Semua novel yang kamu inginkan ada disini
Download
PRINCE of the VAMPIRE

PRINCE of the VAMPIRE

ALLINA | Bersambung
Jumlah kata
68.1K
Popular
3.5K
Subscribe
160
Novel / PRINCE of the VAMPIRE
PRINCE of the VAMPIRE

PRINCE of the VAMPIRE

ALLINA| Bersambung
Jumlah Kata
68.1K
Popular
3.5K
Subscribe
160
Sinopsis
18+HorrorHorrorMisteriDunia GaibPertualangan
Ia terbangun di ruang bawah tanah, dikelilingi makhluk-makhluk berwajah pucat yang menatapnya dengan hinaan, bukan hormat. Namanya Mike atau setidaknya, itulah satu-satunya hal yang masih ia ingat. Ia tidak tahu dari mana asalnya, apa tujuannya, bahkan siapa dirinya. Yang ia tahu hanyalah satu hal, ia haus. Haus akan darah dan kebenaran.Di hadapan para vampir klan Noir, ia dianggap lemah, gagal, dan tidak layak hidup. Mereka menertawakan tubuhnya yang belum sempurna, menamainya makhluk cacat. Tapi ketika seorang lelaki bermata emas muncul dan menghentikan penghinaan itu, hidup Mike berubah selamanya.
1. BANGUN DALAM PENGHINAAN

"Dia sudah bangun.”

Bisikan itu lirih, tapi cukup untuk memecah keheningan pekat yang melingkupi ruang bawah tanah. Udara di tempat itu dingin, lembap, dan berbau karat serta darah kering. Di antara bayangan yang menempel di dinding batu, sosok berjubah hitam menunjuk ke arah tubuh yang tergeletak di lantai. Sosok tampan, tapi tampak rapuh, seolah baru saja kembali dari kematian.

Dialah Mike.

Ia membuka matanya perlahan, kelopaknya terasa berat seolah terbuat dari logam. Cahaya obor menari-nari di sekitar, menciptakan bayangan panjang yang menari seperti hantu di permukaan batu. Pandangan pertamanya buram, tapi perlahan bentuk-bentuk mulai terbentuk, dinding kasar, pilar retak, dan lingkaran makhluk-makhluk berkulit pucat yang menatapnya tanpa ampun.

Setiap helaan napas menusuk tenggorokannya. Udara terasa kering dan getir, seperti debu besi menelusup ke paru-paru. Ia mencoba duduk, tapi kepala berdenyut hebat. Dunia berputar, tubuhnya terasa seperti bukan miliknya sendiri. Saat matanya menatap tangan yang gemetar di depannya, ia tercekat.

Kulitnya terlalu pucat, nyaris transparan. Urat-urat kebiruan membayang jelas di bawah permukaan, berdenyut lambat dan dingin. Ia hampir tak merasakan detak jantungnya sendiri.

“Lihat dia!” Suara seseorang terdengar dari sisi kanan, bernada mengejek. “Bahkan untuk berdiri saja tak sanggup.”

Tawa kecil mengikuti setelahnya. Mike menoleh, dan di sana … puluhan pasang mata merah menyala menatapnya. Mereka bukan manusia. Mereka adalah para vampir, berdiri dalam lingkaran sempit, menatapnya seperti sekelompok predator menatap mangsa yang terjebak.

Mike menelan ludah, tenggorokannya kering. “Aku … siapa aku?” Suaranya serak, nyaris tidak terdengar.

Kerumunan itu langsung pecah dalam gelak tawa.

“Dia bahkan tidak tahu siapa dirinya!” seru seorang perempuan bergaun hitam, dengan bibir merah darah dan mata menyala seperti bara. “Makhluk macam apa yang lahir tanpa identitas?”

“Tidak ada gunanya dia di sini,” sambung seorang lelaki berambut perak panjang, melangkah maju. “Mungkin dia hanya eksperimen gagal.”

Kata itu ‘eksperimen gagal’ menusuk dadanya.

Ia tidak tahu kenapa, tapi rasanya seolah seluruh dirinya diremukkan. Kosong. Ia menatap mereka satu per satu, berharap ada yang memberinya jawaban, tapi yang ia dapat hanya tawa, hanya hinaan.

“Kamu bahkan tak pantas hidup di antara kami,” ujar lelaki berambut perak itu, meludah di tanah. “Vampir macam apa kamu kalau bahkan tak tahu siapa dirimu!”

Vampir.

Kata itu menggema di kepalanya, menimbulkan gaung asing tapi familiar. Ia menatap tangannya lagi, pucat, dingin, dan tiba-tiba sesuatu di dalam dirinya bergerak.

Sebuah rasa lapar.

Bukan lapar seperti manusia. Ini jauh lebih dalam, lebih menyakitkan. Rasanya seperti kekosongan yang menjerit minta diisi. Tenggorokannya terbakar, dadanya sesak. Ia memalingkan pandangan, namun pandangannya justru tertarik pada leher pucat salah satu vampir muda di hadapannya. Garis nadi di sana berdenyut pelan, dan tiba-tiba … tampak sangat menggoda.

Mike tersentak, memejamkan mata, berusaha menahan desakan aneh itu. Tapi tubuhnya bereaksi sendiri. Napasnya berat, matanya panas, dan aroma di udara berubah tajam, menggoda, memanggil.

“Oh, lihat itu!” Si perempuan bergaun hitam menutup mulutnya terkekeh. “Instingnya muncul, tapi dia bahkan tak tahu apa yang dia inginkan.”

“Belum bangkit sempurna!” kata yang lain sinis. “Dasar makhluk cacat!”

Mike ingin berteriak, tapi hanya bisa menggertakkan gigi. Tubuhnya bergetar antara lapar dan ketakutan.

“Tamat sudah riwayatnya.” Suara berat bergema. Seorang penjaga bertubuh besar dengan bekas luka di wajahnya melangkah maju. “Klan Noir tidak butuh beban. Singkirkan saja!”

Langkah-langkah vampir lain mengikuti, gema sepatu kulit menghantam batu. Bayangan mereka menari di dinding, tampak seperti cakar-cakar gelap yang siap mencabik-cabik tubuhnya.

Mike mundur, punggungnya menempel pada dinding dingin. Saat batu kasar itu menggores bahunya, luka kecil terbuka. Darah segar mengalir, menetes ke lantai, aroma logam menyebar cepat.

Dan seketika, sekelompok vampir menegang.

“Dia bahkan tidak bisa menahan darahnya sendiri!” Ejek seorang pria bertaring panjang. “Makhluk macam apa itu?”

Gelak tawa membahana lagi.

Mike menatap darah yang menetes dari bahunya, lebih gelap dari darah manusia, tapi … aroma itu memanggilnya. Ia merasa seperti tenggelam dalam haus yang tak terkatakan. Tubuhnya gemetar hebat. Ia menunduk, menggigit bibir hingga berdarah, mencoba menahan diri. Tapi setiap tetes darah itu terasa seperti suara yang berbisik di kepalanya, “Minumlah! Minumlah!”

Perempuan bergaun hitam melangkah mendekat. Ia menunduk, menyeringai, “Kasihan sekali,” katanya manis namun beracun. “Kamu bahkan lapar terhadap dirimu sendiri.”

Ujung jarinya mengangkat dagu Mike. “Tatap aku, makhluk setengah jadi. Katakan, siapa namamu?”

Mike menatap kosong. Bibirnya gemetar, “Aku… aku tidak tahu.”

Perempuan itu tertawa, keras dan puas. “Dengar, semua! Kita punya makhluk tanpa nama yang ingin disebut vampir!”

Sorak-sorai menggema. Suara tawa, desis taring, dan langkah-langkah keras menyatu seperti simfoni penghinaan. Seseorang menendang punggung Mike dari belakang. Ia jatuh tersungkur, wajahnya menghantam batu. Darah mengalir dari bibir pecahnya.

“Bangkitlah, kalau kamu memang vampir sejati!”

“Berdirilah, atau mati seperti tikus busuk!”

Mike berusaha bangkit, lututnya gemetar. Dunia berputar, ia meraih udara, tapi tak ada yang menopang. Dalam kepalanya, suara-suara tawa itu berputar tanpa henti, menjadi dengungan yang menyesakkan.

Dan di tengah kekacauan itu, sesuatu di dalam dirinya mulai berdetak keras. Bukan jantung, bukan napas, tapi naluri.

Lapar berubah jadi nyeri, haus jadi marah. Semua yang bergerak di sekitarnya terdengar seperti detak jantung, darah yang mengalir, berdenyut, menari di udara. Ia ingin berteriak, tapi sebelum sempat melakukannya…

“Cukup.”

Suara itu berat, dalam, dan bergema di seluruh ruangan. Semua vampir langsung berhenti.

Langkah-langkah berat terdengar mendekat dari pintu batu di ujung ruangan. Dari balik kegelapan, muncul seorang lelaki tinggi dengan sorot mata kuning keemasan. Auranya begitu kuat hingga udara di sekitarnya terasa bergetar.

Para vampir Noir menunduk, beberapa dengan wajah tegang. Tidak ada yang berani bergerak.

Mike menatapnya, entah mengapa, ada sesuatu dalam dirinya yang bergetar, seolah mengenali sosok itu, meski otaknya menolak mengingat.

Lelaki bermata emas itu berjalan perlahan, setiap langkahnya menggema pelan namun penuh wibawa. Ia berhenti tepat di depan Mike yang masih setengah berlutut.

“Kamu!” Suaranya berat dan dalam, “Seharusnya tidak ada di sini.”

Mike menatapnya kabur. “Apa maksudmu?”

Tatapan mata emas itu menajam. “Kamu … milik Umbra.”

Keheningan tiba-tiba menyelimuti ruangan. Nama itu ‘Umbra’ bergema seperti mantra terlarang.

Mike mengerutkan kening. “Umbra?”

Lelaki itu mendekat hingga wajah mereka hampir sejajar. “Kamu adalah pewaris tahta Umbra, kamu adalah Mike. Putra garis keturunan terakhir Raja Valois.”

Mike membeku, kata-kata itu terasa asing, tapi dadanya bergetar hebat. Ia tidak tahu siapa dirinya, tapi darahnya mendidih seperti menyala dari dalam.

Di sekelilingnya, para vampir Noir menatap dengan mata penuh kebencian dan rasa takut.

Mike memejamkan mata.

Dan di tengah semua kebingungan itu, satu tekad kecil muncul di dalam dirinya, sederhana tapi tajam, lahir dari sisa rasa malu dan penderitaan.

“Aku tidak tahu siapa aku … tapi aku tidak akan mati di sini.”

Lanjut membaca
Lanjut membaca