Semua novel yang kamu inginkan ada disini
Download
Pasangan Pendekar Gila

Pasangan Pendekar Gila

Sylphea Silfi | Bersambung
Jumlah kata
55.5K
Popular
191
Subscribe
76
Novel / Pasangan Pendekar Gila
Pasangan Pendekar Gila

Pasangan Pendekar Gila

Sylphea Silfi| Bersambung
Jumlah Kata
55.5K
Popular
191
Subscribe
76
Sinopsis
FantasiFantasi TimurMonsterKultivatorDewa Perang
Dua Orang Gila. Satu Jalan Kultivasi. Kekacauan Tanpa Akhir!Di dunia kultivasi di mana jubah putih berkibar dan pedang berkilauan sinis, hadirilah dua pendekar yang sama sekali TIDAK normal. Dia, Bima, si Pendekar Gila Cinta, yang lebih percaya pada kekuatan rayuan mautnya daripada teknik pedang warisan leluhur. Musuh bisa dikalahkan bukan dengan jurus, tapi dengan pujian yang begitu norak sampai-sampai qi-nya tersedak sendiri!Dia, Citra, si Ratu Galak yang cantiknya memabukkan tapi amarahnya menghancurkan gunung. Daripada meditasi, dia lebih suka menyelesaikan masalah dengan pukulan, biasanya ke arah Bima yang tak pernah berhenti menggodanya dengan rayuan yang lebih gila daripada kitab kultivasi kuno.Bersatulah dua kekacauan berjalan ini! Dari berburu monster sampai berebut harta karun, mereka tak hanya mengacaukan dunia kultivasi, tapi juga pertahanan satu sama lain. Bisakah cinta mereka tumbuh di antara gombalan yang memalukan dan pertarungan yang menghancurkan harga diri? Siap-siap tertawa dan menyaksikan dunia kultivasi porak-poranda oleh pasangan paling gila sepanjang masa!
Bab 1 Dou Gila dari Gunung Jingga

Langit di atas Gunung Jingga baru saja memoles warna jingganya dengan sapuan lembut senja. Udara yang biasanya dipenuhi dengan energi spiritual Aura Langit, hari ini justru tercemar oleh suara teriakan yang sama sekali tidak selaras dengan kedamaian tempat suci para petapa itu.

"Wahai, Rembulan yang Jatuh ke Bumi! Cahaya parasmu hari ini begitu mempesona, sampai-sampai burung Manyar pun malu dan memutuskan untuk terbang mundur!"

Berkata seorang pemuda dengan jubah sederhana yang sedikit compang-camping, berdiri dengan gaya sok perkasa di atas sebuah batu besar. Itu adalah Bima, seorang murid Pendekar tingkat bawah di Perguruan Seruni Putih. Namun, reputasinya bukan karena kemajuan latihan bathinnya yang lambat, tapi karena mulutnya yang lebih tajam daripada keris pusaka, dan isinya bukan jurus maut, melainkan... gombalan yang membuat siapa pun yang mendengarnya ingin menyumbat telinga dengan biji kedondong.

Sasaran gombalannya... seorang gadis yang sedang duduk bersila di atas sehelai daun raksasa, berusaha berkonsentrasi menyerap aura senja. Citra, murid unggulan Perguruan Seruni Putih. Wajahnya memang sempurna bagai ukiran bidadari, tapi sorot matanya saat ini sedang tajam cukup mampu untuk menembus besi baja.

"Bima," desisnya tanpa membuka mata, suaranya dingin bagai embun di puncak gunung. "Jika kau tidak segera menghilang dari pandanganku dalam hitungan ketiga, aku akan menjadikanmu sasaran untuk latihan memanah adik-adik tingkat bawah. Satu."

"Ah, ancamanmu begitu menggugah, bagai kidung paling merdu di dunia!" Bima melompat turun dari batu, mendekat dengan senyum tak bersalah. "Bahkan kemarahanmu adalah sebuah gamelan yang..."

"Dua."

"Tunggu, jangan terburu-buru! Aku cuma ingin memberimu hadiah!" Bima merogoh sakunya dan mengeluarkan... sebuah bunga liar yang layu dan seekor jangkrik yang terikat dengan tali rumput, yang sedang meronta-ronta. "Lihat! Ini adalah simbol cintaku yang abadi, bagai jangkrik yang setia ini yang tak pernah berhenti berkicau untuk..."

Dor!

Tidak sampai hitungan ketiga, sebuah bola energi putih kecil melesat dari jari Citra dan menghantam tepat di dada Bima. Terlemparlah dia beberapa meter ke belakang, mendarat di semak-semak dengan suara gedebuk.

"Gah! Pukulan cintamu... sungguh... menggairahkan!" suara Bima terdengar dari balik semak, disusul batuk kecil.

Citra akhirnya membuka matanya, menghela napas panjang. Setiap hari. Setiap... Hari. Tidak pernah absen. Tingkat Pengerahan aura-nya mandek di tingkat ketiga Kumpulan Aura selama sebulan terakhir, dan dia yakin sekali penyebabnya adalah makhluk terkutuk bernama Bima ini yang selalu mengacaukan konsentrasinya.

"Kau tahu, Bima," katanya, berdiri dan menyapu debu dari jubahnya yang putih bersih. "Daripada membuang waktumu untuk omong kosong, lebih baik kau pergi ke ruang pelatihan dan mencoba untuk setidaknya naik ke tingkat kedua Kumpulan Aura. Atau kau lebih memilih untuk jadi sampah seumur hidup?"

Bima merangkak keluar dari semak, daun menempel di rambutnya yang acak-acakan. Dia tersenyum, sama sekali tidak tersinggung. "Mengapa aku harus menjadi pendekar perkasa, jika menjadi sampah cintamu adalah takdirku yang indah?"

Citra memutar matanya. Mustahil. Benar-benar mustahil berdebat dengan orang ini.

Tiba-tiba, sebuah kentongan berbunyi tiga kali, menandakan peristiwa penting.

"Semua murid, berkumpul segera di Lapangan Utama! Ada pengumuman dari Sesepuh Perguruan!" suara seorang sesepuh menggema di seluruh gunung.

Citra langsung melayang ke arah lapangan, wajahnya serius. Bima, yang masih kusut, langsung bersemangat dan berlari mengikutinya. "Wah, pasti ada tugas seru! Kita bisa pergi bersama, Citra! Seperti sepasang merpati yang..."

"Diam, atau kau kubungkam dengan paksa!"

Lapangan Utama sudah dipenuhi ratusan murid. Di depan, Sesepuh Lim, seorang tua dengan janggut panjang, tampak serius.

"Murid-murid," suaranya bergema. "Seekor monster Celeng telah muncul di Hutan Kelam di kaki gunung. Ia mengamuk dan mengancam desa-desa sekitarnya. Perguruan kita mengutus kalian untuk memburu makhluk itu. Siapa pun yang berhasil membunuhnya dan mengambil inti aura-nya akan dihadiahi... Pil Penyuci Tulang tingkat menengah!"

Suasana langsung gempar. Pil Penyuci Tulang! Itu hadiah yang sangat berharga, bisa mempercepat latihan bathin secara signifikan!

Citra matanya berbinar. Itu yang dia butuhkan untuk menembus hambatan-nya!

"AKU AKAN MENDAPATKAN PIL ITU UNTUKMU, CAHAYA HATIKU!" teriak Bima tiba-tiba, membuat semua orang terdiam dan menatapnya. Citra ingin menghilang ditelan bumi.

Sesepuh Lim menghela napas. "Baik. Berangkatlah. Dan tolong... jaga sikap."

Sebelum Citra bisa melesat pergi, Bima sudah seperti bayang-bayang di sampingnya. "Jangan khawatir, Kekasihku. Dengan cintaku yang membara sebagai pelindung, tidak ada monster Celeng yang..."

"Bima," potong Citra dengan nada datar, berjalan cepat menuju pintu gerbang perguruan. "Kau akan ikut. Tapi jika kau membuat satu saja suara aneh, atau mencoba menggombal, aku akan mengikatmu dan meninggalkanmu di sarang celeng itu. Apakah jelas?"

"Jelas sekali! Aku akan bisu bagai katak yang sedang bertapa!"

Perjalanan ke Hutan Kelam tidak memakan waktu lama. Suasana di hutan itu gelap dan menyeramkan, pepohonan rapat menghalangi cahaya matahari.

Mereka tidak sendirian. Beberapa kelompok murid lain juga sudah berburu.

"Lihat, itu Citra si cantik dan si sampah Bima," desis seseorang. "Apa dia harap bisa menang dengan si tolol itu?"

Citra mengabaikannya, matanya menyapu hutan dengan waspada. Bima, yang berjanji akan bisu, justru bersiul kecil sambil memetik bunga-bunga liar.

Tiba-tiba, suara deruhan dan decitan kayu patah terdengar. Seekor makhluk besar dengan taring runcing dan mata merah menyala menerobos semak-semak monster Celeng itu, besarnya hampir dua kali kerbau!

"Bersiap!" teriak Citra, menarik pedangnya. Energi Aura berkumpul di sekelilingnya.

Para murid lain juga melihatnya dan berteriak, saling berebut untuk mendapatkan hadiah. Kekacauan pun terjadi. Jurus-jurus melesat, tapi monster celeng itu terlalu kuat dan gesit, dengan kulit yang keras.

Citra menghindar dari serangan taringnya dan membalas dengan tusukan pedang. Klang! Pedangnya nyaris memantul. "Terkutuk! Kulitnya terlalu keras!"

Dia melirik Bima, berharap... entah berharap apa, mungkin si tukang gombal ini bisa membantu. Tapi yang dia lihat adalah Bima sedang asyik merangkai bunga-bunga liar menjadi kalung.

"BIMA! CEPAT BANTU!!!" teriak Citra saat celeng itu mengamuk ke arahnya.

Bima melongo. "Tapi kau bilang aku tidak boleh bersuara..."

"SEKARANG BUKAN WAKTUNYA UNTUK BERSAJAK INDAH!"

Bima tersenyum. Dia melemparkan kalung bunganya. Tapi bukan ke arah celeng, melainkan... ke arah kepala celeng itu, dan mendarat sempurna di lehernya yang berbulu kasar.

"Untukmu, Wahai Babi Hutan yang Perkasa!" teriak Bima. "Hiaslah kecantikanmu dengan karangan bunga cintaku! Biarkan dunia tahu bahwa bahkan kemarahanmu begitu mempesona, bagai badai yang.....emm apa ya!?"

Sang monster Celeng... berhenti mengamuk. Matanya yang merah menyipit, seolah bingung. Ia mengendus-endus bunga di lehernya. Ia mendengus keras, lalu... Achoo! Ia bersin besar, dan dari hidungnya keluar sedikit semburan api yang tidak sengaja membakar bulu di dekat matanya.

Celeng itu terkejut, melenguh kesakitan, dan secara tidak sengaja menginjak batu licin. Kakinya terpelintir, dan dengan suara gemuruh yang dramatis, ia terjatuh dan kepalanya menghantam sebuah pohon besar... BRUK!... dan... pingsan.

Semuanya terdiam.

Semua murid lain terpana, mulut terbuka.

Citra berdiri dengan pedang terhunus, tidak percaya.

Bima berjalan mendekati celeng yang pingsan itu dengan langkah percaya diri. "Lihat, Kekasihku? Bahkan makhluk buas pun luluh dengan kejujuran dan keindahan kata-kataku." Dia menendang celeng itu pelan.

Seorang murid lain mencoba mendekat. "Hei, itu celeng kami yang..."

Bima berbalik, dan untuk pertama kalinya, senyumnya sedikit mengendur. "Ah, tidak, tidak. Ini adalah hadiah untuk Cahayaku. Kau dengar sendiri kan, tadi aku mempersembahkan bunga padanya. Itu adalah kontrak yang mengikat secara spiritual."

"Kau gila! Itu tidak masuk akal!"

"Apakah cinta pernah masuk akal, Saudara?" tanya Bima dengan nada dramatis. "Cinta adalah... ugh!"

Citra, yang sudah tidak tahan, akhirnya menendang pantat Bima sehingga dia tersungkur. "Cukup! Aku yang akan mengambil intinya." Dengan cepat dia menusuk bagian terlemah celeng itu dan mengambil inti aura berwarna cokelat.

Dia memandang Bima yang masih terduduk di tanah, lalu memandang inti aura, lalu kembali ke Bima. Dia menghela napas paling dalam... dalam hidupnya.

Dia mendapatkan pil yang diinginkannya. Tapi dengan cara apa?

Dengan digombali sampai pingsan oleh seekor babi hutan.

Ini akan menjadi perjalanan petapaan yang sangat, sangat panjang.

Dan anehnya, untuk sesaat yang sangat singkat, dia hampir... hampir... tersenyum. Tapi dia segera menekannya.

"Ayo pulang," katanya, berbalik dan berjalan. "Dan jika kau bilang satu patah kata pun tentang ini pada siapa saja, aku akan memakai pil itu untuk meracunimu."

Bima melompat bangun, wajahnya berseri-seri. "Ah, kekasihku yang pemalu! Jangan malu dengan perasaanmu! Aku tahu, di balik kemarahanmu, kau..."

Dor!

Sebuah bola energi lagi yang melesat, kali ini membuatnya terdiam karena mulutnya yang terkunci sementara.

Dunia, setidaknya untuk sesaat, menjadi damai. Hanya suara langkah Citra dan erangan Bima yang tak jelas yang memenuhi Hutan Kelam.

170925

Lanjut membaca
Lanjut membaca
Download MaxNovel untuk membaca