

Semilir angin sepoi-sepoi menemani deburan ombak yang bermain-main di lautan lepas.
Keindahan lautan itu, tak lepas dari perhatian dari seorang pemuda yang berdiri dengan tangan yang dilipat ke belakang.
Dengan pakaian tangsuit warna biru, pemuda itu terus menatap ke arah laut lepas.
Ia bahkan tak sadari kalau air lautan sudah membasahi celananya, yang mana ia tepat berdiri di tepian pantai berpasir putih.
Pandangan mata pemuda itu menatap jauh hingga menembus luasnya lautan, seolah-olah ada yang begitu membelenggu pikiran anak muda itu.
Berkali-kali ia melepaskan napas berat, dan itu seolah jadi pertanda ia benar-benar memiliki beban hidup yang sangat besar.
"Siapa diriku?" ucapnya mengeluarkan satu suara dari bibirnya dengan ucapan yang lirih.
Pemuda itu tak lain hanya seorang pemuda yang tak tahu siapa dirinya, dari mana ia berasal, dan bahkan ia tak tahu siapa namanya. Dia seolah lupa akan masa lalu yang ia alami selama ini.
Saat ia masih berpikir keras akan siapa dirinya, dari belakangnya, berlari seorang lelaki dengan wajah yang menahan rasa lelah.
Lelaki itu tak perduli akan air laut, dia berlutut pada pemuda itu dan menyentuh kaki si pemuda.
"Tabib Jugo, aku mohon, tolong obati pejabat Jengga. Pejabat alami penyakit yang tak bisa disembuhkan oleh siapapun!" katanya di bawah kaki anak muda itu.
"Berdirilah, kau tak perlu memohon hanya untuk itu," kata pemuda itu dan menarik orang yang baru datang itu untuk berdiri.
Ucapan anak muda cukup bijaksana, tak terlihat ada kesombongan di ucapan anak muda itu.
"Tuan Jengga sudah dalam kondisi kritis tabib Jugo, aku mohon, segeralah datang dan temui pejabat Jengga," pinta orang itu.
"Baik, aku akan ikut denganmu."
Mereka berdua segera berjalan cepat ke arah kota, yang mana itu merupakan sebuah kota di pulau yang ditinggali oleh Jugo, kota Sampa, namanya.
"Tunggu aku di kediaman, Pejabat Jengga, aku akan ambil peralatan pengobatan di tempat tinggalku," kata tabib Jugo.
Orang itu angguk kepala, dan setelah itu ia lebih dahulu menuju ke arah tengah kota.
***
"Ayo Rugina, kita memiliki orang yang butuhkan bantuan," ajak Jugo.
Rugina merupakan sahabat Jugo, dia yang selama ini selalu menemani Jugo jika ada yang membutuhkan bantuan darinya.
Dengan cekatan, Rugina menyiapkan semua peralatan pengobatan yang biasa dibawa oleh tabib Jugo, dan mereka berjalan menuju ke arah rumah pejabat Jengga.
Saat mereka tiba, sudah banyak yang menunggu kedatangan keduanya, dan salah satu panglima kota, yaitu panglima Suhan, langsung bawa tabib Jugo ke kamar pejabat Jengga.
"Aku akan periksa dan kita lihat penyakit yang dialami oleh pejabat," kata Jugo dan jongkok di dekat pejabat kota Sampa.
Tabib Jugo segera memeriksa lengan pejabat kota, dan ia menemukan kalau penyakit itu cukup parah.
"Bagaimana, tabib Jugo?" tanya panglima Suhan.
"Aku mampu obati, pejabat Jengga, namun sayangnya aku kekurangan kekuatan untuk obati dia," jawab tabib Jugo.
"Apa ada cara lain?"
"Ada, kau harus alirkan tenaga dalam ke tubuhku, dan itu pasti akan membantu," jawab Jugo.
"Baik, akan aku lakukan. Aku hanya ingin pejabat Jengga sembuh dari penyakitnya!"
"Kalau begitu siapkan aku sebuah wajan besar yang berisi air panas mendidih!" pinta tabib Jugo.
Tanpa diminta dua kali, pelayan rumah siapkan apa saja yang tabib Jugo minta, dan wajan berisi air panas pun kini ada di dekat tabib Jugo.
Jugo memasukkan belasan jarum putih ke dalam air panas itu, dan ia menarik napas yang dalam karena ini saatnya ia melakukan apa yang merupakan keahliannya.
"Sekarang panglima, alirkan tenaga dalam ke tubuhku!" pinta tabib Jugo.
Panglima Suhan, alirkan tenaga dalam seperti yang diminta oleh Tabib Jugo, dan dengan satu tarikan napas, Tabib Jugo mulai melakukan tugasnya.
Hiatttttt!!
Satu teriakan keras, dan tangan tabib Jugo dengan cekatan ambil sembilan jarum yang sudah dia panaskan di dalam wajan.
"Tehnik sembilan jalur neraka!" teriak tabib Jugo.
Whusssssssss!!
Gerakan tabib muda itu sangat cepat, lihai dan cekatan. Bahkan mata biasa tak mampu melihat apa yang baru saja ia lakukan.
Hanya sekejab saja, dan sembilan buah jarum sudah menusuk tubuh pejabat Jengga.
Sembilan jarum itu menusuk sembilan titik jalan darah pejabat Jengga, dan itu jelas satu tekhnik pengobatan tingkat tinggi.
Brukkk!!
Tubuh tabib Jugo, langsung jatuh lemas setelah lakukan tekhnik tingkat tinggi itu, dan panglima Suhan buru-buru menahan tubuh tabib itu.
"Aku tidak apa-apa, aku hanya kehabisan tenaga saja," ucap tabib Jugo.
Panglima Suhan pun memilih melihat kondisi pejabat Jengga, dan ia kaget saat melihat wajah pucat pejabat Jengga kini sudah merah dan memiliki aura kehidupan.
"Tenang saja, pejabat Jengga akan baik-baik saja. Aku jamin ia akan sembuh," ucap tabib Jugo yang memilih duduk dan bersandar di dinding kamar.
"Apa ada yang dibutuhkan lagi, Tabib Jugo?"
"Iya, cari jamur bintik hitam dan buah mahkota dewa. Itu akan menyembuhkan pejabat Jengga secepatnya," jawab Tabib Jugo.
Para pelayan yang ada di dalam ruangan itu segera bergegas, dan mereka memilih mencari apa yang diminta oleh Tabib Jugo.
Tidak berapa lama, pejabat Jengga membuka matanya, dan dia tersenyum meskipun itu senyuman yang dipaksakan.
"Akhirnya kau mau juga untuk lihat kondisiku, Tabib Jugo," ucap pejabat Jengga dengan suara yang lirih nan pelan.
"Jangan banyak bicara dulu, pejabat Jengga. Saat ini kondisimu belum stabil."
"Aku tahu, namun dengan adanya dirimu disini, aku tak perlu takut lagi. Aku tahu kau tabib terbaik di kota ini," puji pejabat Jengga.
Pujian itu hanya memberikan senyuman pahit di wajah tabib Jugo, dan setelah itu tabib muda itu bangkit berdiri.
"Berikan lagi aku tenaga dalam, panglima!" pinta tabib Jugo.
"Baik!"
Begitu tenaga dalam dialirkan lagi ke tubuhnya, tabib Jugo mencabut semua jarum yang menancap di tubuh pejabat Jengga.
"Sudah selesai, kini tak ada lagi yang perlu ditakuti. Pejabat Jengga hanya perlu istirahat dan meminum ramuan yang akan aku siapkan," kata tabib Jugo.
Panglima Suhan dan pejabat Jengga melepaskan napas lega. Mereka yakin karena ilmu pengobatan dari tabib muda itu memang sudah terkenal di seluruh kota.
"Biarkan pejabat Jengga istirahat, panglima, mari kita keluar," ajak tabib Jugo.
Panglima Suhan tak menolak ajakan tabib Jugo, dan mereka berdua keluar dari kamar itu.
"Tabib Jugo, apa sebenarnya yang terjadi padamu? Aku merasakan tenaga dalam yang aku alirkan seolah hilang dan dihisap tubuhmu?" tanya panglima Suhan.
"Aku tak tahu apa yang terjadi di tubuhku? Bahkan aku tak tak tahu siapa diriku, dari mana kau bersal? Aku tak tahu semua itu," kata tabib Jugo dengan wajah yang datar.
"Kau sungguh tak tahu apa-apa tentang diriku?"
"Iya, aku tak tahu apa-apa, dan aku sungguh ingin tahu siapa aku?"