Semua novel yang kamu inginkan ada disini
Download
Penakluk Perkebunan Ajaib

Penakluk Perkebunan Ajaib

Jusuf | Bersambung
Jumlah kata
772.9K
Popular
121.1K
Subscribe
2.7K
Novel / Penakluk Perkebunan Ajaib
Penakluk Perkebunan Ajaib

Penakluk Perkebunan Ajaib

Jusuf| Bersambung
Jumlah Kata
772.9K
Popular
121.1K
Subscribe
2.7K
Sinopsis
PerkotaanSupernaturalSistemMengubah Nasib
Untuk memenuhi kebutuhan hidup, Sam membanting tulang part time di beberapa tempat kerja. Saat mengantar makanan, sebuah kecelakaan mengubah nasibnya, dia mendapatkan sebuah sistem pertanian. Di dalam sistem ini, ia bisa menanam berbagai macam sayuran dan memelihara hewan sesuka hatinya. Dari saat itu juga, ia memulai kehidupan yang penuh petualangan. Dia bertekad untuk membangun sebuah kerajaan yang dapat membantu lebih banyak orang.
Bab 1

"Sam, hari ini kamu telah mengangkut empat puluh gerobak tanah. Untuk upahnya yaitu enam ribu rupiah pergerobak, jadi ini upahmu hari ini, sebesar dua ratus empat puluh ribu."

Seorang laki-laki paruh baya bertubuh ramping dan berkulit kuning langsat menatap iba pada pemuda yang ditaksir tinggi seratus tujuh puluh lima sentimeter di depannya.

Samudra menyeka tangannya yang kotor, lalu dengan semringah dia meraih beberapa lembar uang itu dengan kedua tangan. Seketika rasa letihnya hilang begitu saja.

"Terima kasih banyak, Paman. Besok saya akan datang lebih awal."

Samudra menyalami laki-laki itu. Lelaki yang dipanggil paman balas menggenggam erat tangan Samudra, "Sam, saya dengar kamu masih kerja sambilan jadi pengantar makanan saat malam dan bahkan di hari libur pun kamu mengantar paket, apa kamu tidak lelah?"

Raut Samudra tampak getir, "Ini semua demi biaya kuliah saya, Paman. Kakek telah bekerja keras selama ini bahkan sampai jatuh sakit dan juga telah berhutang banyak demi memenuhi kebutuhan kami. Jadi sudah saatnya saya meringankan beban beliau. Saya tidak tega melihat kakek bekerja keras lagi."

"Tapi kamu juga jangan bekerja terlalu keras seperti ini, jika kamu sampai kelelahan dan sakit bagaimana dengan Kakekmu?"

"Saya masih muda dan sehat, Paman, jadi saya pikir tidak akan masalah. Saya pamit dulu, Paman." Samudra berpamitan.

Di sebuah sumber air yang terletak di wilayah kontruksi, Samudra mengguyur tubuh dan membersihkan diri. Airnya terasa segar sekali. Setelah selesai mandi, dia kembali berpakaian. Dimana setelan jeans usang itu telah dipersiapkan dari rumah. Samudra bergegas ke tempat kerja berikutnya.

Mengendarai sepeda motor butut yang dibeli seharga satu juta, Samudra telah bersiap hendak berangkat sebagai kurir. Setelah memasang helm, dia pun mengaktifkan ponsel seharga satu juta empat ratus itu dan membuka sebuah aplikasi antar makanan. Tak lama kemudian ponselnya bergetar. Sebuah notifikasi panggilan dari kontak yang diberi nama 'Adik'.

Melihat itu, senyum yang sebelumnya terukir di wajah Samudra menghilang begitu saja.

"Samudra, mana uang biaya keperluan ku bulan ini, apa kamu mau aku mati kelaparan?"

Samudra cukup kaget mendengar suara di seberang ponselnya.

"Alea, emang benar aku udah janji ngasih kamu uang untuk kebutuhan hidup setiap bulan. Minggu lalu udah kukasih satu juta. Apa uang untuk biaya bulan ini udah habis?"

"Aku ngga mau tau. Kalo kamu nggak ngasih uangnya, aku bakal minta sama kakek. Kakek pasti punya uang, bahkan dia bisa bayar uang kuliah cucu angkat sepertimu. Dia pasti tidak mengabaikan aku, cucu kandungnya sendiri.

Mendengar hal itu, Samudra tak bisa berkata-kata, " Alea, jangan minta sama kakek. Aku akan mencarinya untukmu."

"Pokoknya paling lambat besok." Alea menyahut.

Setelah menutup telepon, wajah Samudra dipenuhi gurat putus asa. Dia tahu bahwa dirinya dan Alea adalah anak yatim yang diadopsi kakeknya. Namun, untuk menyenangkan hati adiknya, Samudra menyebutkan bahwa dirinyalah yang diadopsi sementara Alea adalah cucu kandung.

Sayangnya Alea selalu memanfaatkan hal ini untuk menguras saudaranya.

Demi kebaikan kakeknya, Samudra tak punya pilihan lain selain bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan adiknya, Alea.

Samudra menghela napas berat. Dibukanya aplikasi pesan antar itu, seketika itu juga dia mendapatkan pesanan. Mengingat uang yang diminta Alea harus ada besok hari, dia langsung menerima pesanan itu tanpa berpikir panjang.

Setelah menerima pesanan, Samudra melihatnya dengan teliti dan dia bisa tidak menggelengkan kepala. Lokasi pesanan ini berada setidaknya tiga puluh dua kilometer dari posisinya sekarang. Pastinya akan memakan waktu. Jika pelanggan memberikan ulasan yang buruk, dia tidak akan bisa mendapatkan pesanan selama dua hari.

Samudra menggenggam ponselnya dan langsung menelepon orang tersebut. Hal yang membuat dia terkejut adalah orang tersebut dengan cepat setuju untuk tidak memberikan penilaian buruk, dengan syarat Samudra mengantarnya ke suatu tempat dan membawa satu paket.

Samudra segera menerima pesanan itu. Dia meraih tas ransel biasa miliknya. Sesuai dengan lokasi yang disebutkan di telepon, ia langsung menancap sepedanya menuju tempat tersebut tanpa bertanya lagi.

"Guru, pihak lain sudah membawa barangnya, kamu harus perhatikan penerimaan barangnya!" ujar seseorang ditelepon saat Samudra baru saja menerima paket yang akan diantarnya.

Di sebuah persimpangan terdapat satu mobil pribadi tanpa plat nomor. Seorang pria mengaktifkan ponselnya dan berkata dengan suara pelan, "Barang sudah berangkat, pastikan kalian siap menerimanya dan lakukan dengan rapi!"

Pria itu turun dari mobil dan menatap sepeda motor yang menjauh. Dia menghela napas panjang dan berkata, " Lagi-lagi ada orang malang, anggap saja aku membersihkan sampah tak berguna di dunia ini."

Meskipun Samudra percaya bahwa orang itu tidak akan memberikan penilaian buruk, tetap saja dia merasa gelisah.

Ketika sepeda motornya melewati bagian jalan yang gelap, tiba-tiba ada kilauan cahaya. Refleks Samudra menundukkan kepala, dan seketika dia mendapatkan hantaman keras di punggungnya membuatnya kehilangan kesadaran.

Tubuhnya terjerembab, darah segar pun mengalir mengenai tas yang menggantung di dadanya. Beriringan dengan kilauan itu tas yang semula penuh, telah diambil isinya. Momen berikutnya, cahaya lampu mobil pribadi menyala. Tidak jauh dari sana dua orang yang membawa senter bercahaya terang dengan memakai masker dan topi juga datang ke arah Samudra.

Mereka mendekati Samudra yang penuh darah. Naasnya, mereka sama sekali tidak peduli dengan hidup matinya Samudra dan mereka langsung meraih ransel di tubuh lelaki malang itu.

"Jangan bergerak."

Detik berikutnya, kilauan cahaya lain muncul, satu per satu polisi dengan seragamnya muncul.

"Cepat pergi, ada penyergapan." Dua orang tersebut panik.

"Guru, ada masalah, Seno dan yang lainnya semua telah ditangkap."

Pada malam harinya kepolisian memberitakan bahwa mereka berhasil memecahkan kasus besar. Pelaku kejahatan menggunakan jasa pengantar makanan. Dimana para petugas pengantar makanan ini tidak memeriksa bawaannya. Untuk menghapus jejak tanpa mengungkapkan identitas, mereka melakukan rekayasa kecelakaan dan mengambil barang haram itu.

Dalam kurun waktu satu bulan, telah sebelas orang kurir meninggal. Hanya kali ini korban tidak meninggal, tetapi mendapatkan luka berat.

Di ruang perawatan intensif Rumah Sakit Kencana kota Alegar, seseorang laki-laki malang terbujur kaku. Sekujur tubuhnya dibalur perban hanya mata dan hidungnya yang tersingkap.

Di luar ruangan, terdapat beberapa orang yang berbincang tentang situasi ini, "Apa yang sebenarnya terjadi pada Samudra, bagaimana dia bisa menjadi seperti ini?"

Seorang pria paruh baya menatap dengan raut ingin tahu, "Kamu siapanya Samudra?"

"Saya teman seuniversitasnya, Arya. Saya tahu kondisi keuangannya sedang sulit, setiap malam dia bekerja paruh waktu sebagai kurir pengantar makanan demi mendapatkan biaya tambahan. Malam ini dia tidak pulang, saya khawatir apalagi setelah mendengar informasi yang diberikan teman-teman. Apa yang terjadi padanya?"

Laki-laki bernama Arya balas bertanya.

"Dia mengalami kecelakaan."

"Apa saya boleh masuk untuk melihat teman saya?"

"Dia sekarang dalam keadaan koma. Dokter bilang, kemungkinan dia bangun nyaris tak ada sama sekali. Jadi, saya kira tak ada gunanya kamu masuk."

____

Mendengar hal itu, ekspresi teman Samudra berubah drastis. Dia beralih posisi ke jendela kaca dimana menampilkan Samudra yang tengah terbujur kaku di dalamnya. Arya menatap iba.

Seminggu kemudian, Arya menerima sebuah pesan dimana mengabarkan sahabatnya yang di vonis akan segera meninggal tiba-tiba sadar. Sebagai sahabat yang baik, seketika itu juga dia bertolak ke rumah sakit.

Setibanya di rumah sakit, Arya melihat seorang pemuda dengan tinggi seratus delapan puluh sentimeter dengan penampilan urakan tegak mematung di ruangan dimana Samudra dirawat.

"Apa maksudnya? Samudra itu adikku, tentu saja aku yang akan membayar kompensasinya."

Mendengar perdebatan itu, Arya lekas menghampiri orang yang dikirim khusus oleh perusahaan layanan pengiriman makanan.

"Apa yang terjadi?"

Tak lama kemudian, terdengar suara lemah dari ruangan, "Arya, panggil pak manager masuk! Ada hal yang ingin kubicarakan dengannya."

Di ranjang rumah sakit, Samudra terlihat baik-baik saja. Perban di wajahnya telah dibuka, Arya cukup kaget melihat kondisi sahabatnya.

"Sam, apa kamu masih akan menginginkanku bersekolah atau tidak? Katamu akan memberiku uang, tapi mana? Malah kamu berpura-pura sekarat di sini."

Mendengar hal itu, Arya naik pitam. Dia meraih tangan Alea dengan kasar.

"Apa benar kamu masih adiknya Sam, kakakmu sudah menjadi seperti ini, seenaknya bicara seperti itu. Keluarlah dari sini!"

"Arya, lepaskan dia!"

Berbarengan dengan itu, manager tempat samudra bekerja pun datang menghampiri.

"Pak berapa jumlah asuransi yang saya terima?"

"Kepemilikan asuransi sebesar dua juta tujuh ratus. Mendengar situasimu yang begini, perusahaan memberikan dana kemanusiaan sebesar empat juta lagi."

"Arya, berapa biaya pengobatan selama ini?"

"Kamu adalah korban, Sam. Jadi semua biaya pengobatanmu ditanggung oleh pihak kepolisian."

"Pak manager, tolong berikan Alea uang seratus juta!"

Alea berbinar mendengar perkataan kakaknya, "Buruan, tunggu apa lagi?"

"Alea, ini semua adalah biaya sekolahmu hingga kuliah. Kondisiku yang begini juga tidak bisa membantu. Jangan coba-coba minta lagi pada kakek. Jika kamu masih berani bertindak begitu, lihat saja akibatnya!"

Sorot mata Samudra tampak tajam seolah seperti pedang yang siap menebas leher siapa saja di depannya. Mendengar hal itu, Alea pun berjalan mundur dengan sedikit bergidik ngeri. Baru kali ini dia melihat Samudra begitu marah.

Lanjut membaca
Lanjut membaca
Download MaxNovel untuk membaca