Semua novel yang kamu inginkan ada disini
Download
Suami Ajaib

Suami Ajaib

Muchlis | Bersambung
Jumlah kata
915.3K
Popular
681.3K
Subscribe
6.4K
Novel / Suami Ajaib
Suami Ajaib

Suami Ajaib

Muchlis| Bersambung
Jumlah Kata
915.3K
Popular
681.3K
Subscribe
6.4K
Sinopsis
PerkotaanSlice of lifeKonglomeratMiliarderPewaris
Angga Wibawa, seorang menantu laki-laki yang tak berguna awalnya dianggap rendah oleh keluarga istrinya karena miskin. Secara tidak sengaja dia mendapatkan kekuatan ajaib, dan sejak itu memulai hidup baru yang berbeda. Dia menyelamatkan nyawa dengan pengetahuan medis dan membunuh musuh dengan kemampuan bela dirinya. Dia tidak hanya berhasil membersihkan nama baiknya akibat penghinaan dan ejekan orang lain, tapi juga bisa memenangkan hati istri cantik dan berdiri di puncak dunia, menempatkan dunia di bawah kakinya.
Bab 1

Di koridor rumah sakit, orang terus datang dan pergi, namun Angga tidak peduli, dia terus menangis sambil duduk di sudut lorong.

"Ibumu memiliki tumor jahat di lambungnya. Jika tidak segera menjalani operasi seharga dua ratus juta rupiah, dia hanya bisa bertahan hidup selama sebulan lagi."

Kata-kata dokter yang dingin itu seperti jarum yang menusuk jantungnya.

Namun biaya operasinya sangat mahal, Angga sama sekali tidak bisa membayarnya.

Ayah angkat Angga, Dion Wibawa menghilang saat berlayar sebelas tahun lalu. Setelah itu, ibu angkatnya, Laras Kartika, pingsan dan dirawat di rumah sakit karena tumor lambung. Angga yang baru saja lulus terpaksa menjadi tulang punggung keluarga.

Untuk merawat ibu angkatnya yang sakit, tahun ini Angga tidak hanya menggunakan semua tabungan yang ada di rumah dan meminjam semua pinjaman online yang bisa diambil, tapi dia juga telah pergi ke rumah Lisa Dewanggono untuk meminjam uang pada keluarga istrinya.

Dia terpaksa menahan malu dan kehilangan martabatnya di mata keluarga Dewanggono, hanya untuk mendapatkan uang lima ratus juta.

Namun uang itu tidak bertahan lama di hadapan biaya rumah sakit yang terus menggunung. Sekarang yang tersisa hanya satu buah ponsel dan dua puluh ribu rupiah di kantongnya.

"Masih butuh dua ratus juta, masih butuh dua ratus juta …."

Ketika memikirkan nominal yang disebutkan dokter tadi, Angga merasa sangat putus asa. Dia telah menggunakan semua harta yang dimilikinya, dari mana lagi dia bisa mendapatkan uang sebanyak itu?

Tapi dia juga tidak mungkin membiarkan ibunya meninggal begitu saja tanpa melkukan usaha apa pun.

"Tidak! Aku harus bisa mencari pinjaman dua ratus juta."

Angga menghapus air matanya, lalu berdiri dengan gigi bergetar. "Aku tidak bisa membiarkan ibuku mati begitu saja!"

Dia memutuskan mengorbankan harga dirinya demi uang.

Angga pun datang ke rumah saudara, dan mengetuk pintu rumah paman tertua.

Sesaat kemudian, Bibinya membuka pintu dengan wajah serius.

Angga dengan putus asa memohon kepada bibinya. "Bibi, ibuku membutuhkan uang untuk operasi …."

"Mau minta uang lagi, ha? Mau minta uang lagi? Sudah diberi empat ratus ribu, apa masih belum cukup?"

"Pergi! Pergi! Pergi! Jangan datang lagi ke sini. Kami tidak punya kerabat serakah seperti kalian …."

Sembari berbicara, bibi mendorong Angga keluar, lalu dengan keras membanting pintu di depan wajahnya.

Mendengar kata-kata pedas yang penuh celaan itu, Angga marah sampai tubuhnya gemetar. Spontan dia menghantam dinding dengan tinjunya.

Dia tahu manusia bisa tiba-tiba berubah menjadi dingin dan acuh tak acuh, tapi dia tidak pernah menyangka bahwa paman yang telah mengambil alih rumah leluhur ayahnya, bahkan tidak mau membantunya lagi.

Angga tidak punya cara lain, dia hanya bisa menebalkan muka dan meminta pinjaman kepada kerabat yang lain, tapi semuanya ditolak.

Tidak hanya itu, semua kerabatnya juga memperingatkan Angga untuk tidak mengganggu mereka lagi. Jika tidak, mereka akan melaporkannya ke polisi.

Tak lama setelanya, pemilik rumah juga menelepon dan mewanti-wanti, jika dalam satu minggu tidak membayar sewa, dia akan mengosongkan kamar yang disewa ibunya, Laras secara paksa.

Perusahaan pinjaman online bahkan lebih brutal lagi ketika menagih utang, mereka sampai mengancam.

Karena tidak punya pilihan lain, Angga memberanikan diri untuk menelepon Lisa Dewanggono yang sedang berlibur di Bali.

Ketika Lisa mendengar Angga meminta uang, dia sangat kesal dan langsung memutuskan telepon tersebut.

Semua opsi telah dicobanya, tidak ada pilihan lain lagi!

Setelah setengah hari terkatung-katung diterpa angin dingin jalanan, Angga menghapus air matanya dan tiba di bar Zero Degrees.

Bar ini merupakan tempat yang dibuka oleh mantan pacarnya, Andin. Bukan, sebenarnya tempat ini adalah milik bekas teman sekamarnya, Erik Lesmana, yang telah meminjamkan uang satu miliar kepada Andin untuk mewujudkan mimpinya membuka sebuah bar.

Tentu saja karena uang satu miliar ini Andin meninggalkan Angga dan berpaling ke pelukan Erik.

Daya tarik gadis sekolah yang dingin dan angkuh yang bekerja sebagai waiter membuat tempat ini sangat ramai, dan menjadi salah satu tempat berkumpulnya anak-anak orang kaya di kota Kartaja.

Angga tau di tempat ini dia hanya akan jadi bahan tertawaan. Meskipun begitu, demi biaya operasi ibunya dia terpaksa masuk ke bar Zero Degree.

Dia percaya bahwa Andin akan mempertimbangkan hubungan mereka di masa lalu dan meminjamkan dua ratus juta padanya.

Ketika masuk, ada orang di bar yang sedang bermain gitar dan menyanyi, suasananya sangat meriah dan mewah.

Bau parfum yang memenuhi tempat itu membuat Angga merasa minder.

Ketika dia memasuki aula utama, seketika seluruh ruangan menjadi hening. Puluhan pria dan wanita berpakaian mewah menoleh ke arahnya.

Di sisi lain, Angga hanya menatap Erik dan Andin. Dia melihat sorot mata yang mencerminkan keangkuhan berkobar dari mata Erik, tanpa menemukan adanya rasa bersalah sedikit pun.

Andin mengenakan tanktop mini yang mengekspos perut putih indahnya, sedangkan bagian bawah tubuhnya hanya tertutup oleh hotpants yang pendek sekali.

Kulit putih bersih dengan dua paha yang ramping, sangat cocok dengan wajahnya yang cantik. Secara keseluruhan sosoknya sungguh sangat menarik perhatian.

Namun ekspresi dingin dan sombong di wajahnya membuat kebanyakan orang tak berani menatap matanya.

Dia memandang Angga tanpa emosi, tatapan matanya seperti sedang melihat seekor anjing di pinggir jalan.

Teman baik Andin, Astrid, melompat turun dari kursi tinggi.

"Angga, apa yang kau lakukan di sini?" Ucap Astrid dengan nada merendahkan.

Angga mengumpulkan keberanian. "Aku datang un–"

"Kami tidak membutuhkan petugas kebersihan di sini." Astrid memotong perkataannya dengan dingin, lalu berseru. "Pergi sana!"

Gadis ini selalu meremehkan Angga yang miskin, dialah orang yang berusaha menjodohkan Andin dan Erik.

Angga tidak menghiraukannya dan mengangkat tangan untuk menjelaskan. "Aku bukan ke sini untuk menjadi petugas kebersihan, tapi un–"

"Air lemon lima puluh ribu, koktail dua ratus ribu, apa kau mampu membelinya?"

Astrid kembali memotong kata-kata Angga dan mengejek dengan sinis. "Bahkan jika kau diberi uang saku oleh keluarga Dewanggono, kami tetap tidak akan menerimamu di tempat ini."

Erik menambah ejekan tersebut dengan berkata, "Sial! Hari ini aku lupa melihat ramalan, tak kusangka akan bertemu dengan sampah yang datang sendiri ke depan pintu rumahku."

Angga menjadi menantu laki-laki yang tinggal di rumah istrinya adalah sebuah fakta yang sudah diketahui oleh Erik dan teman-temannya.

Beberapa laki-laki dan perempuan yang ada di sana mulai tertawa setelah mendengar kata-kata tersebut.

"Aku–" Angga memberanikan diri untuk maju. Ketika melihat Andin hendak berbicara, seorang gadis cantik lain berteriak. "Lepaskan tangan kotormu dari sofa itu! Itu kulit asli, tau!"

Wanita itu bahkan mengibaskan tangannya di depan hidung, seolah-olah Angga seperti sampah busuk yang keluar dari parit pembuangan.

Angga menarik kembali tangannya seperti hendak digigit ular, wajah dan telinganya merah padam.

Ketika masuk ke tempat ini, dia tahu bahwa dirinya pasti akan dipermalukan, tapi tidak menyangka akan sekejam ini.

Dia menggertakkan giginya dan dengan terpaksa berkata, "Aku datang untuk mencari Andin." Lalu menoleh. "Andin, bisa kita bicara di luar?"

Angga berharap untuk menyelamatkan sedikit harga dirinya yang masih tersisa.

Andin melentikkan kaki panjangnya. Jari-jemari kakinya yang putih, bersinar di bawah cahaya lampu. Tanpa membuka mulut dan gerakan lain, namun gestur ini merupakan bentuk penghinaan terbesar.

Sudut mulut Erik terangkat membentuk sebuah senyuman sinis.

"Andin sekarang pacarku, bukan orang yang bisa kau temui sesukamu." Kata Erik, sambil mulai membela paha Andin yang seksi.

Pipi Angga pu memerah. "Andin, aku benar-benar ingin membicarakan sesuatu yang penting, ayo kita keluar sebentar."

Andin menatap Angga tanpa memberikan respon apa pun. Dia hanya menampakkan sikap sombong dan acuh tak acuh, seolah-olah sedang melihat semut yang tidak berarti.

"Pergi! Melihat tampangmu saja perutku jadi mual." Astrid menambahkan setelah jeda sesaat. "Kau hanya merusak suasana hati kami, tau!"

Melihat Andin tidak mempedulilkan perasaannya sedikit pun, Angga merasa sangat kecewa dan sedih. Tapi dia tetap berusaha untuk mengatakan sesuatu.

"Andin, aku ingin pinjam dua ratus juta."

Dia pun berjanji. "Jangan khawatir, aku pasti akan mengembalikannya. Aku bisa meninggalkan KTP, ijazah, bahkan yang lainnya padamu …."

"Dua ratus juta?" teriak Astrid dengan ekspresi berlebihan.

"Angga! Apa kau tidak malu berhutang dua ratus juta? Seluruh tubuhmu bahkan tidak semahal itu jika di jual. Dasar tak tau malu!"

Angga tetap menatap Andin dan mulai menjelaskan, "Ibuku butuh uang untuk operasi …."

"Aku tahu ini sangat mendadak, tapi aku benar-benar butuh pertolonganmu. Tolong bantu aku."

Dia juga mengeluarkan rekam medis ibunya dengan harapan bisa menyentuh hati Andin. Tapi Erik malah memandangnya seperti orang idiot.

"Ayahmu menghilang, rumah leluhurmu telah diambil oleh pamanmu, sekarang kau tinggal di rumah mertua dan tak punya pekerjaan. Dengan jaminan apa kau ingin meminjam dua ratus juta?"

Sejak lulus setahun yang lalu, Angga sibuk merawat ibunya yang sakit dan melayani makan dan minum keluarga Dewanggono. Dia tidak punya waktu untuk mencari pekerjaan di perusahaan. Jadi sampai saat ini masih pengangguran.

"Setelah operasi ibuku selesai, Aku akan segera mencari kerja. Aku pasti bisa melunasinya."

Angga merasa sangat malu, dia sangat ingin lari dari tempat itu. Tapi karena terlanjur sampai di titik ini, dia harus bertahan.

"Andin, aku mohon padamu, ibuku perlu segera dioperasi. Kami benar-benar sangat membutuhkan uang ini …."

Saat itu Angga merasa harga dirinya lebih rendah dari seekor anjing.

Astrid mencibir, "Kami bukan ayahmu! Jika ibumu memang butuh uang untuk operasi, apa urusannya dengan kami?"

"Andin, tolong aku, kumohon ..." Angga menatap Andin dengan penuh pengharapan. "Uang itu, pasti akan segera aku kembalikan secepatnya."

Semua orang menatap Andin, ingin melihat bagaimana reaksinya.

"Ini pertama kalinya aku mengatakan tentang hal ini di depan orang banyak," katanya dengan senyuman yang lembut dan penuh pengertian. "Tapi sebelum itu aku pikir kau perlu memahami satu hal."

"Kau ingin minta uang pinjaman padaku? Apa kau yakin tidak sedang melawak? Apa hubungannya hidup mati ibumu denganku?"

Dia mengejek dengan dingin. "Apa kau pikir masih ada perasaan di antara kita?"

"Jangan mimpi!"

"Tidak ada satu pun angsa putih yang akan peduli pada seekor katak buruk rupa."

Angga menatap Andin dengan ekspresi terkejut dan mata terbelalak, sulit baginya untuk percaya kalau kata-kata itu keluar dari mulut mantan kekasihnya.

"Di sini tempat berkumpul kelompok orang-orang elit, bukan tempat yang bisa kau masuki seenaknya."

"Dan uangku bukan sesuatu yang bisa kau pinjam."

"Aku sama sekali sudah tidak punya perasaan apa pun padamu."

"Benar, dulu ketika kita masih pacaran aku pernah jatuh sakit, dan saat itu kau memberiku batu giok Tai Chi, mengatakan itu akan melindungiku agar tetap aman dan tidak mengalami masalah."

"Sekarang aku akan mengembalikan giok Tai Chi itu padamu. Bawa giok itu untuk memberkati ibumu agar dia selalu aman dan terbebas dari masalah."

Andin mengambil sebongkah batu giok berwarna hitam dan putih, dengan bentuk Yin dan Yang dari laci meja dan dengan wajah tanpa ekspresi melemparkannya pada Angga.

"Pergi, dan jangan perah datang ke sini lagi!"

"Kehadiranmu di Bar Zero mengusik kesenangan kami. Kau hanya membuat aku dan Erik merasa terganggu."

Suara wanita itu sangat tenang, tanpa ada nada sombong sedikit pun, namun bisa menekan orang hingga merasa sangat rendah, seolah-olah seperti dewi yang melihat semut dari langit.

"Jadi orang seharusnya sadar diri!"

Astrid mendorong Angga dengan keras. "Pergi, katak dekil!"

Angga berbalik pergi dengan wajah penuh keputusasaan. Saat itu Erik tiba-tiba berkata, "Aku bisa meminjamkanmu dua ratus juta."

Mata Angga pun bersinar, seluruh tubuhnya kembali bertenaga. "Benarkah?" ujarnya.

Erik menunjukkan senyum penuh makna. "Berlutut!"

Darah di seluruh tubuh Angga mendidih, matanya penuh dengan amarah, tapi dia segera memaksa dirinya untuk kembali tenang.

Plop!

Angga pun berlutut.

Kedua lututnya memang terasa sakit, namun hatinya lebih sakit.

Tapi demi ibunya, dia rela melakukan apa saja.

"Ha ha ha …."

Astrid dan yang lainnya tertawa riang, tak menyangka bahwa Angga yang terkenal memiliki gengsi yang tinggi, kini berlutut di hadapan mereka.

Beberapa orang bahkan mengambil ponsel untuk mengabadikan adegan tersebut.

Andin mengangkat dagunya yang seputih salju, bangga layaknya seorang putri, dan semakin menunjukkan rasa tidak hormatnya pada Angga.

"Pria ini memang sudah tidak punya harga diri lagi." Batinnya.

Erik pun pergi ke kamar mandi dan kembali dengan sebuah cangkir yang penuh dengan cairan berwarna kuning. Lalu dengan suara 'plop' meletakkannya di depan Angga.

"Minum itu sambil berlutut."

Erik juga melempar sebuah kartu debit. "Ini ada dua ratus juta, aku akan meminjamkannya padamu."

Melihat cangkir berisi cairan kuning, Angga awalnya terkejut, lalu marah.

Ini adalah air kencing!

"Bajingan kalian!"

Angga melemparkan cangkir itu ke depan. "Ini keterlaluan!"

Andin dan teman-temannya heboh, berusaha menghindari air dari cangkir tersebut, tapi gagal.

Erik pun marah besar dan segera memberi perintah. "Bunuh dia!"

Angga berbalik dan lari.

Tujuh atau delapan pemuda berbondong-bondong mengejarnya.

Tentu saja Angga tidak akan mampu melawan mereka semua sekaligus. Dia hanya bisa bersandar di dinding sambil mengangkat dua tangan untuk melindungi kepala.

Dia sama sekali tidak menyadari apa yang dilakukannya, hanya bergerak berdasarkan insting saja dia memegang kepalanya sendiri.

Berkat refleks tersebut kepalanya terlindungi, tapi bagian tubuh lainnya tidak.

Setelah menerima beberapa pukulan keras, Angga mulai muntah darah.

Andin dan Astrid berteriak gembira.

Menurut mereka, penolakan Angga tadi adalah tindakan yang sangat menghina, jadi mereka beranggapan bahwa balasan ini murni akibat dari ulahnya sendiri.

"Dasar sampah!"

Erik menginjak kepala Angga dengan satu kaki.

Bam!

Angga yang tadi memegang kepala dengan dua tangan akhirnya melepaskan genggamannya. Sekujur tubuhnya lemas dan merosot ke tanah mengikuti dinding.

Dia pingsan!

Darah segar yang mengalir dari telapak tangan meresap ke dalam batu giok Tai Chi ...

Psyu!

Cahaya putih memancar keluar dan hilang dalam sekejap.

Lanjut membaca
Lanjut membaca
Download MaxNovel untuk membaca