Semua novel yang kamu inginkan ada disini
Download
Pendekar Pedang Malaikat

Pendekar Pedang Malaikat

Jelata Cakrawala | Bersambung
Jumlah kata
247.7K
Popular
11.8K
Subscribe
336
Novel / Pendekar Pedang Malaikat
Pendekar Pedang Malaikat

Pendekar Pedang Malaikat

Jelata Cakrawala| Bersambung
Jumlah Kata
247.7K
Popular
11.8K
Subscribe
336
Sinopsis
18+FantasiFantasi TimurPedangDunia GaibSilat
Seorang pemuda desa bernama Simo, harus mengalami nasib tragis setelah sang nenek terbunuh oleh dua pendekar jahat. Namun sebelum sang nenek tewas, dia sempat memberikan satu petunjuk dan sebuah rahasia yang selama belasan tahun terpendam. Rahasia itu adalah sebuah warisan berupa pusaka sakti mandraguna, yakni Pedang Malaikat. Senjata yang dicari-cari oleh para pendekar dari golongan hitam dan golongan putih. Tak disangka, senjata itu justru menjadi milik seorang pemuda yang bukan siapa-siapa. Bahkan pemuda itu tak memiliki kemampuan untuk bertarung. Namun, siapa sangka, berkat Pedang sakti tersebut, Simo justru menjadi seorang Pendekar hebat yang membasmi golongan hitam!
1.Desa Boyo

Desa Boyo yang sepi mendadak ramai dikunjungi oleh banyak pendekar dari berbagai daerah. Bahkan, beberapa Kerajaan mengutus para senapati mereka untuk mencaritahu kebenaran yang selama ini dianggap sebagai mitos di Desa Boyo tersebut, yakni tentang adanya makam yang memiliki Harta Karun tersembunyi di dalamnya.

Makam tersebut konon adalah milik seorang Pendekar dengan julukan angkernya, yakni Pendekar Malaikat Dari Neraka. Yang memiliki dua benda sakti berupa pedang dan kitab, yaitu Pedang Malaikat dan Kitab Pembuka Langit.

Namun hingga hari itu tiba, belum ada satu pun yang tahu dimana letakan tepatnya atau keberadaan dari makam pendekar kuno tersebut. Hanya terdengar desas-desus yang selalu santer membuat lebih banyak lagi orang yang penasaran ingin datang kesana. Dan hal itu membuat para pendekar yang sebelumnya memiliki permasalahan malah justru saling bertemu dan pada akhirnya terjadilah pertarungan berdarah di desa tersebut.

Hal itulah yang membuat kampung tersebut menjadi heboh dan gempar. Banyak penduduk desa yang ketakutan dan memilih untuk mengungsi dari Desa Boyo. Hingga akhirnya Desa kecil itu menjadi sepi tak berpenghuni. Hanya ada beberapa rumah yang masih terisi oleh mereka yang enggan meninggalkan desa. Namun rata-rata, mereka yang bertahan adalah orang-orang nekat dan berani.

Tak terkecuali seorang pemuda gondrong sebahu berpakaian lusuh dan terlihat dekil di sebuah rumah yang tidak layak disebut rumah kecuali gubuk reyot yang hampir roboh. Tidak ada sanak saudara yang bisa dia datangi untuk mengungsi, padahal dia pun takut dan ingin pergi dari desa tersebut.

Selain tidak ada sanak saudara, dia juga harus menemani sang nenek yang sudah renta dan tak sanggup lagi untuk berjalan. Keseharian pemuda itu adalah mencari pekerjaan dari para tengkulak yang suka membeli kelapa dan buah-buahan di Desa Boyo. Dengan menawarkan jasa angkut atau kuli panggul, pemuda itu bisa memperoleh beberapa keping perak untuk membeli beras dan menghidupi neneknya.

Namun karena kehebohan yang terjadi di Desa, membuat para tengkulak takut dan memilih desa lain untuk membeli apa yang mereka inginkan. Karena jarak desa lain cukup jauh, pemuda itu jelas tidak mungkin pergi kesana meninggalkan neneknya sendirian.

"Duh Gusti...Nelangsa sekali hidupku ini..." keluh pemuda itu sambil memandang ke arah langit.

Dia baru saja mencari umbi-umbian di hutan untuk dijadikan bahan makanan yang sudah menjadi makanan pokok dirinya dan juga sang nenek. Sejak para tengkulak itu tidak lagi datang ke desa, pemuda itu tidak lagi memiliki pekerjaan yang menghasilkan untuk membeli beras dan jamu untuk neneknya. Sehingga satu-satunya pekerjaan yang bisa dia lakukan hanyalah pergi ke hutan mencari umbi.

Pemuda itu mengambil keranjangnya yang telah penuh berisi umbi dan kayu bakar. Dia melangkah menuju ke tempat dia tinggal dengan menyusuri jalan setapak. Sebenarnya sang nenek sudah memperingatkan agar cucunya tersebut tidak pergi terlalu jauh dari rumah karena keadaan di desa yang belum tenang.

"Aling luru telo ojo adoh-adoh le...Deso iki gek geger." begitu pesan neneknya sebelum dia pergi.

Pemuda itu hanya mengangguk dan tersenyum seperti biasa. Dan tentu saja dia tidak akan menuruti apa yang neneknya katakan. Karena hutan di belakang rumahnya sudah tidak ada lagi umbi yang bisa dia ambi untuk dijadikan makanan. Alhasil pemuda itu hanya bisa pergi jauh dari rumah.

Meski dia tahu resikonya cukup besar jika kebetulan bertemu dengan pendekar jahat dari golongan hitam, tapi apa hendak dikata. Neneknya butuh makan, begitu juga dirinya.

Langkah kaki pemuda itu cukup tergesa-gesa menyusuri jalan setapak yang biasa digunakan oleh orang-orang desa saat pergi ke hutan. Hasil mencari umbi-umbian hari itu cukup banyak jika dibanding dengan beberapa hari belakangan.

Kemungkinan karena pemuda itu mencari ke tempat yang baru dan belum pernah terjamah oleh orang, dia merasa sepeti baru saja memanen tanaman miliknya sendiri. Perasaan senang dan bahagia bercampur aduk didalam hatinya. Ingin rasanya dia segera menemui sang nenek dan menceritakan hasil yang dia dapatkan hari ini.

Sesampainya di belakang rumah, langit sudah mulai memerah oleh cahaya matahari senja. Pemuda itu segera mencuci umbi yang baru saja dia kumpulkan tersebut dengan air yang ada di gentong tepat di sebelah pintu kayu belakang rumah gubuknya.

Terdengar suara air berkecipak dan suara guyuran yang pemuda itu lakukan. Setelah selesai mencuci umbi tersebut, dia pun segera memasukkannya kedalam kuali lalu mengisinya dengan air hingga hampir penuh. Dengan bersenandung kecil, sang pemuda membuka pintu kayu dengan cara digeser. Lalu dia pun membawa kuali yang terbuat dari tanah liat itu kedalam rumahnya yang gelap.

Dengan sedikit terburu-buru sang pemuda membuat api di tungku batu miliknya yang dia gunakan sehari-hari untuk memasak. Api pun menyala setelah dia menggesek watu lintang dengan kayu kering.

Pemuda itu meletakkan kuali di atas tungku lalu dia pun mengambil obor serta beberapa sentir kecil untuk menerangi rumahnya yang mulai gelap.

"Wes bali le...?" terdengar suara lirih dari dalam ruangan yang masih gelap.

"Sampun mbah..." sahut pemuda itu sambil membawa sentir masuk kedalam raungan tengah dimana sang nenek berada.

Namun tiba-tiba langkah pemuda itu terhenti saat dia melihat sang nenek yang tergeletak di atas ranjang dalam keadaan bersimbah darah. Dia juga melihat satu sosok tergeletak dibawahnya yang tidak begitu jelas karena gelap.

"Mbah...!" seru pemuda itu tertahan.

"Ssst! Jangan berisik...Ndak pada dengar orang-orang jahat itu..." ucap si nenek sambil menempelkan jari telunjuknya di bibir.

Pemuda itu masih terdiam terpaku dan lututnya gemetar ketakutan. Matanya nanar menatap kearah perut si nenek yang penuh dengan darah.

"Apa yang terjadi padamu mbah...?" tanya nya.

"Kemarilah cah bagus, aku akan memberitahu sesuatu kepadamu. Satu rahasia yang selama ini simbah sembunyikan..." ucap si nenek sambil melambaikan tangan agar pemuda itu mendekat.

Pemuda itu berusaha menelan ludahnya untuk membasahi tenggorokannya yang terasa kering dan tersekat. Lalu dengan jantung berdebar-debar, dia pun melangkah mendekati sang nenek. Kakinya sedikit berjingkat saat dia merasa menginjak cairan lengket yang tidak lain adalah darah dari seorang pria berpakaian hitam yang tersungkur di bawah ranjang.

"Bagaimana caranya simbah membunuh pria ini? Aku yakin pria ini adalah seorang pendekar..." batin sang pemuda.

"Simo Gereng cucuku, mungkin ini adalah kesempatan terakhir aku berbicara kepadamu...Dengarkan baik-baik apa yang akan aku katakan..." ucap si nenek dengan suara lemah.

Pemuda yang ternyata memiliki nama Simo Gereng tersebut mengangguk lemah dengan perasaan yang sulit untuk dijelaskan. Ingin menangis dan memeluk neneknya dengan erat. Namun dia menyadari sesuatu yang membuatnya mengurungkan niat tersebut. Yaitu, misteri yang masih membuat dia penasaran bagaimana neneknya bisa mengalahkan pendekar berpakaian hitam tersebut.

"Simo cucuku, maafkan aku yang selama ini merahasiakan jati diriku dan keluarga kita kepadamu. Alasan utamanya adalah untuk menjauhkan dirimu dari hal-hal buruk. Dan aku menyesalinya setelah kejadian yang baru saja menimpaku ini...Aku hampir saja mati...Untungnya aku masih memiliki sedikit tenaga dalam untuk memperlambat aliran darah sehingga aku misah bisa bertahan hingga kau kembali..." kata nenek itu dengan suara terbata-bata.

"Apa yang ingin simbah katakan...?" tanya Simo Gereng dengan bibir bergetar.

"Aku ingin kau datangi makam kakekmu. Disana kau akan menemukan semua yang sudah aku dan kakekmu rahasiakan dari dunia...Disanalah kau akan menemukan siapa dan apa yang terjadi kepada orang tuamu...tapi, sebelum itu, aku meminta maaf padamu cah bagus...Simbah menyesal tidak mengajarimu banyak hal tentang dunia dan hanya menjadikanmu pelayan di gubuk ini..." kata si nenek dengan suara putus-putus.

Saat Simo Gereng hendak bertanya mengenai makam dan rahasia keluarganya, kepala sang nenek telah terkulai lemas.***

Lanjut membaca
Lanjut membaca
Download MaxNovel untuk membaca