belum selesai.

Suara ketukan pintu membuyarkan pikirannya. Dua kali. Pelan, tapi mantap.

Reksa berjalan ragu menuju pintu. Ia mengintip.

Seorang laki-laki berdiri di depan pintu. Tinggi, berambut ikal gelap, dan mengenakan jaket kulit lusuh. Wajahnya tampak tenang, tapi sorot matanya tajam, seolah bisa membaca isi kepala orang.

"Reksa?" tanyanya.

Reksa tak menjawab.

"Nama aku Levi. Aku teman Sera."

Ia mengangkat sesuatu, sebuah buku kecil bersampul hitam dengan lambang retakan di tengahnya.

" harus ikut aku. Sekarang."

Reksa menatapnya lama. Dunia lamanya, kampus, kopi sachet, tugas-tugas kuliah, suara klakson dari jalan raya, seakan bergeser, memudar.

Dunia baru sedang memanggilnya.

Dan ia tahu, tak bisa berpaling lagi.

Lanjut membaca
Lanjut membaca
Download MaxNovel untuk membaca