Keempat sisi dipenuhi kegelapan...
Tubuhku tergantung dalam kegelapan yang tak berujung ini.
Di telingaku terdengar sepertinya ada seorang gadis di sebelahku yang sedang memanggil namaku.
"Ryan? Ryan!"
Kegelapan perlahan memudar, aku membuka mata.
"Ryan! Bangunlah! Ombak datang!" Seorang gadis dengan kemeja pendek putih sedang berusaha keras menarik lenganku, aku melirik ke depan, dan ya, sebuah gelombang besar seperti hewan buas yang marah sedang menuju langsung ke arahku.
Aku merasa seakan-akan tersentak, kekaburan dalam pikiranku hilang seketika, aku melompat berdiri dari tanah, berlari beberapa langkah ke belakang bersama gadis yang baru saja memanggilku, berhasil melarikan diri tepat sebelum ombak raksasa mencapai pantai.
Kami berdua terengah-engah dan jatuh duduk di tanah.
……
Aku melihat ke kiri dan ke kanan, dan menemukan bahwa di belakangku adalah hutan lebat, sedangkan di kedua sisiku adalah pantai pasir yang tampaknya tidak berujung.
Astaga.
Ini dimana?
Namun tidak lama kemudian, aku teringat kembali, ini.... adalah sebuah pulau terpencil!
Aku adalah mahasiswa tahun kedua di Sekolah Tinggi Teknologi di Kota Jakarta, tiga hari yang lalu, aku mendaftar untuk berpartisipasi dalam kegiatan berlayar yang diselenggarakan oleh sekolah untuk merayakan pesta musim semi.
Tentu saja, tujuanku bukan hanya sekadar bermain-main, karena kali ini sekolah telah menghabiskan banyak uang untuk mengundang penyanyi populer di internet, Sara untuk tampil di kapal pesiar. Sara ini adalah dewi impianku dan demi melihat kecantikannya banyak anak laki-laki yang mendaftar.
Selain itu, katanya juga ada kegiatan di luar ruangan di atas laut, pemandu pun sudah memberi tahu kami untuk menyiapkan pakaian renang masing-masing. Ini berarti aku bisa melihat sosok cantik para gadis muda di kampus yang sedang berpakaian renang.
Namun, tak ada yang dapat meramalkan bencana, belum satu jam kapal pesiar terapung di lautan, kami mendadak dilanda badai kencang. Angin kencang bercampur air laut menghancurkan kapal pesiar kami menjadi serpihan-serpihan, sebagian orang berhasil melarikan diri menggunakan sekoci, sementara yang tersisa hanya bisa mengapung di laut dengan memegangi serpihan kapal.
Anehnya, sebenarnya aku adalah orang yang tidak bisa berenang. Tapi, pada saat kapal pesiar itu tenggelam, aku mendapati diriku memiliki kekuatan aneh yang entah datang darimana. Tangan dan kakiku secara alami mulai bergerak dalam air, seakan sedang berenang. Kalau bukan karena itu, mungkin aku sudah tenggelam di lautan.
Untungnya pada saat itu kapal pesiar berada di dekat sebuah pulau, aku pun berenang sekuat tenaga menuju tepi pantai. Aku hanya ingat samar-samar saat itu tampaknya ada beberapa orang yang juga berenang menuju pantai seperti aku. Tepat saat aku hampir mencapai daratan, aku terpukul ombak besar hingga aku pingsan, tak ada tenaga tersisa, setelah itu aku tidak tahu apa-apa lagi.
Selanjutnya aku dibangunkan oleh seorang gadis yang memakai kemeja lengan pendek warna putih itu.
Saat ini, kami berdua duduk terengah-engah di tanah, menatap ombak dan angin badai yang masih berkecamuk di kejauhan. Langit juga penuh dengan awan hitam pekat yang semakin membuat suasana hatiku tertekan.
Astaga, di manakah dewi impianku, Sara? Dan di mana pula anak-anak perempuan yang memakai baju renang? Apakah ini adalah candaan dari Tuhan?
Gadis yang baru saja menyelamatkanku bukanlah orang lain, dia adalah Mega, bunga kampus yang sangat terkenal di sekolah kami.
Mega ini memang dewi di hati anak laki-laki di seluruh sekolah, dia cantik dan pandai bergaul, tidak tahu berapa banyak orang yang membayangkan bisa menghabiskan malam yang indah dengannya, termasuk aku. Namun, sekarang bukanlah waktunya untuk memikirkan hal ini.
Aku yakin dia sama sekali tidak mengenali aku, alasan dia tahu nama aku hanyalah karena ada lencana yang terpasang di dadaku. Lencana ini adalah tiket masuk ke kapal pesiar, setiap orang harus memakainya.
"Terima kasih ya..." kataku, "Jika bukan karena kamu membangunkanku tadi, mungkin aku sudah terbawa ombak."
"Sama-sama..." Ekspresi Mega sangat suram, tampaknya suasana hatinya juga seburuk aku, rambut panjangnya yang biasanya lembut juga telah diterpa ombak sehingga tampak agak kusut dan kacau.
Sekarang aku merasa sudah pulih sepenuhnya, dan pada saat yang sama, perasaan tenaga melimpah yang aku rasakan saat jatuh ke air kembali muncul. Aku bangkit dan melompat dua kali dan menyadari semangatku terasa luar biasa baik, dan ini benar-benar di luar dugaanku.
"Bagaimana dengan orang lain?" Tanya aku.
"Aku juga tidak tahu." Mega menggelengkan kepala: "Aku juga baru saja sadar."
Sepertinya aku dan Mega sama-sama telah tersapu oleh air laut hingga ke sini, hanya saja dia sadar lebih dulu daripada aku.
Saat itu aku sadar bahwa seluruh tubuh Mega bergetar dan bibirnya berubah pucat. Dengan cepat aku bertanya, "Apakah kamu sakit?"
Mega tidak berkata apa-apa, dan aku juga tanpa banyak berpikir, langsung mengarahkan tanganku dan memegang dahinya, dan ternyata benar-benar panas sekali.
Saat ini, hujan masih sangat deras, aku berpikir bahwa jika terus begini, dia mungkin akan merasa begitu kedinginan sampai jadi sakit atau bahkan lebih buruk. Menyadari ini, aku segera melepas pakaianku dan menutupi tubuhnya, memeluknya erat dan membawanya berlari ke hutan di belakangku.
Di hutan ini ada beberapa pohon kelapa yang tinggi. Jika berjalan lebih dalam, hutan menjadi lebih padat, tampaknya seperti daerah yang belum pernah disentuh oleh manusia. Kerumunan pohon menutupi langit, sekarang justru berfungsi sebagai tempat berteduh dari hujan.
Aku dengan cepat menarik Mega sampai ke tepi hutan, mencari tempat dengan sedikit hujan untuk duduk, getaran badan Mega sekarang semakin parah, jadi aku terpaksa memeluknya dengan erat.
Pada awalnya, Mega tampak sedikit malu, wajahnya agak memerah. Namun, mungkin karena dia merasa sedikit lebih hangat, ekspresinya mulai pulih kembali seperti biasa.
Untungnya, hujan deras ini datang dan pergi dengan cepat. Tidak sampai sepuluh menit, cuaca menjadi cerah total, sinar matahari yang panas langsung menyinari. Aku kembali ke pantai bersama Mega. Begitu juga dengan ombak di laut sudah kembali menjadi tenang.
Saat ini, aku tersadar bahwa berbagai puing dari kapal pesiar kami sebelumnya tersebar di seluruh permukaan laut di sekitar. Aku melihat sejenak, berharap menemukan koper atau paket yang mungkin telah terhanyut ke pantai, karena bagaimanapun juga ini adalah sebuah pulau terpencil, dan tidak diketahui kapan bantuan akan datang. Menemukan makanan dan pakaian tentunya akan sangat membantu.
Namun hal itu tidak ada...
Aku merasa sedikit kecewa.
Kondisi Mega sekarang sudah lebih baik dari sebelumnya, namun dia masih tampak lesu dan tidak bersemangat. Aku berpikir, pasti tidak hanya kita berdua yang berhasil selamat dalam situasi ini, karena pada saat itu ada lebih dari lima ratus orang di kapal pesiar! Empat ratus di antaranya adalah siswa dan guru dari sekolah kami, sisanya adalah beberapa artis yang diundang, serta beberapa tokoh penting di Kota Jakarta. Mereka semua datang untuk meramaikan perayaan sekolah, namun siapa sangka terjadi kecelakaan besar seperti ini...
Jumlah orang yang sangat banyak, jika kita berdua bisa terdampar di pantai, tentu saja pasti ada orang lain juga yang berhasil mencapai daratan.
Saat ini, aku menyuruh Mega menunggu di tempat, dan aku berlari cepat di sepanjang pantai.
Setelah berlari sekitar beberapa ratus meter, benar saja, aku melihat sekelompok orang di depan, totalnya ada lima orang, semuanya anak laki-laki. Aku bisa langsung tahu bahwa mereka baru saja sampai di pantai karena pakaian dan rambut mereka semua basah, salah satu dari mereka adalah teman sekelasku, namanya Yongky.
Dia memiliki badan yang kuat seperti banteng dan memiliki temperamen yang buruk, di sekolah tidak banyak orang yang berani mengusiknya. Dari jauh, aku bisa melihat dia tampaknya sedang berbicara dengan empat anak laki-laki lainnya. Sepertinya dia sudah menjadi pemimpin dari kelompok ini.
Aku dengan tergesa-gesa berteriak keras, beberapa orang ini segera menyadari keberadaanku dan berlari cepat mendekatiku.
"Ryan? Kamu ternyata tidak mati?" kata Yongky.
Aku merasa sangat tidak senang, menurutnya seolah-olah aku ini seharusnya mati.
Namun, ini juga tidak sepenuhnya salah dia, aku adalah tipe orang kecil yang berada di pinggiran kelas, tidak menonjol di semua aspek, dan selain itu tubuhku kurus dan lemah, memang menjadi kandidat ideal untuk menjadi orang yang akan tenggelam.
"Aku beruntung," kataku dengan suara tidak senang. "Apakah kalian melihat orang lain lagi?"
Yongky menggelengkan kepalanya.
Aku langsung menceritakan kondisi aku bersama Mega dan melihat empat laki-laki lainnya langsung bersemangat, bertanya di mana dia berada.
Aku merasa mereka itu sudah tidak tertolong lagi, sudah sampai ke titik ini, namun masih saja tergoda oleh wanita. Sebaliknya, Yongky tidak menunjukkan ekspresi yang luar biasa.
Pada saat yang sama, aku juga telah berpikir, di tempat ini tidak ada aturan hukum, jika mereka berani bertindak sembarangan, aku akan bertarung dengan mereka, karena bagaimanapun nyawaku ini bisa dibilang diselamatkan oleh Mega.
Namun sekarang ini jumlah kami sangat terbatas, jadi kami perlu bersatu. Siapa yang tahu ada hewan buas atau sesuatu yang serupa di pulau ini. Semakin banyak orang, semakin banyak kekuatan.
Segera aku membawa mereka bertemu Mega. Beberapa anak laki-laki itu segera mendekat, tetapi dicegah oleh Yongky. Dia menunjuk ke Mega dan berkata: "Tidak bisa! Dia tidak bisa bersama kita!"