Di Swargaloka yaitu di Alam Mayapada, Sang Maha Batara yg dikenal dengan nama Sanghyang Perdana, bergelar Hyang Maha Batara Perdanaseta atau juga biasa dipanggil Hyang Batara Jagat Perdana, memanggil sang putra yaitu Sanghyang Tunggal bergelar Hyang Batara Jagatunggal, agar hadir di kediamannya yg disebut Tapaloka, pada kesempatan itu Sang Maha Batara memperingatkan sang putra, bahwa akan terjadi suatu prahara yg mengancam kelangsungan Jagat Raya Pramuditha ini, di mana penyebab dari prahara tersebut adalah hasil dari perbuatan keturunannya sendiri,
"dengarkan baik baik perkataanku ini Jagatunggal", kata Sang Maha Batara memulai pemaparannya,
"baik Rama, silahkan utarakan semua hal yg ingin Rama sampaikan pada ku", jawab Sang Mahadewa sambil membetulkan posisi duduknya,
"beberapa masa ke depan keturunanmu akan dihadapkan pada satu permasalahan yg sangat besar, di mana permasalahan itu menyangkut kelangsungan Jagatraya Pramuditha ini, dan yg menjadi biangkerok dari permasalahan itu adalah salah satu dari keturunanmu sendiri berserta para keturunannya, jadi kau sebagai Penguasa Triloka harus jeli dan bijak dalam menyikapi hal ini, maka dari itu kau tak boleh asal menurunkan tahtamu, bila kau salah memilih siapa dari ke lima putramu itu yg akan menjadi penerus kekuasaanmu, maka Jagatraya Pramuditha ini akan menemui kehancuran", papar Sang Maha Batara,
"jadi apa yg harus aku lakukan Rama?", tanya Sang Mahadewa meminta pendapat,
"bijaksanalah dalam mendidik ke lima putramu itu", jawab Sang Maha Batara dengan sikap tenang,
"beri aku penjelasan yg lebih rinci Rama", pinta Sang Mahadewa kurang paham dengan penjelasan Sang Ayah,
"kau adalah sosok penguasa Jagatunggal, kau akan mendapatkan penjelasannya sendiri", jawab Sang Maha Batara, lalu langsung menghilang dari hadapan Sang Mahadewa, meninggalkan teka teki besar.
Di Alam semesta ini yg juga di sebut Alam Triloka berkuasalah sosok Mahadewa yg bernama Sanghyang Tunggal bergelar Hyang Batara Jagatunggal, untuk diketahui di dalam cerita ini, alam semesta yg disebut juga Jagat raya Pramuditha terbagi menjadi tiga alam disebut Triloka, yaitu :
1. Alam Mayapada, atau disebut juga alam atas, dan banyak juga yg menyebutnya alam Kahyangan, yaitu alam tempat para penguasa alam semesta ini berasal, di alam Mayapada ini juga terbagi menjadi empat sisi dan satu ruang yaitu Swargaloka, Nagaloka, Paksyaloka, dan Naruloka, Swargaloka dihuni oleh bangsa dari golongan dewa, Nagaloka dihuni oleh bangsa dari golongan Naga, Paksyaloka dihuni oleh bangsa dari golongan Phoenix dan para prajurit langit, sedangkan Naruloka dihuni oleh bangsa iblis dari golongan Asura, konon alam Mayapada ini terletak di langit, makanya banyak yg menyebutnya alam atas, dan para penghuninya pun sering disebut dengan sebutan penghuni langit.
2. Alam Mathyapada, atau alam tengah dan disebut juga alam lelembut, alam Mathyapada ini dihuni oleh bangsa dari golongan Jin, iblis, dedemit, geduruwo, guriang, buto, denawa, Monster dan para mahluk halus lainnya, khusus untuk bangsa jin dan bangsa denawa, mereka menempati wilayah bagian selatan yg konon berbatasan langsung dengan alam Marchapada, jadi tak jarang mereka sering berinteraksi dengan para penghuni alam Marchapada, sedangkan bangsa iblis dan dedemit, mereka menempati wilayah timur yg sering disebut dunia kegelapan, dan bangsa Genduruwo, buto, guriang, dan Monster, mereka tersebar di wilayah barat dan sebagian kecil wilayah utara, sedangkan sebagian besar wilayah utara hampir tak berpenghuni, karena memang wilayah tersebut boleh dikatakan tak layak untuk dihuni.
3. Alam Marchapada yg sering juga disebut alam bawah, yaitu alam kefanaan atau alam bumi, alam yg kita tempati saat ini, para penghuni di alam Marchapada ini adalah bangsa dari golongan manusia, bangsa siluman, bangsa raksasa, bangsa kurcaci, bangsa binatang, dan bangsa tumbuhan, serta ada juga bangsa yg hidup di antara alam Mathyapada dan alam Marchapada, yg juga disebut dunia tengah, yaitu bangsa Elf atau biasa juga disebut bangsa Peri.
Selain dari ke tiga alam tadi, masih ada satu alam lagi, yaitu alam kehampaan, atau sering disebut alam marakayangan, tak banyak diketahui tentang keadaan alam ini, karena memang alam ini masih menjadi misteri, konon para penghuni di alam ini adalah arwah arwah yg belum selesai urusannya, alias arwah yg masih gentayangan.
Alam semesta dipimpin oleh sesosok Mahadewa yg tinggal di alam Mayapada bernama Sanghyang Tunggal dengan gelar Hyang Batara Jagatunggal, Sanghyang Tunggal menjadi penguasa Triloka setelah mewarisi tahta dari ayahnya yaitu Sanghyang Perdana, yg memiliki gelar Hyang Maha Batara Perdanaseta, atau sering juga disebut Hyang Batara Jagat Perdana, Sanghyang Tunggal memiliki istri bernama Betari Sri Prameswari serta dikaruniai lima orang putra, yaitu Rancamaya, Raksamaya, Ismaya, Antamaya dan Manikmaya.
Pada pagi itu Hyang Batara Jagatunggal sedang duduk sambil memperhatikan kelima putranya bermain di taman Lokasari, Rancamaya dan Raksamaya yg merupakan anak kembar baru berusia tujuh tahun, namun walau pun kembar keduanya memiliki sifat yg sangat berbeda, Rancamaya cenderung memiliki sifat keras, angkuh, egois, dan ambisius, sedangkan Raksamaya cederung bersifat welas asih dan bijaksana, Ismaya yg merupakan putra ketiga baru berusia lima tahun, Antamaya berusia empat tahun dan Manikmaya baru berusia satu tahun, kelimanya bermain bersama sang bunda yakni Betari Sri Prameswari.
Di saat sedang asyik duduk, tiba tiba dari dalam istana datang seorang pengawal istana, untuk melaporkan sesuatu kepada Sang Mahadewa, dalam laporannya si pengawal menjelaskan bahwa di aula istana telah kedatangan sesosok Maha guru Kahyangan bernama eyang Cakraningrat dari puncak gunung Pusering Jagat.
Gunung Pusering Jagat adalah tempat di mana para dewa ditempa, dididik, serta dilatih ilmu kanuragan, dan eyang Cakraningrat ini adalah maha gurunya.
Mendapatkan laporan dari si pengawal istana tadi, Mahadewa pun bergegas pergi ke aula istana untuk menemui eyang Cakraningrat, hati sang mahadewa pun bertanya tanya, ada apa gerangan eyang Cakraningrat ingin menemuinya.
Setelah berada di dalam aula istana, Mahadewa pun segera membungkuk untuk memberi hormat kepada sang maha guru,
"Selamat datang Guru, bagai mana kabar Guru?", sapa Mahadewa dengan begitu ramah,
"Terima kasih Jagatunggal, kabarku baik, bagai mana dengan kamu?", jawab eyang Cakraningrat sekaligus menanyakan pula kabar muridnya itu,
"puji sang Maha Batara, Guru, aku pun baik, silahkan duduk Guru", jawab Mahadewa mempersilahkan gurunya tersebut untuk duduk seraya memberikan isyarat dengan gerakan tangannya kepada para abdi istana agar segera menyuguhkan minuman dan makanan bagi mereka,
"mungkin ada yg sangat penting yg ingin Guru sampaikan kepada saya, sehingga Guru harus repot repot berkunjung ke mari, silahkan diutarakan saja Guru", lanjut Mahadewa yg begitu penasaran dengan kedatangan Gurunya itu,
" jadi begini Jagatunggal, kedatangan ku ke mari memang sengaja, yg pertama aku rindu padamu, yg ke dua aku juga sudah lama tak mengunjungi kotaraja Swargaloka ini, dan yg ke tiga..." eyang Cakraningrat tampak menghentikan sejenak kata katanya, ia pun sedikit menghela nafas agak panjang dan menghembuskannya secara perlahan, dan melanjutkan lagi kata katanya, " yang ke tiga adalah memang ada yg harus aku sampaikan padamu, yaitu berkaitan dengan ke empat putramu yakni, Rancamaya, Raksamaya, Ismaya dan Antamaya", eyang Cakraningrat pun kembali menghentikan kata katanya sambil mengatur nafasnya, lalu kembali melanjutkan,
"kemarin malam aku kedatangan Sang maha Batara, beliau memintaku untuk mendidik dan melatih putra putramu secara langsung, dan menurutku juga kini memang sudah saatnya ke empat putramu itu untuk mulai dibekali dengan ilmu kanuragan, makanya hari ini juga aku ingin membawa mereka ke gunung Pusering Jagat, biarlah beberapa tahun lagi Manikmaya yg akan menyusul", jelas eyang Cakraningrat,
"hari ini juga guru?", tanya Mahadewa sedikit kaget,
"iya Jagatunggal hari ini juga", tegas eyang Cakraningrat,
"apa tidak sebaiknya besok pagi saja guru?, agar Guru bisa beristirahat dulu di sini, dan biar malam ini saya akan bicarakan dulu dengan mereka dan juga istri saya guru", timpal Mahadewa meminta waktu,
"baiklah kalau begitu Jagatunggal, besok pagi saja aku akan membawa ke empat putramu itu", akhirnya eyang Cakraningrat pun memberikan kesempatan bagi Sang Mahadewa untuk membicarakan apa yg disampaikan oleh eyang Cakraningrat kepada ke empat putranya, sekaligus kepada sang istri yakni Betari Sri Prameswari.
Setelah mendapatkan persetujuan dari Betari Sri Prameswari dan ke empat putranya, maka ke empat pangeran Swargaloka tersebut, yakni Rancamaya, Raksamaya, Ismaya, dan Antamaya pun di bawa oleh eyang Cakraningrat ke gunung Pusering Jagat untuk dididik dan dilatih ilmu kanuragan.
Selama dalam perjalanan menuju ke gunung Pusering Jagat, raut wajah Rancamaya tampak murung, berbeda dengan ke tiga adiknya yg tampak senang dan penuh semangat, memang bila dibandingkan dengan empat putra sang Mahadewa, watak dari Rancamaya ini sedikit berbeda, dia lebih mudah tersulut amarah, juga sifatnya pun cenderung sedikit angkuh dan sombong, mungkin karena dia merasa sebagai putra sulung sang Mahadewa yg akan di nobatkan sebagai putra mahkota Swargaloka dan kelak akan menjadi penguasa Triloka ini, makanya dia menganggap dirinya lebih mulia dan lebih istimewa dari pada yg lain.
Penyebab dari sikap murung dari Rancamaya ini sendiri tak lain karena dia harus meninggalkan segala kenyamanan dan kemewahan yg selama ini dia peroleh selama tinggal di istana, dan juga untuk beberapa lama dia tak akan bisa bertemu dengan sahabat karib satu satunya yg bernama Luciefa, Luciefa ini adalah putra dari Panglima Agung keprajuritan Mayapada yg bernama Azazel, yg berasal dari bangsa Iblis golongan Asura, yg sering juga disebut bangsa Asura, dan kedekatannya dengan Luciefa ini juga ikut mempengaruhi watak Rancamaya menjadi semakin keras dan tinggi hati, karena pada kenyataannya Luciefa ini sering sekali menghasut Rancamaya untuk berperilaku kurang baik.