Semua novel yang kamu inginkan ada disini
Download
Tersambar Petir

Tersambar Petir

walem | Bersambung
Jumlah kata
182.8K
Popular
17.0K
Subscribe
919
Novel / Tersambar Petir
Tersambar Petir

Tersambar Petir

walem| Bersambung
Jumlah Kata
182.8K
Popular
17.0K
Subscribe
919
Sinopsis
18+PerkotaanSupernaturalPertualanganKekuatan SuperHarem
Bagaimana jadinya jika Tuhan memberi anda sebuah kekuatan super? Kekuatan yang bisa mengetahui apakah sebuah obyek bernilai tinggi atau hanya sampah? Kekuatan yang bisa melihat profil seorang wanita? Secara kebetulan, Aris, dua puluh satu tahun mendapatkan kekuatan itu. Dan dia juga bisa mendapatkan banyak uang dari sana. Dia juga bisa mengetahui bentuk tubuh lawan jenisnya secara detil yang terkadang membuat pikiran normalnya travelling kemana-mana. Ingin tahu petualangan seru Aris dengan kekuatan super yang dimilikinya? Ingin tahu bagaimana Aris memanfaatkan kekuatan super itu? Langsung simak saja Tersambar Petir. Kalau sudah baca jangan lupa kasih untuk berkomentar ya.. Selamat menikmati.
bab #01# satu

"KAU DIPECAT!" Manajer Alex berkata dengan lantang, keras dan dengan tiba-tiba.

Seperti guntur di saat langit cerah tanpa mendung. Aris yang tengah berdiri sangat terkejut dan tak mampu berbicara. Dia bingung dengan apa yang tengah terjadi.

Suasana meeting sore itu seketika hening. Semua mata menatap pada manajer Alex yang tiba-tiba membentak Aris dan lalu mengakhiri bentakan panjang dengan dua kata pemecatan. Tak ada angin tak ada hujan, Aris yang selama tiga tahun selalu berhasil meningkatkan omzet penjualan mendadak dipecat.

Semua terdiam. Termasuk Aris yang dipecat. Semua menunggu kalimat selanjutnya dan berharap itu hanya sebuah prank dari sang manajer yang baru tiga bulan lalu bekerja dan menjadi manajer pemasaran di CV. Bumi Nusa Jaya.

"Kenapa masih berdiri disini?" Tanya manajer Alex dengan sinis.

"Sekarang juga kamu kemasi semua barang-barang milikmu lalu pergi dari sini dan jangan kembali!"

Aris staf penjualan paling berprestasi dalam tiga tahun terakhir hanya bisa menatap wajah manajer. Dia tahu sejak sang manajer ini bekerja tiga bulan lalu, sang manajer sudah memperlihatkan permusuhan dengannya. Sang manajer selalu membebani dirinya dengan target penjualan yang jauh lebih besar dari semua salesman atau salesgirl di perusahaan ini. Namun dengan kegigihannya bekerja Aris selalu berhasil memenuhi target itu.

"A-apa salah saya manajer?" Tanya Aris pada akhirnya setelah sekian lama terdiam.

"Aku tak perlu menyebutkan kesalahanmu! Yang di inginkan perusahaan adalah SAR... JA... NA!

Bukan jebolan sma seperti kamu ini! Jika kamu tak terima, kamu bisa menuntut perusahaan ini ke instansi terkait! Sekarang pergi kamu dari sini! Kamu aku pecat dengan tidak terhormat! Jadi jangan mengharapkan perusahaan akan memberimu pesangon." Jawab sang manajer dengan gaya arogan.

"KELUAR!"

Sebuah jawaban yang membuat Aris merasa malu. Memang benar hanya dia salesman yang berijazah SMA. Dan semua rekan kerjanya adalah sarjana. Namun jika dipikirkan, selama tiga tahun ini hanya dia yang selalu mencapai target penjualan. Rekan yang lainnya terkadang tak mencapai target.

Aris tahu dan kenal Alex, manajer pemasaran CV. Bumi Nusa Jaya ini adalah teman satu sekolah. Alex adalah anak orang kaya, yang menjadi teman satu kelas Aris sejak pindah dari sekolahnya yang lama. Alex baru masuk dan menjadi teman Aris di kelas dua belas. Sejak pertama kenal, acap kali Alex melakukan perundungan pada Aris.

Dan itu berlanjut, ketika mereka bertemu lagi tiga bulan lalu, saat Alex masuk sebagai manajer pemasaran baru.

"KELUAR SEKARANG JUGA BODOH!" Teriak manajer Alex sambil melemparkan tisu kotor ke wajah Aris

Masih dengan bingung dan menanggung rasa malu karena perlakuan sang manajer, Aris melangkah keluar. Rekan-rekannya yang sedang meeting bersamanya juga tak berani berbuat apa-apa melainkan hanya melihat Aris keluar dari ruangan meeting.

Tak banyak barang yang dimiliki Aris. Mejanya yang selalu tertata rapi hanya ada berkas-berkas kerja dan bukan miliknya sendiri. Dengan lemas, Aris mengambil tas lebar yang selalu menemaninya dan menyilangkan ke pundaknya.

"Yang sabar ya mas..." Ucap salah seorang teman yang sudah mendengar kabar tiba-tiba itu.

Aris hanya menatap wajah temannya itu dan memberikan sebuah senyuman.

Lalu mengangguk pelan dan tanpa berkata apa-apa lagi dia pergi keluar dari kantor yang sudah memberinya penghasilan selama tiga tahun sejak dia lulus SMA. Aris mengambil motor bebek butut yang setia menjadi tunggangannya, motor milik bunda Yatmi pengasuh dan pemilik panti asuhan anak yatim. Motor peninggalan bu Yatmi.

Aris sejak baru lahir sudah harus tinggal di panti asuhan anak yatim, karena bunda Yatmi menemukannya terbaring dan menangis keras di depan pagar panti asuhan. Dia dibuang kedua orang tuanya. Dia hanya diletakkan dalam kardus air mineral dengan terbungkus selimut putih bergaris biru, tanpa ada apapun lagi di dalam kardus air mineral. Dan di tengah malam buta.

Sejenak Aris menatap bangunan tempatnya bekerja sambil duduk diatas motor yang belum menyala. Ribuan pertanyaan berkecamuk dalam otaknya. Apa yang telah diperbuatnya hingga harus dipecat. Disaat dia merasa kariernya bagus-bagus saja. Disaat dia butuh banyak uang untuk membantu bunda Yatmi, karena adik-adik panti membutuhkan banyak uang untuk biaya sekolah dan juga makan. Kenapa?

Ponsel di saku celana Aris bergetar membuyarkan lamunannya. Buru-buru Aris mengeluarkan ponsel dari sakunya dan melihat tulisan bunda tertera di layar ponsel kuno yang layak masuk museum itu.

"Halo bunda." Sapa Aris. Dia berusaha agar nada suaranya terdengar biasa-biasa saja.

"Iya bunda. Aris masih mengusahakan itu, tolong bunda bersabar ya. karena bonus Aris masih belum keluar bunda." Jawab Aris tanpa mengatakan dia telah dipecat dari perusahaan tempat dia bekerja.

"Iya bunda, Aris akan berhati-hati." Jawab Aris lalu menutup sambungan telepon.

Aris melajukan motor

tunggangannya membelah jalan petang.

Dengan perasaan bingung untuk melakukan apa dia berkendara pelan.

Terkadang pikirannya yang kacau membuat dia harus di hujani klakson oleh pengemudi lain yang berada di belakangnya.

Pikiran Aris benar-benar kalut. Dia dipecat, saat bonus bulan kemarin masih belum dia terima. Di saat gajian yang harus dia terima masih satu minggu ke depan. Di saat bunda Yatmi meminta tolong untuk membantu membayarkan biaya sekolah adik-adik panti.

Sudah satu jam lebih Aris berkendara tak tentu arah. Dia biarkan saja motornya mengikuti jalanan beraspal. Hingga dia tak menyadari telah sampai di sebuah jalanan yang sepi dan minim penerangan jalan. Aris mengendarai motornya dengan perasaan kalut dan kebingungan.

"Hoe!" Sebuah teriakan keras menyadarkan Aris dari lamunan yang mengganggunya. Kini dia melihat tepat di depan matanya seorang kakek yang mencoba menghindar motor bebek yang dia kendarai.

Dengan reflek terlambat, Aris menarik dan menginjak tuas rem motornya kencang-kencang dan juga membelokkan motor agar tak menabrak.

Pandangan Aris berubah dengan cepat, yang dia sadari hanya lelaki tua itu tak jadi terserempet namun tetap terjatuh.

Dan tubuhnya sekarang terbang melewati motornya yang terguling ke kiri.

Brug!

"Ough!" Tubuh Aris terbanting ke aspal yang keras. Beruntung helm yang dia kenakan tidak terlepas hingga dia hanya merasa sakit di punggung dan kepalanya yang pusing saja.

Dengan terburu-buru Aris bangkit. Sambil memegangi kepalanya dia berlalu melewati motor yang roda belakangnya masih berputar dengan mesin menyala.

Dia menuju ke lelaki tua bercaping yang kini tengah duduk di atas aspal sambil memijit-mijit tangannya. Beruntung lalu lintas sangat sepi. Tak ada satu pun kendaraan yang lewat, hingga meski masih di tengah jalan mereka berdua tetap aman-aman saja.

"Ma-maafkan saya pak. Saya... Saya yang bersalah." Ucap Aris dengan gugup.

Lelaki tua itu menoleh dan menatap Aris lalu memberikan seulas senyuman.

"Tak apa nak. Bapak tak apa kok.

Bapak hanya sedikit nyeri saja di pergelangan tangan kanan ini, karena tadi harus menahan tubuh bapak yang jatuh." Ucap lelaki tua sambil menunjukkan pergelangan tangannya yang terlihat bengkak. Namun sepertinya dia tak menghiraukan. Lelaki tua ini malah sibuk memunguti benda-benda yang tercecer di jalanan lalu memasukkan benda-benda itu ke dalam buntelan kain yang tersampir di pundaknya.

Aris bergegas ikut memunguti benda-benda beraneka macam itu. Yang terakhir ada satu buku dengan cover yang sudah lusuh. Aris lalu menyerahkan buku itu. Namun lelaki tua itu seolah tak menghiraukan buku yang diulurkan Aris. Lelaki tua itu lebih memilih memijit-mijit pergelangan tangan kanannya.

"Ka-kalau begitu bapak saya antar ke dokter sekarang ya? Biar pergelangan tangan bapak bisa diperiksa."

"Tidak perlu nak." Jawab lelaki itu sambil terus memijit-mijit.

Aris mengerti. Orang-orang miskin seperti dirinya juga bakal lebih memilih diberi uang daripada di bawa ke rumah sakit atau dokter. Aris meletakkan buku yang dia pegang di ketiak kiri, lalu mengeluarkan dompet dan mengambil dua lembar uang lima puluh ribu rupiah dan langsung diberikan pada lelaki tua itu.

"Ini pak, barangkali bapak nanti perlu beli obat dan pergi ke tukang pijit." Kata Aris sambil meletakkan uang ke tangan lelaki tua.

"Kamu anak yang baik." Ucap lelaki tua itu. "Terima kasih nak. Bapak akan melanjutkan jalan untuk pulang sekarang."

"Tapi pak, ini buku bapak." Teriak Aris yang baru sadar buku lusuh itu masih dalam terjepit di ketiak kirinya. Dia lalu mengejar lelaki tua yang telah berjalan beberapa langkah darinya. Namun tak disangka meski Aris mengejarnya sambil berlari, dia tetap kehilangan lelaki tua itu. "Hah, bagaimana bapak itu tiba-tiba sangat jauh. Kalau begitu aku akan mengejarnya dengan motor saja."

Aris berbalik. Buku pak tua yang sedari tadi dipegangnya dimasukkan Aris dalam tas yang masih tersampir dipundak. Setelah itu dia segera mendirikan motornya yang masih tergeletak dijalanan.

"Sial! Kenapa jatuh sedikit saja shock depan bengkok sih?" Gerutu Aris saat menyadari dia tak bisa menjalankan motor karena shock breaker motor bagian depan kedua-duanya bengkok dan menyentuh jeruji roda depan.

Akhirnya Aris membatalkan niatnya mengejar lelaki tua yang tadi hampir dia tabrak.

Dengan susah payah Aris menuntun motornya ke tepi jalan. Lampu depannya pecah begitu juga dengan lampu sein sebelah kiri depan dan belakang. Dengan nafas terengah-engah Aris duduk di atas trotoar. Keringat deras mengucur membasahi bajunya. Saat ini Aris hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala merasakan kesialan yang datang bertubi-tubi

Keringat di baju Aris masih belum mengering. Hawa malam itu perlahan berubah menjadi gerah karena mendung tebal datang dan menutupi bintang-bintang. Di antara mendung tebal dan hitam terlihat cahaya berkilat.

"Ah sial! Malam sudah sangat larut. Motor tak bisa jalan. Dan sebentar lagi tampaknya akan turun hujan. Aku tak membawa jas hujan lagi." Keluh Aris sambil mengusap rambut hitam dan tebal miliknya dengan kasar.

Satu menit setelah Aris selesai bicara, titik-titik air mulai membasahi aspal. Semakin lama semakin deras dan disertai dengan angin kencang menderu-deru. Membuat pohon tempat Arin duduk di bawahnya bergoyang-goyang.

Dengan baju yang semakin basah dan hawa dingin yang mulai membungkus tubuhnya, Aris mengedarkan pandangannya seolah mencari tempat berteduh yang lebih aman. Dan baru sekarang dia menyadari kalau di sekitarnya tak ada satu pun rumah penduduk, warung atau toko yang bisa dia gunakan untuk sekedar berteduh. Dia malah melihat sebuah tanah lapang dikelilingi sawah yang dipenuhi tanaman padi dan jagung.

Baru kali ini dalam seumur hidup yang telah dijalani Aris, dia merasakan kecewa, bingung dan tak tahu harus berbuat apa-apa. Sebuah rasa putus asa yang besar melanda dirinya. Namun cepat-cepat dia tepis agar menjauh. Di tengah rasa frustasi yang semakin besar, antara sadar dan tidak, Aris berjalan menyeberangi jalan menuju ke tanah lapang. Dia terus berjalan dan baru berhenti di tanah lapang.

"Oh Sang Maha Pencipta! Selama ini aku telah mencoba berbuat baik seperti yang Kau pinta. Selama ini aku selalu berusaha untuk tak menyakiti orang lain, meski aku selalu mereka hina. Tak cukupkah Kau memberi diriku yang lemah ini dengan ujian dan cobaan?" Teriak Aris dari tengah tanah lapang.

Tak ada jawaban. Dan langit tetap mencurahkan air dengan lebih besar lagi. Hanya ada suara angin yang menderu kencang hingga rambut dan pakaian basah Aris berkibar-kibar.

"Jika Kau ingin aku mati, biarkan petir Mu menyambar tubuhku yang lemah ini! Dan jika Kau ingin membiarkan aku hidup, berilah aku kekuatan dan kemudahan untuk membantu bunda Yatmi dan adik-adik panti asuhan. Kumohon... Kumohon pada Mu wahai Sang Maha Pencipta!" Teriak Aris lagi.

Tubuhnya bergetar hebat. Entah karena Aris tengah menggigil kedinginan atau karena tangisannya. Air matanya berlinang namun tak akan ada siapapun yang tahu karena bercampur air hujan, kecuali Sang Maha Pencipta. Aris berlutut di atas tanah lapang, kepalanya tertunduk. Dia sudah pasrah, dia merasa sudah berusaha yang terbaik, tapi sekarang bayang-bayang kegagalan, bayangan wajah sedih bunda Yatmi, Bulan yang butuh untuk membayar uang sekolah agar bisa mengikuti ujian akhir dan lulus sma.

Aris mengusap ingus yang keluar dari hidungnya. Suara tangisnya tertelan deru air hujan dan juga angin yang bertiup.

DUARR!

Suara petir menyambar tubuh Aris yang memang posisinya paling menonjol di tengah tanah lapang itu. Sekejap terlihat tubuh Aris diliputi cahaya putih yang menyilaukan. Dan sekejap kemudian, tubuh Aris roboh dengan kepulan asap tipis keluar dari atas tubuhnya yang tertelungkup di atas tanah.

Lanjut membaca
Lanjut membaca
Download MaxNovel untuk membaca