Semua novel yang kamu inginkan ada disini
Download
Suami Rahasia Sang Ratu Klub Malam

Suami Rahasia Sang Ratu Klub Malam

Rex Void | Bersambung
Jumlah kata
81.9K
Popular
5.1K
Subscribe
449
Novel / Suami Rahasia Sang Ratu Klub Malam
Suami Rahasia Sang Ratu Klub Malam

Suami Rahasia Sang Ratu Klub Malam

Rex Void| Bersambung
Jumlah Kata
81.9K
Popular
5.1K
Subscribe
449
Sinopsis
PerkotaanAksiPria DominanBela DiriDewa Perang
Ardan Mahendra datang ke Kota Surya Jaya cuma bawa motor tua dan selembar CV, ngelamar kerja di salah satu klub malam paling bergengsi. Dari luar, dia kelihatan kayak pemuda sederhana dengan latar belakang buruh kasar. Tapi di balik senyum miring dan sikap seenaknya, ada kekuatan dan tekad yang nggak pernah orang duga. Pertemuan pertamanya dengan Stella Pratama—wanita dingin yang jadi penguasa Galaxy Night Club—langsung bikin hidup keduanya goyah. Buat Ardan, pekerjaan ini cuma kedok. Di baliknya, ada janji besar yang harus ditepati. Tapi dunia malam bukan sekadar gemerlap lampu dan musik keras; di dalamnya ada intrik, bahaya, dan orang-orang berkuasa yang siap menerkam.
Bab 1

Bab 1

Kota Surya Jaya, malam hari.

Jalanan kawasan selatan padat, klakson bersahutan, tapi semua pandangan berakhir pada satu titik terang: Galaxy Night Club. Di antara gemerlap dunia malam itu, seorang pria muda dengan rambut cepak berhenti tepat di depan pintu.

Ardan Mahendra.

Usianya sekitar dua puluh tiga, penampilannya sangat sederhana. Ia mengenakan kemeja coklat tua, celana panjang yang warnanya mulai pudar, dan sepatu lusuh yang jelas-jelas sudah tak layak pakai. Di tangannya, ada selembar CV yang dilipat dua. Di sampingnya berdiri motor listrik bekas dengan cat terkelupas. Kendaraan yang jelas tak akan membuat siapa pun menoleh, kecuali untuk mengejek.

Ardan mengernyit tipis. Tak ada yang tahu apa yang ada di kepalanya, tetapi sedetik kemudian, ia melangkahkan kaki masuk dengan tekad penuh.

"Hey, kamu yang di sana! Berhenti!"

Seorang pria berjas hitam, sekitar usia tiga puluhan, berdiri menghadang. Tubuhnya tinggi besar, wajahnya tegas dengan tatapan penuh kesombongan. Ia merentangkan tangan untuk menghentikan langkah Ardan. Tatapannya naik-turun, menilai pakaian Ardan yang terkesan murahan. Pria itu juga sempat melihat Ardan memarkir motor butut di luar. Di tangan Ardan ada beberapa lembar kertas yang terlihat seperti sebuah CV. Bagi pria itu, jelas sekali jika Ardan adalah pria miskin yang sedang cari kerja.

"Pergi! Kau tak mungkin diterima kerja di sini!" hardiknya dengan nada congkak. Bibirnya menyeringai, dagunya terangkat. "Cari kerja di proyek bangunan sana, jangan buang waktu kami. Ini tempatnya orang elite!"

Beberapa pengunjung di dekat situ ikut melirik. "Lihat pemuda miskin itu, dia kira semua orang bisa lamar kerja di sini? Kalau dia diizinkan masuk, aku tak sudi lagi clubbing di sini, khawatir ketularan miskin!"

"Ya, apalagi biasanya orang miskin itu banyak penyakitnya, menjijikkan!"

"Penyakitan, bau, kotor! Amit-amit!"

Beberapa pengunjung lain ada yang terkekeh kecil sambil menutup mulut dengan gelas. Bagi mereka, rakyat jelata miskin seperti Ardan memang layak dihujat. Toh meski diinjak-injak pun, orang seperti itu tak mungkin bisa melawan orang kaya.

Ardan tak bereaksi sama sekali tak mau ambil hati menyoal hujatan para pengunjung. Kedua matanya hanya menatap lurus. Diamnya justru membuat manajer keamanan semakin murka.

"Hei, mau kuludahi dulu baru pergi?! Jangan cari masalah, ya!"

Kali itu Ardan tersenyum tipis, bibirnya terangkat seolah mengejek balik tanpa kata. Tak ada yang sempat mengamati apa yang sebenarnya terjadi, namun dalam sekejap, atmosfer berubah.

Ada sesuatu yang berbeda, ada aura yang tak terlihat tapi menghantam seperti badai, menusuk seperti belati. Manajer keamanan merasa tubuhnya seperti dihantam badai tak kasat mata. Wajah manajer keamanan yang tadi pongah, tiba-tiba memucat. Detak jantungnya berdegup kencang, kakinya goyah hingga ia mundur dua langkah. Hampir saja ia jatuh tersungkur.

'Apa yang terjadi?' si manajer menelan ludah, tangannya gemetar hebat. Mendadak ia seperti dihantam ketakutan luar biasa setiap kali menatap Ardan.

Ardan hanya mengangkat alis, lalu kembali tersenyum tipis, seolah tidak terjadi apa-apa. Tetapi bagi manajer itu, dunia seakan runtuh. Ada kekuatan tak terjelaskan di balik senyum sederhana pria muda ini. Dengan cepat sikapnya berubah.

Jelas ada sesuatu yang tak dipahami manajer, maka ia pun mengubah sikap karena tak ingin hal buruk terjadi padanya.

"M-maaf, silakan lewat, Pak. Mari saya antar ke atas." Manajer keamanan itu meraih CV Ardan dengan kedua tangan, membungkuk hormat, lalu mempersilakan Ardan naik tangga spiral.

Setiap langkahnya kini penuh kehati-hatian, seolah mengantar tamu agung. Tak ada lagi kesombongan di matanya, yang tersisa adalah sensasi aneh dan menusuk yang tak bisa dijelaskan dengan kata.

***

Di lantai dua, pintu sebuah ruangan hitam elegan terbuka. Manajer keamanan menyerahkan CV itu dengan sopan, kedua tangannya terulur penuh hormat, kemudian menunduk sebelum menutup pintu dan menghilang, napasnya masih tersengal.

Ruangan di lantai dua itu mewah, namun dingin. Dinding hitam matte berpadu dengan cahaya lampu kuning keemasan yang temaram menambah kesan elegan ruangan tersebut. Aroma mahal dari lilin aromaterapi memenuhi udara. Di balik meja besar dari kaca hitam, seorang wanita sedang menunduk serius pada dokumen.

Stella Pratama.

Ardan berdiri diam lalu menyilangkan lengan di depan dada. Matanya mengamati ruangan yang rapi di depan matanya. Ada rak buku, lukisan abstrak bernuansa gelap, juga ada sebotol wine merah setengah penuh di meja samping. Namun pada akhirnya, tatapan Ardan jatuh pada sosok wanita itu.

Ia tertegun.

Untuk menggambarkan wajah Stella Pratama, cantik bukan kata yang cukup. Stella Pratama memiliki paras yang menawan dengan garis wajah tegas, bibir merah natural, dan rambut panjang yang disanggul rapi. Tubuhnya ramping dalam balutan gaun kerja hitam, memberi kesan elegan dan berwibawa. Ada aura kuat yang terpancar dari tubuhnya, bukan sekadar pengelola klub malam, melainkan, ia memiliki aura bak seorang bangsawan kelas atas.

Jantung Ardan berdetak sedikit lebih cepat. Ia bahkan harus menelan ludah diam-diam.

Stella, tanpa menoleh, membuka CV di tangannya. Jemarinya yang lentik memutar kertas itu perlahan. "Nama?" tanyanya singkat, suaranya datar.

"Ardan Mahendra." Suaranya tenang, mantap, tanpa gugup.

Stella terkejut sejenak, alisnya sedikit terangkat. Ia mengangkat wajahnya, dan tatapannya bertemu dengan mata Ardan. Untuk sepersekian detik, ia kehilangan fokus. Biasanya semua pelamar kerja akan gemetar di hadapannya. Kebanyakan dari mereka bahkan menunduk dalam, atau bicara setengah terbata. Namun, pria ini berbeda. Tenang, tetapi ada kesan murung sekaligus percaya diri yang kuat. Sebuah kombinasi aneh, dan entah bagaimana, terkesan selaras di mata yang memandang.

Tiba-tiba pipi Stella menjadi memanas. Ia meremas pulpen di tangannya terlalu keras sampai ujungnya berderak. Rasanya konyol, ia, seorang wanita tegas, tetapi bisa salah tingkah hanya karena tatapan seorang pelamar kerja. Lebih-lebih, pelamar kerja itu berpakaian lusuh dan sangat sederhana, menandakan betapa miskinnya pria itu.

Stella Pratama buru-buru berdehem, menata ekspresi agar 'salah tingkahnya' tak kentara. Tubuhnya tegak, bahu ditarik ke belakang.

"Pengalaman kerja?" tanyanya datar, pandangannya kembali ke kertas.

"Lima tahun," jawab Ardan singkat, dagunya sedikit terangkat.

"Lulusan?"

"SMA."

Jawaban sederhana, tapi tidak ada sedikit pun nada rendah diri. Justru ketenangan itu yang membuat Stella semakin heran. Ia memandangi CV sebentar, lalu menutupnya dengan satu ketukan pena ke meja kaca.

"Mulai besok, kau kerja di sini. Gaji tujuh juta per bulan. Tip tamu, tanpa potongan."

Ardan mengangguk, ekspresinya tenang tak ada kesan terkejut atau girang kegembiraan. Jemarinya mengetuk meja pelan sekali, lalu berhenti. Namun tiba-tiba ia mencondongkan tubuh ke depan, membuat Stella refleks mendorong kursinya sedikit ke belakang. Pulpen di tangan Stella jatuh ke meja dan bergulir. Untuk sesaat, ia mengira pria ini akan melakukan sesuatu yang tak senonoh.

Tapi wajah Ardan tetap serius. Ia mengaitkan jemarinya di atas meja, matanya lurus menatap Stella.

"Aku mau tanya," ucapnya datar. "Jika ada pelanggan wanita yang ingin menjadikanku simpanan… statusnya dihitung pekerja lepas atau tetap? Dan, bagaimana sistem bagi hasilnya?"

Lanjut membaca
Lanjut membaca
Download MaxNovel untuk membaca