Semua novel yang kamu inginkan ada disini
Download
Perjalanan Sang Batara

Perjalanan Sang Batara

Jelata Cakrawala | Bersambung
Jumlah kata
322.9K
Popular
13.7K
Subscribe
504
Novel / Perjalanan Sang Batara
Perjalanan Sang Batara

Perjalanan Sang Batara

Jelata Cakrawala| Bersambung
Jumlah Kata
322.9K
Popular
13.7K
Subscribe
504
Sinopsis
18+FantasiFantasi TimurDewaSilatPertualangan
Jaka turun dari puncak Semeru setelah selesai berguru pada Pendekar Tangan Dewa Mahameru. Berbekal ilmu kesaktian yang dia miliki, Jaka memulai pengembaraannya di Tanah Jawa. Dalam pengembaraannya tersebut, dia akhirnya menemukan satu rahasia tentang dirinya. Yaitu, kebenaran mengenai dirinya yang seorang titisan Dewa. Baca kisah selengkapnya di Perjalanan Sang Batara.
1.Puncak Semeru

Puncak Gunung Semeru...

"Hiatt!" terdengar suara teriakan keras dari atas pohon gundul. Lalu disusul seorang pemuda bert3lanjang dada melompat turun dan mendarat di atas ranting kecil yang sudah disusun rapi.

Anehnya, ranting yang begitu kecil itu tak patah sama sekali setelah kedua kaki pemuda berambut gondrong sebahu dengan tubuh berotot itu mendarat disana.

Plok Plok Plok!

Terdengar tepuk tangan dari arah batu besar dimana seorang pria tua berpakaian lusuh duduk bersila sambil tersenyum menatap kearah pemuda tersebut.

"Bagus! Bagus! Kau berhasil menguasai Ilmu meringankan tubuh secara sempurna. Dengan begitu, kau sudah layak dipanggil seorang Pendekar sejati, Jaka." kata sosok pria tua tersebut lalu tertawa terkekeh.

Pemuda bernama Jaka itu tersenyum lalu melompat turun dari atas ranting dan mengambil bajunya yang tergeletak di atas batu. Dia mengibaskan pakaian putih dekil tersebut kemudian mengenakannya. Setelah itu, Jaka mendekati batu besar dimana pria tua itu duduk bersila di atasnya dengan santai.

"Terimakasih Kakek Guru sudah mengajarkan ilmu ini padaku. Aku bersumpah, akan menggunakan ilmu yang selama ini aku pelajari darimu di jalan yang benar..." kata Jaka sambil membungkuk hormat.

"Heleh...Tak perlu sopan seperti itu. Tak biasanya kau terlihat sopan padaku bocah Geni," kata pria tua itu lalu disusul tawanya yang terkekeh-kekeh.

Jaka menggelengkan kepalanya sambil tersenyum.

"Kakek guru, apakah benar kabar yang aku sirap dari desa di bawah bahwa di daerah Kerajaan Sigaluh ada harta langka?" tanya Jaka sambil menatap pria tua tersebut.

"Memang. Mungkin saja harta itu berjodoh denganmu anak muda. Selain itu, aku mendapat kabar kalau orang yang pernah aku kenal menghilang. Tapi itu bukan persoalan bagiku. Yang aku pikirkan sekarang adalah, di wilayah Sigaluh, ada satu kerajaan tak terlihat. Jadi kau bisa menyelidiki tempat itu tapi kau harus berhati-hati. Konon katanya, tempat itu bukanlah Kerajaan manusia. Kemungkinan itu adalah kerajaan dedemit Penunggu hutan," kata pria tua tersebut.

Kakek tua itu memiliki nama Mahameru atau yang dikenal sebagai Pendekar Tangan Dewa. Sepak terjangnya di dunia persilatan sudah tak diragukan lagi. Namun karena kini dia sudah tua, Ki Mahameru yang dipanggil Ki Meru itu memilih untuk tidak lagi berkelan seperti dulu dan fokus melatih seorang murid.

Jaka yang sejak kecil dirawat oleh pria tua itu sudah menganggapnya seperti kakek sendiri. Itulah sebabnya dia sangat menghargai si kakek yang meski suka bercanda tapi tetap tegas kepada muridnya.

"Sekarang latihanmu sudah selesai. Kau boleh beristirahat. Besok kau akan mendapatkan latihan lagi dariku. Ini adalah satu ajian Sakti yang aku miliki dan menjadi pukulan andalanku. Yaitu Pukulan Gledek Membelah Langit." kata Ki Meru.

"Gledek Membelah Langit...? Apakah itu pukulan yang mengeluarkan petir dari telapak tangan Kek?" tanya Jaka. Ki Meru tertawa kecil lalu melotot secara tiba-tiba membuat Jaka menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Bukan. Kalau yang itu adalah Pukulan Gledek Samber Nyawa! Itu juga ada latihannya lagi! Tapi, yang paling penting adalah ajian Gledek Membelah Langit ini lebih dulu. Karena untuk mengerjakan Pukulan Sakti lainnya, harus menggunakan ajian ini terlebih dahulu." kata Ki Meru.

"Oh...jadi begitu...Aku penasaran, seperti apa pukulan yang akan kakek guru ajarkan padaku. Tapi, sepertinya aku pernah melihat kakek menggunakan Pukulan itu saat bertarung melawan ular penunggu mata air di lereng gunung sebelah barat..." kata Jaka.

"Benar. Aku pernah menggunakan itu untuk melawan ular raksasa yang sisik nya sangat keras itu. Sisik ular itu menjadi keras karena lahar panas yang melapisinya hingga menjadi batu keras. Eh, tapi...bukankah waktu itu terjadi kau masih sangat kecil?" tanya Ki Meru.

"Entahlah...Tapi aku merasa kakek baru saja melakukan itu beberapa tahun yang lalu..." sahut Jaka membuat Ki Meru mengusap wajahnya beberapa kali sambil berpikir.

"Apa iya...? Seingatku, waktu itu kau masih sangat kecil. Bahkan kau belum bisa cebok sendiri setelah ngising..." kata Ki Meru membuat Jaka tertawa terbahak-bahak lalu menutup wajahnya dengan sebelah tangan. Entah kenapa dia merasa malu dengan apa yang dikatakan oleh Ki Meru gurunya tersebut.

"Ah, kenapa kakek membahas hal memalukan seperti itu?" batinnya dengan wajah memerah.

"Sudah sana mandi mumpung masih sore! Ingat, jangan pergi ke mata air itu setelah matahari terbenam." kata Ki Meru lalu dia bangkit berdiri kemudian melompat. Lompatan Ki Mahameru memang terlihat sangat ringan. Dalam satu kali gerakan saja, tubuh pria tua tersebut sudah berada hampir sepuluh tombak jauhnya dari Jaka.

"Wah, ilmu Kaki Awan milik Guru sudah sangat sempurna. Dia bisa melompat hingga sejauh itu seperti terbang..." ucap Jaka sambil tersenyum takjub. Lalu sejurus kemudian dia teringat dengan pesan gurunya kalau dirinya tidak boleh mandi di mata air yang ada di timur gubuk tempat mereka tinggal setelah matahari terbenam.

Selama belasan tahun Jaka berada di puncak Semeru, tak sekalipun gurunya lupa akan hal itu. Pria tua tersebut selalu mengingatkan Jaka agar tidak mandi di mata air setelah matahari terbenam. Dan selama itu pula, Jaka menuruti peringatan dari gurunya tersebut tanpa membantah atau mempertanyakannya sekali pun.

Jaka mandi di mata air yang jernih di timur tempat tinggal dirinya bersama sang guru. Setelah membersihkan tubuh, pemuda itu melangkah menuju ke gubuk berukuran sedang yang ada di bawah batu besar. Gubuk kayu itu sudah berdiri disana sejak sebelum Jaka ada di tempat tersebut.

Sesampainya di depan pintu gubuk bagian depan, Jaka mencium aroma singkong bakar yang seketika itu juga membuat perutnya keroncongan.

"Aku merasa lapar sekali...Huh, benar juga, sehari ini aku berlatih sangat keras agar bisa menguasai ilmu Kaki Awan milik kakek secara sempurna. Jadi wajar saja kalau aku merasa lapar," batin Jaka lalu masuk begitu saja ke dalam gubuk kayu tersebut.

Begitu dia masuk, ternyata benar, di atas meja kayu kecil yang sudah reyot itu tersaji singkong bakar yang masih ngebul di atas daun jati. Jaka mengambil satu lalu meniupnya agar tak begitu panas. Kemudian dia menggigit singkong tersebut.

"Huah! Oanas!" serunya sambil mengunyah dengan cepat karena saking panasnya. Ki Meru keluar dari ruang belakang dengan tergopoh-gopoh. Matanya melotot melihat Jaka yang tengah kepanasan.

"Oalah, baru matang sudah kau santap saja!" umpat nya keras namun Jaka tak menggubris karena dia merasakan lidahnya kelu.

Ki Meru mengambil satu gayung air di belakang kemudian menyodorkannya kepada Jaka.

"Minum ini, biar cepat sembuh!" ucapnya. Jaka segera menerima air tersebut kemudian meneguknya hingga habis.

"Haaah! selamat...!" seru Jaka membuat Ki Meru menepuk kepala pemuda itu.

"Lain kali makan dengan tenang dan jangan asal ambil." ucap pria tua tersebut yang disambut dengan senyuman bersalah Jaka. ***

Lanjut membaca
Lanjut membaca
Download MaxNovel untuk membaca