Bab 1: Lahir di Dunia Baru

Suara tangisan bayi memecah hening malam di sayap kastil Nightray. Di sebuah kamar kecil namun hangat, lilin-lilin lembut menari, melemparkan bayang ke dinding batu abu-abu. Sejak beberapa waktu lalu, kabar tentang kelahiran pewaris keluarga menengah Nightray ini sudah dinanti—bukan dengan gegap gempita, melainkan doa khusyuk dan harapan sederhana. Namun malam ini terasa beda: udara seakan bergetar halus.

Sintorus membuka matanya untuk pertama kali. Ia tidak membawa ingatan jelas tentang dunia sebelumnya—hanya kekosongan lembut sebelum nyawa lama padam oleh penyakit berat. Kini, seiring nafas pertamanya, sebuah cahaya samar menari di sudut pandangnya. Ia menangis perlahan, suaranya bergema di ruangan; pada titik itu, seorang tetua keluarga, Peramal Rhea, mengetuk pintu dan masuk dengan langkah tenang.

“Anak ini... ada getaran yang tidak biasa,” gumam Rhea kepada pasangan bangsawan di sisi ranjang.

Ayah Sintorus, Tuan Alver Nightray, menunduk, matanya penuh harap. Ibu, Ny. Elin Nightray, meraba lembut kepala bayi. “Ia lahir sehat, tapi aku merasakan sesuatu yang... lain,” bisik Elin.

Rhea menarik napas, lalu membisikkan ritual singkat untuk menenangkan energi. Sebelum beranjak pergi, ia menambahkan, “Pantau terus perkembangan, terutama kemampuan magis. Mungkin ada anomali.” Setelah itu, ia melangkah keluar, meninggalkan suasana bersahaja yang tiba-tiba menyimpan ketegangan halus.

Open Status! Pertama Kali

Beberapa tahun kemudian, Sintorus tumbuh sebagai anak pendiam. Pada usia delapan tahun, di ruang latihan sihir keluarga, ia duduk di atas permadani lembut sambil memandang guru sihir kecil yang mengajarinya mantra dasar cahaya. Setelah latihan berulang, guru itu mendorongnya: “Coba buka statusmu, Sintorus. Katakan di dalam hati: ‘Open Status!’”

Sintorus menarik napas, menenangkan pikirannya—naluri magisnya tertanam sejak kecil. Dalam sekejap, di depan matanya muncul rona biru temaram: deretan kata dan angka melayang di udara, seakan antarmuka holografis halus.

> Open Status!

Nama: Sintorus Nightray

Usia: 8 tahun

Ras: Manusia (Bangsawan Menengah)

Atribut Utama (1–10):

Stamina: 4

Kekuatan: 3

Ketangkasan: 5

Intelijen: 7

Kebijaksanaan: 6

Karisma: 4

Persepsi: 6

Kehadiran Magis: 4

Keberuntungan: 3

Kecepatan Mental: 6

Level: 1

Skill: Dasar Sihir Cahaya Lv.1, Dasar Pedang Lv.1

Catatan: Pendiam; Energi Magis Fluktuatif

Matanya yang putih (warisan gen dari moyang misterius) mengamati angka-angka itu tanpa ekspresi berlebihan—namun di dalamnya, rasa ingin tahu membara. Ia hafal setiap poin dan sering mencatatnya di jurnal rahasia. Ia jarang bicara, tapi setiap detail menarik perhatiannya: mengapa Kehadiran Magis-nya agak rendah, padahal keluarganya sihir garis menengah? Mengapa Keberuntungan masih di bawah rata? Hal-hal semacam ini menuntunnya pada eksperimen sendiri: membaca buku-buku sihir tua, menelaah teknik meditasi untuk meningkatkan afinitas.

Kehidupan di Lingkungan Keluarga

Di ruang keluarga kecil Nightray, Sintorus lebih sering menyendiri membaca gulungan buku. Orang tuanya ramah namun tidak memaksa; mereka memahami sifatnya pendiam. “Sintorus, ikut makan bersama,” ajak Elin dengan lembut. Ia hanya mengangguk, datang, lalu diam menikmati sup hangat tanpa banyak bicara. Ayahnya, Alver, menyadari: “Suatu saat ia akan bersinar, tapi biarkan ia tumbuh dengan caranya sendiri.”

Kadang, tetua keluarga menceritakan legenda Nightray: garis keturunan menengah yang dulu pernah menyokong raja di masa lampau, namun tiada yang terlalu menonjol–seakan mereka menyimpan potensi tersembunyi. Sintorus menyimak dengan seksama, meski tak banyak komentar. Dalam hati, ia bertanya: “Apakah ini yang membangkitkan getaran istimewa malam kelahiranku?”

Benih Misteri

Pada ulang tahun kesepuluh, sebuah insiden kecil terjadi di perpustakaan kastil. Ia sedang meneliti mantra meditasi ketika tiba-tiba cahaya lembut menyala di lembar kitab berdebu. Mudah terkejut, Sintorus menunduk, namun di halaman muncul tanda samar: “Slot Kosong: KEMAMPUAN ACAK.” Jantungnya berdegup cepat—namun ia tetap tenang secara lahiriah, matanya yang putih redup merenung. Ia menutup buku dan mencatat di jurnal:

> “Menemukan entri baru di status malam ini: KEMAMPUAN ACAK. Tidak ada efek langsung. Perlu pantau.”

Orang tua tidak diberi tahu; Sintorus tahu, ini terlalu awal. Ia harus memahami lebih dulu sebelum menimbulkan rumor di istana kecil Nightray. Sifatnya yang teliti dan sabar membuatnya yakin bisa mengendus pola (meski acak, pola mungkin terselip).

Sekilas Tentang Akademi Masa Depan

Sejak kecil, Sintorus tahu ia akan melanjutkan ke Akademi Kerajaan. Keluarga Nightray memiliki koneksi cukup untuk rekomendasi—namun Sintorus, dengan karisma rendah, enggan memamerkan prestasi. Ia bertekad: “Aku ingin diterima karena kemampuan, bukan semata status keluarga.” Ia rajin berlatih sihir dasar dan pedang ringan, memupuk stamina di padang latihan terbuka sebelum fajar.

D terpampang bayangan masa depan: Sintorus, kini menjelang remaja akhir, menatap cakrawala di teras kastil. Awan jingga senja membentang, angin dingin menyapu rambut putihnya. Ia membisik pelan, “Suatu hari, saat ‘KEMAMPUAN ACAK’ terpicu di saat genting, aku harus siap.” Di kejauhan, menara Akademi menjulang megah—pertanda tantangan menanti. Namun bagi Sintorus Nightray, keheningan adalah kekuatan; ketenangan adalah teman setia. Langkahnya mungkin pelan, tapi mata batinnya tajam, siap menyambut dunia baru yang tak terduga.