Setelah Kejadian di Gerbang Waktu, di mana Cakra Dewa tersegel oleh Dewa Sihir. Pharo dan Jailan lalu menyamar sebagai manusia sejati di dimensi tingkat satu. Di mana dunia fana berada. Tempat tinggal manusia dan makhluk hidup lainnya berada selama ini.
Kedua makhluk berbeda dimensi itu, sudah seminggu lamanya. Menyamar sebagai manusia sejati. Dan sangat menikmati, kehidupan sebagai manusia sejati.
Entahlah apa yang dicari oleh kedua makhluk tak kasat mata itu, dengan melakukan hal itu.
Pharo sebagai kembaran gaib dari Phiro, sudah terbiasa menyamar sebagai manusia sejati. Di mana dirinya sering membuat sensasi-sensasi di dunia fana, hingga dirinya pun dikenal sebagai makhluk antara dan tiada, di masa lalu.
Sedangkan Jailan sebagai makhluk dimensi tingkat tiga, dimensi asal dari jin tingkat tinggi. Baru pertama kali ini menyamar sebagai manusia sejati. Walaupun dirinya pernah terkutuk sebagai Naga Perak di puncak Gunung Gede di masa lalu. Akan tetapi, tak sekali pun dirinya pernah menyamar sebagai manusia sejati. Serta berkeliaran di dunia fana sama sekali dengan wujud manusianya selama ini.
Manusia Sihir Bermata Merah itu, seperti biasanya menyamar sebagai manusia sejati. Dengan fisik yang serupa dengan Phiro, sebagai kembaran manusianya. Namun kali ini ia memakai sweater polos berwarna merah untuk menutupi baju jaring berwarna merahnya. Sedangkan celananya, tetap celana bahan berwarna merah ketat. Dengan sepatu sport berwarna merah pula. Tak lupa, ia pun telah mengikat bayangan dirinya dengan sihir. Agar dirinya benar-benar terlihat sebagai manusia sejati. Yang memiliki bayangan.
Pharo tak ingin kehilangan kembali bayangan sihirnya, seperti saat dirinya berada di dalam Samudera Hindia, beberapa bulan yang lalu. Hingga ia pun tak tahu sama sekali keberadaan bayangan sihirnya itu ada di mana saat ini. Karena ia malas untuk mencarinya. Pharo, hanya menganggapnya sebagai hal sepele saja.
Andai saja ia mencarinya. Pasti Pharo sudah menemukan bayangan sihirnya sejak dari dulu.
Jailan terlihat berbeda, dengan rambut berwarna perak setengkuk yang dikuncir kuda. Dirinya pun memakai sweater berwarna putih dengan celana cargo berwarna hitam. Dirinya berpenampilan seperti itu, atas masukan dari Pharo. Yang tak ingin Jailan terlihat aneh dengan rambut panjang sebahunya, dan pakaian serba putih. Seperti seorang pangeran dari negeri dongeng saja. Mata putihnya diubah menjadi berwarna cokelat, sama seperti mata Pharo di dalam penyamarannya.
Dua makhluk astral itu. Terlihat sedang berada di sebuah jembatan penyeberangan yang terhubung dengan halte Transjakarta, dengan menatap ke arah gedung-gedung pencakar langit. Yang bermandikan cahaya lampu. Menghimpit jalan raya itu dari dua arah.
Jarum jam sudah menunjukan pukul 9 malam. Hingga suasana jalan pun sudah terlihat sepi. Tak seramai sebelumnya.
"Bagaimana, apa kau bahagia menyamar sebagai manusia selama seminggu ini?" tanya Pharo kepada Jailan yang ada di samping kanannya.
"Bahagia, tapi aku merindukan Bulan," sahut Jailan, lalu tersenyum tipis.
"Di Bulan, apa kau tak bosan sendiri?" tanya Manusia Sihir Bermata Merah, dengan penuh selidik terhadap Pangeran Bulan Terang itu.
"Aku sudah biasa sendiri. Jadi tak masalah, aku sendiri di Bulan," timpal Jailan, sambil menatap bulan sabit di langit.
"Ya, sudah jika begitu. Kau pulang saja ke Bulan," ucap Pharo, lalu tersenyum ke arah Jailan.
"Aku pamit ...," Jailan tiba-tiba saja menghilang begitu saja. Tanpa mempedulikan kehadiran sekitarnya. Di mana ada dua orang gadis yang sedang berjalan menuju ke arah halte Transjakarta. Yang sontak saja membuat kedua gadis itu begitu terkejut bukan main.
Melihat Jailan begitu saja menghilang, dari samping Pharo. Yang tetap terlihat di penglihatan mereka.
"Setan!!" teriak dua gadis itu secara bersamaan. Sambil berbalik arah ke tempat mereka datang.
Teriakan kedua gadis itu pun didengar begitu jelas oleh Pharo.
"Dasar, Jai. Sudah aku bilang. Jika sedang menyamar sebagai manusia sejati. Jangan menghilang seenaknya saja," kata Pharo di dalam hatinya. Lalu tersenyum kecut.
Kembaran gaib Phiro itu pun lalu melihat ke arah bawah, di mana orang-orang mulai berdatangan mendengar penjelasan dari kedua gadis yang melihat hilangnya Jailan dari tempat itu.
"Gara-gara Pangeran Bulan Terang itu. Aku pun harus menghilang. Aku tak ingin menjadi bahan pertanyaan mereka, tentang hilangnya Jailan," Manusia Sihir Bermata Merah itu pun lalu menghilang begitu saja dari tempat itu. Hingga membuat orang-orang yang sedang mendekati Pharo. Menjadi terkejut bukan kepalang. Melihat pemuda tampan yang ingin mereka mintai keterangan. Menghilang begitu saja dari pandangan mereka, tanpa meninggalkan jejak apa pun.
"Pemuda ganteng itu ternyata setan juga," kata seorang Tukang Ojek Online yang biasa mangkal di bawah jembatan penyeberangan orang (JPO) itu.
"Aneh, setan sekarang ganteng-ganteng," sahut rekannya, dengan penuh keterkejutannya.
Mereka pun lalu kembali turun, menuju tempat mereka. Tanpa menyadari, jika mereka sedang diawasi oleh Pharo dari salah satu puncak gedung pencakar langit di sekitar tempat itu. Tanpa ada yang mengetahui sama sekali.
Apa yang dibicarakan oleh mereka pun dapat didengar oleh Pharo, dengan begitu jelasnya
"Enak saja, aku ini setan. Aku ini manusia sihir!" ketus Pharo di dalam hatinya.
Manusia Sihir Bermata Merah itu, lalu menatap langit tanpa batas. Hingga ia pun melihat Mars, sebagai bintang merah tak berkedip di langit.
Dirinya merasakan hal aneh, dengan planet itu. Yang seakan ingin berbicara dengan dirinya.
"Ada apa dengan Mars, dirinya seakan ingin berbicara dengan diriku?" tanya Pharo di dalam hatinya. Lalu memejamkan sepasang mata cokelatnya, pertanda ia masih menyamar sebagai manusia sejati.
Terus memejamkan matanya, berusaha mendeteksi energi gelap yang mungkin ada di Mars. Yang tak ia temukan sama sekali. Namun tak dapat ia rasakan sama sekali.
"Tidak ada energi gelap sama sekali. Energi gelap dari Bidadari Hitam pun tak terdeteksi sama sekali, sejak dirinya melarikan diri dari Gerbang Waktu," kata Pharo di dalam hatinya, sembari membuka sepasang matanya kembali.
"Lebih baik, aku akhiri penyamaran ini. Aku ingin tidur dahulu," sepasang mata Pharo pun berubah menjadi merah, pertanda ia sudah mengakhiri penyamarannya sebagai manusia sejati.
Manusia Sihir Bermata Merah itu pun lalu menghilang begitu saja dari puncak gedung pencakar langit itu. Tanpa meninggalkan jejak sedikit pun. Seakan ingin memberi misteri kepada dunia. Tentang betapa misteriusnya dirinya itu.
***
Sementara itu di kedalaman Samudera Hindia, 1000 km di selatan Pulau Jawa. Terlihat sesosok bayangan hitam, sedang berdiri di dasar gelapnya samudera itu.
Dirinya merupakan bayangan sihir Pharo, yang terlepas dari diri Pharo beberapa bulan yang lalu.
Dirinya yang hanya berupa bayangan hitam. Terlihat begitu kebingungan, dengan tatapan ke arah utara. Di mana Pulau Jawa berada.
"Ya, ini pancaran energi dari Aro. Aku harus segera menemukannya," ucap Bayangan Sihir Pharo di dalam hatinya.
"Tapi pastinya, ini memerlukan waktu yang lama. Tanpa memiliki sihir, tanpa akses telepati dengan dirinya. Aku benar-benar seperti manusia dunia fana saja," keluh Bayangan Sihir Pharo.
"Tapi biar bagaimana pun, aku harus mencarinya. Dirinya harus mempertanggung jawabkan, kenapa menciptakan aku. Tetapi membuangku begitu saja, walaupun dirinya tak sengaja melakukannya," tutur Bayangan Sihir Pharo di dalam hatinya, lalu berenang di dalam gelapnya kedalaman Samudera Hindia ke arah utara. Dengan tujuan Pulau Jawa, tempat di mana Pharo berada saat ini.