"Aku harus keluar dari lembah ini ayah, aku tak bisa hidup disini terus! Sampai kapan? Aku ingin pergi ke Kota Dewa!" Seru Zaiho, seorang pemuda berusia lima belas tahun. Dia adalah putra bungsu dari ketua Klan Raja Petir, Zuge. Kakak pertamanya adalah lelaki berusia 23 tahun bernama Dean dan kakak keduanya seorang gadis berusia 20 tahun bernama Clara.
Ketua Zuge menatap anak bungsunya itu dalam dalam. Sepertinya dia tahu kalau waktu ini akan segera tiba.
"Untuk apa?" Ketua Zuge menanggapi protes anaknya dengan tenang.
"Ayah selalu bercerita di kota Dewa banyak sekali para petarung Jiwa yang menjadi Satria penjaga kuil dewa. Ya, aku ingin menjadi penjaga kuil dewa!" Ujar Zaiho yang tetap bersikeras menentang pemikiran ayahnya.
Kedua kakanya yang bersama mereka, mencoba ingin menenangkan adik bungsunya itu, namun dilarang oleh ayahnya.
"Apa kau tahu, kalau menjadi penjaga kuil dewa bukanlah hal yang mudah? Semua Klan akan mengirimkan petarung Jiwa terbaik mereka untuk menjadi penjaga. Raja Api, Raja Angin, Raja Tanah dan Klan Raja Air. Mereka adalah Klan dengan petarung Jiwa terbaik. Belum lagi klan klan dan akademi kecil. Persaingan begitu ketat anakku." Terang Ketua Zuge yang masih dengan sabar menasehati anak bungsunya itu.
Zaiho mendengus marah, dia berbalik dan mengambil sebongkah batu lalu dilemparkan kuat kuat kearah danau yang bersemburat warna warna indah dari pantulan cahaya matahari senja.
"Aku tak mau disini!"
Ketua Zuge kembali menghela nafas panjang. Dia merangkul pundak anak bungsunya dan mencoba menenangkan hasratnya yang makin hari makin menggebu. Itu adalah yang kesekian kalinya Zaiho berniat pergi dari Lembah Tanpa Nama, tempat Klan Raja Petir bersembunyi hampir lima puluh tahun lamanya.
Sebuah fitnah yang keji membuat Klan Raja Petir dijadikan sasaran serangan dari empat Klan elemen utama. Banyak sekali korban dari anggota mereka. Hingga akhirnya merekapun melarikan diri bersama sisa anggota yang ada dan bersembunyi di Lembah Tanpa Nama untuk menyusun kekuatan kembali.
"Aku tak pernah ingin melarangmu keluar dari lembah ini dan pergi ke kota Dewa. Namun bersabarlah dulu. Kemampuanmu belum cukup untuk kesana. Kau masih dilevel tujuh Elite Warrior. Capailah tiga level lagi dan kau menembus level 10 Master Soul art. Disamping itu kekuatanmu juga masih 70.000 soul power. Belum tapat pergi untuk saat ini."
Namun apa yang dikatakan oleh Ketua Zuge seolah tak digubris Zaiho. Dia tetap pada pendiriannya. Keluar dari lembah dan melihat dunia luar yang semarak.
"Adik Zaiho, kau harus tahu. Tidak hanya kau saja yang ingin merasakan dunia luar sana, aku dan kakakmu Clara, juga sangat ingin merasakan dunia. Namun kita semua bersabar biar menjadi lebih kuat dulu. Kita tak tahu kekejaman apa yang menunggu kita diluar sana. Kekuatanku mencapai 120.000 Soul Power dan Clara 100.000 tapi kami belum berani." Kakak pertama Zaiho, Dean mencoba meluluhkan kekerasan hati adiknya.
Zaiho berbalik, dan berlari kencang meninggalkan mereka di tepi danau. Dia tak mau mendengar lagi argumen argumen yang disampaikan ayah dan kakaknya. Tekadnya sudah bulat. Keluar dari Lembah Tanpa Nama.
Ketua Zuge menghela nafas panjang, "Semakin lama semakin sulit menahannya untuk tetap tinggal."
"Ayah, apakah mungkin Zaiho bisa pergi dari sini?" Tanya Clara.
Ketua Zuge mengangguk, "Sangat mungkin. Kekuatan yang dimilikinya berbeda dengan kalian. Dia mempunyai genetika dari ibu kalian yang mempunyai dua kekuatan kembar yaitu petir dan api. Efek dulu ibu kalian memakan bunga api abadi untuk menyembuhkan luka yang dideritanya. Tanpa disangka, bunga itu mempunyai kekuatan ajaib yang bisa mengumpulkan kekuatan api abadi dijantung sebelah kiri. Zaiho adalah yang mewarisi kemampuan ibu kalian saat ini."
Mereka tertegun mendengar penjelasan ayahnya. Memang Zaiho terlahir dengan kekuatan bawaan yang cukup besar. Kekuatan kembar, ditangan kanannya adalah kekuatan petir dan ditangan kirinya adalah kekuatan api abadi yang murni. Untuk anak berusia lima belas tahun, rata rata akan mentok di level 5, level Warrior dengan Soul Power 50.000. Namun Zaiho beda, dia sudah menembus ke 70.000 soul power dan mencapai level tujuh sebagai Elit Warrior.
"Bagaimana jika Zaiho nekat pergi ayah?" Tanya Dean.
"Jujur saja sebenarnya itu sangat bagus buat Zaiho, dia bisa menempa diri diluar sana. Bertarung dengan berbagai macam petarung Jiwa dengan berbagai kemampuan dan elemen. Namun itupun bertaruh nyawa. Sangat bahaya, bakatnya jangan sampai terbuang sia sia. Apalagi jika ada yang tahu dia memiliki kekuatan petir, pasti semua Klan besar akan memburunya dan menangkapnya untuk mencari tahu keberadaan kita."
Dean dan Clara tercekat. Walaupun mereka tak tahu secara langsung peristiwa pembantaian klan Raja Petir oleh empat klan utama, namun kisah itu cukup membekas dalam ingatan mereka.
"Semoga saja adik ketiga menurut apa yang ayah inginkan." Kata Dean lirih.
Ketua Zuge tersenyum tipis, "Sepertinya akan sulit. Dia pasti akan menemui para tetua Klan untuk meminta ijin keluar dari lembah ini."
Lagi lagi Dean dan Clara terdiam. Mereka sangat mengkhawatirkan keselamatan adiknya jika nekat pergi keluar dari lembah. Dengan kemampuan yang masih rendah seperti itu.
"Tapi ayah, sepertinya apa yang dikatakan Zaiho ada benarnya. Sampai kapan kita bersembunyi disini?" Tanya Clara.
Ketua Zuge memandang keatas langit yang terlihat indah dilembah tanpa nama. Matahari senja bersinar ramah, dan burung burung terbang dengan riang kembali ke sarang mereka. Benua Suci, sangat indah jika tak ada pertumpahan darah.
"Sudah lima puluh tahun, kita disini. Hidup dengan damai. Membangun kembali Klan dengan perlahan. Namun, kapan kita akan keluar? Aku pun tak tahu. Tangan ini, sudah kering dari darah. Sepertinya mungkin memang nyaman disini ya." Ujar sang ketua Zuge.
Sepertinya jawaban dari ketua Zuge tak sesuai harapan Dean dan Clara. Dalam hati mereka yang paling dalam, mereka pun ingin keluar dari lembah. Namun mereka tak ada keberanian sama sekali untuk membangkang perintah ayah mereka. Terkadang mereka sangat iri dengan Zaiho yang mempunyai keberanian mengutarakan pendapatnya dan juga mengambil langkah yang terkadang tidak sesuai dengan aturan Klan.
"Apakah kekuatan kita masih belum cukup untuk melawan para klan utama ayah? Bukankah para tetua dan ayah sendiri sudah mencapai level 17 sebagai Saint Warrior?" Tanya Clara.
"Hahahaha, kita punya beberapa Saint Warrior. Tapi jangan lupa, para Klan semuanya pun sama. Mereka mempunyai petarung Jiwa di level Saint Warrior. Bahkan kabarnya, Klan Api, salah seorang tetuanya sudah mencapai puncak, selevel dua puluh sebagai Caesar Warrior."
"Hah? Ada yang mampu menembus level itu? Itu sudah keranah level dewa kan?" Tanya Dean terheran.
Ketua Zuge mengangguk, "Tetua Klan Raja Api, Summon, kabarnya telah menembus level 20 diusia 170 tahun."