Semua novel yang kamu inginkan ada disini
Download
Pelet Pembangkit Gairah

Pelet Pembangkit Gairah

Mas Tora | Bersambung
Jumlah kata
78.7K
Popular
59.9K
Subscribe
3.3K
Novel / Pelet Pembangkit Gairah
Pelet Pembangkit Gairah

Pelet Pembangkit Gairah

Mas Tora| Bersambung
Jumlah Kata
78.7K
Popular
59.9K
Subscribe
3.3K
Sinopsis
HorrorHorrorDunia GaibHarem21+
WARNING! BANYAK ADEGAN DEWASA. SIKAPI DENGAN BIJAK! Juna adalah sosok pemuda desa yang pada dasarnya adalah baik dan patuh, namun hinaan Marni membuatnya gelap mata dan belajar sebuah ilmu Hitam yang bisa menarik sekaligus bisa membuat lawan jenis pasrah untuk digauli. Petualangannya dengan banyak wanita menjadi pelampiasan dendam hatinya selama ini. Dan juga kisah perseteruan alam gaib yang dialami nya. Cerita ini kombinasi antara MISTIS + ROMANTIS sekaligus EROTIS
Sakit hati

"Akhhhhhh!"

Desahan dan erangan Marni tak henti hentinya demi merasakan permainan terlarang dengan Juna. Tubuhnya meliuk liuk dengan liar diatas meja, di rumah tua yang lembab dan kotor itu.

"Terusin Junnnn, akhhh!"

Juna hanya tersenyum sinis melihat Marni yang terbawa oleh permainan panasnya, seolah tak ingin segera selesai dan mempermainkan tubuh Marni semua dan sepuasnya dia. Derit goyangan meja kayu usang tempat dimana Marni terbaring semakin membuat suara yang menggugah gairah. Dengan posisi berdiri, Juna tanpa ampun terus menggempur liang lembab milik Marni.

"Aku sampai lagi juuuunnn, akhhh!"

Untuk kesekian kalinya Marni mengerang nikmat sambil kakinya mengunci dipinggang Juna kemudian lemas dan pasrah. Dan tak lama kemudian Juna pun seperti mencapai puncak kenikmatannya.

"Kau hebat Jun, lututku rasanya mau lepas. Hampir satu jam kau genjot sih." kata Marni sambil tersenyum genit dan menyentil senjata Juna yang mulai mengendur.

Juna tak menjawab, dia lalu membetulkan pakaian dan celananya.

"Kau segera rapikan pakaian mu Marni, nanti keburu ketauan warga." Ucap Juna dengan acuh.

"Sebentar Jun, ga kuat jalan aku." protes Marni.

Juna lalu berbalik dan duduk dikursi kayu usang sambil menyalakan rokok ditangannya. Dihempaskan ya kuat kuat asap itu sambil memandang tajam kearah Marni yang masih setengah tak berbusana. Senyum sinis tersungging di bibirnya.

"Itu baru awal pembalasanku Marni." Batin Juna.

Marni adalah wanita terhormat, istri kepala desa Wanasih, tempat mereka tinggal. Usianya hampir 40 tahun, namun dia pandai merawat tubuh hingga seperti awet muda dan tetap bahenol.

"Jun, aku masih kangen." Rengek Marni.

"Ga bisa Marni, kau harus segera pulang. Suami mu bisa curiga nanti." Ucap Juna.

Tak mau membantah lagi, Marni segera merapikan pakaiannya lalu melangkah kearah Juna, dan mengecup mesra bibir Juna.

"Ya dah aku pulang dulu, nanti kabari kalau butuh lagi ya." Ucap Marni sambil mengerling manja.

TIGA TAHUN YANG LALU!

"Apa? Kau melamar anakku? Kau harusnya bisa ngaca kan Jun? Dina anak berada, sedangkan kau?" Suara Marni terdengar melengking tanpa bisa menahan emosi yang meluap.

Juna hanya duduk sambil menundukkan kepala.

"Sekarang aku tanya, apa yang bisa kau lakukan demi mencukupi anak gadisku? Kau hanya pemuda biasa, sawah peninggalan orangtuamu itu berapa.luasnya? Jika panen paling cuman bisa nyukupin kebutuhan mu aja. Kau mau bikin Dina menderita?" Marni masih saja dengan nada tinggi tanpa mempedulikan bagaimana hancurnya perasaan Juna.

"Bu Kades, Pak Kades, saya dan Dina sudah menjalin hubungan selama setaun belakangan. Kami saling mencintai." Ucap Juna yang mencoba tegar mempertahankan cinta nya.

"Cinta? Kau pikir hanya dengan cinta semua bisa dibeli? Omong kosong macam apa ini Juna! Kau hidup dijaman melenial Jun, bukan dijaman Majapahit. Jangan bicara cinta, bikin muntah." Hardik Marni, Dina yang mencoba bertahan mendengar cacian ibunya kepada kekasih hatinya itupun akhirnya tak kuat lagi. Airmatanya mengalir deras dan sesekali menggelengkan kepala untuk menyudahi cacian kepada Juna. Namun sepertinya Marni tak peduli lagi. Ratusan kata kata yang menyakitkan telinga dengan lancar meluncur dari lidahnya.

"Bu Kades, saya akan berusaha dan bertanggungjawab atas kebahagiaan Dina. Selama saya masih punya kesehatan dan kekuatan, saya janji akan mencukupi apa yang diinginkan Dina.".Juna tak henti hentinya berjuang.

"Omong kosong. Kau liat dirimu sekarang. Kau tak punya harta apapun selain rumah reyot dan beberapa petak sawah aja. Mau nglamar Dina? Kau bilang kau akan berusaha mencukupi Dina? Hey, liat dirimu baik baik, mencukupi dirimu saja kau ga sanggup. Jangan membual kau."

Juna terasa tak mampu lagi menahan amarah didalam dadanya, telinganya terasa panas mendengar Omelan Marni, hingga akhirnya dia pun pamit dari rumah Dina dengan hati remuk redam.

Pak Ismail, Suami Mirna hanya menggelengkan kepala melihat kelakuan Marni.

"Bu, jangan begitu, kata katamu bisa melukai hati Juna." Kata Pak Ismail lembut.

"Trus? Apa peduliku?"

"Kalau misal kau tolak lamaran Juna, ya tolak aja dengan lembut dan halus. Jangan merendahkan orang seperti itu, ga baik. Juna itu pemuda baik lho, dia juga cerdas, hanya saja nasibnya kurang beruntung aja saat ini." Ucap Pak Ismail.

"Pokoknya, aku ga peduli.Yang jelas Dina harus menikah dengan orang yang kuat secara finansial. Titik."

"Aku paham, aku ngerti maksud mu. Tapi itu lho, caramu menolak Juna, gak beradab." Ujar Pak Ismail dengan nada meninggi, sepertinya dia juga mulai terbawa emosi dengan kelakuan istrinya.

"Kau jangan seenaknya menghina orang Bu, jangan lupa darimana kita berasal. Kita pernah mengalami hal yang sangat buruk, miskin semiskin miskinnya.Jangan pernah kau lupakan itu." Pak Ismail melunak dan berkata lebih halus lagi.

"Kau kok malah membela Juna pak?!"

"Aku gak membela siapapun buk, tapi aku cuman minta lain kali jangan gampang menghina orang. Masa depan kita semua tidak tahu. Gimana jadinya kalau dua atau tiga tahun kelak Juna dapat rejeki dan jadi kaya?"

Memang dua puluh tahun yang lalu, Pak Ismail dan Marni adalah sepasang suami istri yang kehidupannya sangat lah miskin. Tinggal dirumah reyot ditepi hutan, pekerjaan pun hanya serabutan menunggu tetangga membutuhkan bantuannya hanya untuk sekedar membetulkan genteng yang bocor hingga menyapu halaman. Semua itu dilakukan dengan iklas oleh pak Ismail.

Makin mengenaskan ketika Marni hendak melahirkan Dina, sama sekali tak mampu membeli perlengkapan bayi. Sampai sampai tetangga yang merasa iba memberikan bantuan kepada mereka berdua untuk membelikan perlengkapan bayi dan susu kaleng.Bahkan biaya persalinan pun dibiayai oleh Pak Kades dan warga.

Hingga suatu saat ketika Pak Kades harus purna dari jabatannya, warga pun meminta pak Ismail untuk mencalonkan diri sebagai Kades, tentu saja itu hal yang paling ga masuk akal bagi pak Ismail. Mana ada duit segitu, untuk makan aja susah apalagi untuk nyalon kades. Tapi desakan warga membuat pak Ismail tak berkutik, akhirnya nekat mencalonkan diri sebagai calon kepala desa Wanasih. Hingga tak disangka sangka, ketika pemilihan langsung itu, Pak Ismai mendapatkan suara terbanyak dan telak dari lawannya yang tak lain adalah keponakan dari mantan kades sendiri.

Warga benar benar percaya pada pak Ismail, selain jujur, tutur kata nya sangat sopan dan halus ditambah lagi, sikap nya yang ringan tangan membantu warga lainnya yang membutuhkan.

Hingga kini jabatan sebagai Kades masih aman dipegang oleh Pak Ismail, dia adalah karakter yang sangat amanah dalam mengemban tugasnya membangun desa. Sebagai Kepala Desa, Pak Ismail begitu tanggap dengan kebutuhan warga nya, infrastruktur pun masive dibangun, ide ide karangtaruna untuk memajukan desa ditampung dan dilaksanakan sebagian. Pak Ismail benar benar merangkul semua aspirasi warganya. Jika masih. belum terlaksana, Pak Ismail tak segan untuk meminta maaf karena program pembangunan yang harus berhenti atau dikesampingkan terlebih dahulu.

Lanjut membaca
Lanjut membaca