"Ah, bocah, pelan-pelan, kamu membuatku sakit."
Pulau Labu di bawah langit malam, kura-kura yang sedang tidur, angin malam yang membuat ombak gerak, seperti bertempo menghantam tepi pantai, justru tak mampu menutupi suara laki-laki dan perempuan di bawah cahaya lampu yang redup.
"Maaf Kak, aku sedikit besar..."
"Besar? Apanya besar? Seberapa besar? Kasih aku lihat."
Suara wanita itu nyaring, namun juga membawa pesona yang membuat orang berkhayal.
"Kak, jangan bercanda, aku bilang tenagaku besar. Baringlah dan jangan bergerak, aku akan memijatmu sebentar."
John tersenyum pahit menggelengkan kepala, melirik sekilas ke arah seniornya Vivi Judy yang sedang berbaring di kursi pantai, diam-diam menelan saliva.
Gaun panjang tipis berwarna merah setengah menutupi tubuh. Di bawah cahaya yang redup, lekuk tubuh yang terlihat indah terlihat semakin menggoda.
Vivi sedikit memiringkan wajahnya, kecantikannya sangat luar biasa. Di bawah alisnya ada sepasang mata jernih, yang penuh dengan aura berbeda. Di bawah hidung mancungnya, dia mengerucutkan bibir merahnya, menunjukkan rasa kesal dan mengeluh.
"Tahu tenaga sendiri besar, masih memukulku dengan keras. Demi pulang menemui kekasih, kamu begitu buru-buru?" Vivi mendengus, merasa kesal.
Ketika membahas tentang kekasih, jantung John bergetar, gerakannya juga berhenti.
"Tiga tahun berlalu, sudah waktunya aku kembali juga."
Hati John ada harapan, "Aku harus pulang lihat orang tuaku. Selama tiga tahun ini aku tidak pernah kasih tahu kabar apa pun ke mereka."
Tiga tahun lalu.
John lulus dari Universitas Kedokteran Skysi bersama kekasihnya Pauline Melanny, mereka berdua magang bersama di rumah sakit. Suatu malam saat perjalanan pulang dari kerja malam, dia kebetulan melihat seorang penjahat melakukan hal tidak senonoh terhadap kekasihnya. John yang masih muda dan emosi tidak stabil membara, langsung memukuli penjahat itu sampai masuk rumah sakit.
John dipenjara selama lima tahun karena melukai orang lain secara parah.
Selama tiga tahun ini dia selalu berada di penjara Pulau Labu. Tetapi pada hari pertama masuk penjara, dia sudah menyembah seseorang sebagai guru. Belajar medis dan bela diri, bergabung dengan Sekte Langit, dan menjadi Raja Penjara generasi baru.
Mengalahkan Vivi adalah satu-satunya syarat keluar dari penjara Pulau Labu.
Demi bisa pulang, dia memukul Vivi.
"Benar juga."
Vivi mengangguk pelan, suasana terasa tegang. Vivi tiba-tiba mengangkat alisnya dan bertanya, "Bocah, tubuhku lebih bagus atau tubuh kekasihmu lebih bagus?"
"Senior putih atau tidak ya..."
John digoda hingga wajahnya memerah, "Kak, bolehkah kamu jangan menggodaku melakukan kejahatan? Aku takut guru mematahkan kakiku."
"Ck!"
"Bukannya kamu besar? Masih takut dengan guru?"
……
Keesokan hari pukul sembilan pagi, bandara Kota Skysi.
John membawa tas kanvas tua dan perlahan jalan keluar. Meskipun kulitnya hitam, tapi rambut pendeknya membuat dia terlihat semangat, sepasang matanya terlihat sangat tenang.
"Jalan John."
Setelah naik taksi, John memberi tahu alamat, memandang perubahan Kota Skysi selama tiga tahun ini, hatinya merasa sangat sedih.
"Selama tiga tahun ini juga tidak tahu bagaimana kondisi kesehatan ayah dan ibu, mungkin benci dirinya sendiri."
Tiga tahun yang lalu, John adalah anak baik di mata orang lain. Murid cerdas yang pintar dalam segala hal, dia adalah kebanggaan orang tuanya.
Tiga tahun yang lalu juga, dia masuk penjara.
Pikirannya melintas seperti film, mobil berhenti di Jalan John. Menatap pintu rumah yang hancur, mungkin karena sudah bertahun-tahun tidak pulang, hatinya merasa tidak tenang. John menenangkan diri sejenak, baru melangkah maju untuk mengetuk pintu.
"Ceklek!"
Tanpa menggunakan banyak tenaga, pintu besi yang karatan itu ternyata terbuka.
"Ibu."
John mengangkat kaki dan melangkah masuk, justru melihat seorang wanita membungkuk di pojok ruangan, dengan rambut yang sudah memutih, dan wajahnya terlihat lelah. Hanya lihat sekilas, John sudah bisa melihat wanita tua ini menderita banyak penyakit.
"J-John?"
Tubuh Wenny Kenggono seperti tersambar petir, perlahan-lahan membalikkan tubuh, menatap John dengan tidak percaya.
"John, anakku, apakah benar-benar adalah kamu?"
"Ibu!"
John lari dan memeluk ibunya, hatinya seperti ditusuk jarum.
Tahun ini ibunya baru berusia 50 tahun, justru menua seperti wanita berusia 70 hingga 80 tahun. Langkah kakinya sempoyongan, tubuhnya yang bungkuk seakan-akan membawa beban yang sangat berat!
"Ibu, ini aku, ini aku."
"Baguslah kalau pulang, baguslah kalau pulang."
Wenny sudah tidak bisa menahan air matanya, menyentuh wajah John, menepuk kuat pundak John, akhirnya ada sedikit cahaya di matanya yang tidak berhidup itu.
Setelah masuk ke dalam rumah, Wenny menuangkan segelas air hangat untuk John.
"John, bukankah kamu dihukum lima tahun? Kenapa sudah keluar sekarang?" Wenny teringat dulu anaknya marah dan melukai orang. Pihak lain tidak menerima mediasi, sehingga dijatuhi hukuman lima tahun.
Ini baru tiga tahun, kenapa sudah keluar?
"Oh, aku belajar medis, bantu banyak orang di penjara, berperilaku baik, jadi mendapat pengurangan hukuman." Sekte Langit misterius, oleh karena itu John membohong secara spontan.
Dan hatinya lebih penasaran, bagaimana rumah yang baik-baik saja bisa menjadi rusak seperti ini?
Meskipun Jalan John berada di desa perkotaan, berada di tepi kota, justru adalah tanah terkaya di kota lama. Keluarga Jordan selalu berprofesi dokter, sangat kaya raya.
Kenapa sekarang....
"Ibu, apakah ayah sedang kerja di klinik? Pulang makan siang tidak? Ngomong-ngomong, kerjaan kakak dan kakak ipar lancar-lancar saja, kan? Sekarang Feri seharusnya sekolah TK, kan?" John tak bisa menahan diri untuk bertanya, "Selama tiga tahun ini, Pauline baik kepada ibu dan ayah, kan?"
"Aih!"
Kalau tidak membahas masalah ini baik-baik saja, begitu bahas air mata Wenny yang baru saja berhenti, kembali mengalir membasahi pipinya.
"Kakak dan kakak iparmu sudah tiada, mobil mereka kehilangan kendali dan jatuh ke sungai, sampai sekarang bahkan tidak bisa menemukan jenazah mereka. Kalau ayahmu, dia..."
"Alfred Jordan, keluar! Aku tidak percaya kamu akan selamanya menjadi pengecut!"
Tepat pada saat ini, pintu halaman di luar ditendang keras, dan terdengar teriakan marah seseorang.
John mengernyitkan alisnya, siap untuk melangkah keluar. Alfred adalah ayahnya, bagaimana dia bisa membiarkan orang lain menghinanya seperti ini?
"Jangan!"
Mimik wajah Wenny langsung berubah, buru-buru menarik John ke dalam kamar. Wajahhya terlihat panik dan berkata, "Cepat, cepat sembunyi di bawah kasur. Jangan keluar sampai aku memanggilmu, mereka tidak akan berbuat apa-apa kepada orang tua sepertiku. Cepat sembunyi di bawah......"
"Bang!"
Pintu kayu hancur, dan tiga preman tanpa baju dengan rokok di mulut mereka masuk ke dalam.
"Sembunyi? Aku justru mau lihat kamu mau sembunyi di mana? Aku lihat kamu pulang dengan mata sendiri, kenapa kamu masih…. Eh, kamu bukan Alfred, kamu adalah anak Alfred?"
Pemimpin Rambut Kuning menatap John terkejut.
"Benar. Aku adalah anak Alfred, John."
John menahan amarah yang muncul di hatinya, dengan pandangan tajam seperti pisau menatap empat orang yang bertindak sombong.
"Utang ayah dibayar oleh anak. Kalau tidak bisa menemukan ayah, anaknya juga bisa. Bayar utanglah!"
Rambut Kuning langsung mengulurkan tangan ke arah John, "Ayahmu berutang 400 juta kepada Kakak Sembilan kita, sudah lebih dari sepuluh hari, segera bayar utang. Kalau tidak, kalian keluar dan tinggalkan rumah ini."
"400 juta? Ayahku yang meminjamnya?"
John mengerutkan alisnya, menoleh dan menatap tidak percaya ke arah ibunya.
"Ibu, ayah meminjam uang di luar? Bisnis klinik kita selalu berjalan baik, kenapa harus meminjam uang?" John bertanya tidak mengerti.
"Aih, Feri sakit, dia mengidap leukemia akut. Tetapi ayahmu tidak mau menyerah, mau bagaimana pun juga dia adalah satu-satunya keturunan yang ditinggalkan oleh kakak dan kakak iparmu. Jadi ayahmu meminjam 100 juta dari orang."
Wenny tidak bisa menyembunyikannya lagi, hanya bisa menceritakan perubahan besar yang terjadi di rumah secara detail.
"Bocah, bayar utang. Kita tidak punya waktu basa-basi denganmu." Rambut Kuning mendesak dan berkata, "Membayar utang adalah hal benar, aku harap kamu jangan tidak tahu diri."
"Uang, kita bayar."
Hati John sedang berdarah, dia dengan kuat menahan rasa sakit yang diakibatkan oleh perubahan tak terduga dari rumahnya!
"Tetapi, beri aku sedikit waktu, aku baru saja pulang ke rumah..."
"Sialan, sama saja seperti ayahmu. Apakah tidak bisa cari alasan lain saat menipu orang? Sama seperti ayah cacatmu itu!" Rambut Kuning langsung marah begitu dengar perkataan John.
"Cacat?"
Tubuh John bergetar hebat, hampir tidak bisa berdiri stabil.
"Apa yang terjadi pada ayahku?"
"Dua tahun yang lalu, setelah kakak dan kakak iparmu terjadi kecelakaan. Ayahmu membawa uang ganti rugi dari perusahaan asuransi ke bank, di jalan dia bertemu dengan perampok."
Air mata Wenny tidak pernah berhenti mengalir, semua masalah yang terjadi dalam tiga tahun ini seperti pisau yang mengikis tulang. Setiap tusukan memotong daging Wenny, setiap tusukan menusuk hatinya!
"Itu adalah uang yang didapatkan oleh kakak dan kakak iparmu dengan nyawa mereka, ayahmu tentu tidak akan memberikan kepada mereka, sehingga dia ditendang oleh penjahat sampai kakinya patah. Bahkan perutnya ditusuk, kalau bukan karena penyelamatan yang tepat waktu, mungkin ayahmu juga sudah tak ada......"
"Berhenti, kenapa basa-basi begitu banyak?"
Rambut Kuning sudah kesal.
"Aku tidak punya waktu mendengar cerita sedih kalian. Dua kata saja, bayar utang. Kalau tidak, segera rapikan barang kalian dan pergi, rumah ini adalah milik kita sekarang..."
"Pergi!"
John merasa hatinya seperti disayat dengan pisau, rasa sakitnya membuat dia tidak bisa bernapas!
Setelah tiga tahun kemudian dia kembali, dia hampir kehilangan segalanya. Bagaimana mungkin dia bisa bersikap baik terhadap penagih utang berbunga tinggi?
Kalau bukan karena menahan diri sepenuhnya, dia ingin membunuh orang!
"Apa? Kamu berani menyuruhku pergi? Aku akan membunuhmu!"
Rambut Kuning mematung sejenak, lalu mengangkat tangan dan menonjok wajah John.
"Jangan memukul anakku..."
Melindungi anak sendiri sepenuh hati, tubuh Wenny membantu John menahan di depan.