Semua novel yang kamu inginkan ada disini
Download
Jenderal Perang Penguasa Penjara

Jenderal Perang Penguasa Penjara

Mysterious | Bersambung
Jumlah kata
114.7K
Popular
15.2K
Subscribe
694
Novel / Jenderal Perang Penguasa Penjara
Jenderal Perang Penguasa Penjara

Jenderal Perang Penguasa Penjara

Mysterious| Bersambung
Jumlah Kata
114.7K
Popular
15.2K
Subscribe
694
Sinopsis
PerkotaanSupernaturalDewa PerangPria DominanBela Diri
Raffi yang berjasa besar untuk negara malah dijebak karena bisa mengganggu kepentingan beberapa orang besar di dalam negara. Demi menghindari perang besar, dia setuju untuk masuk ke dalam penjara paling mengerikan di dunia, Penjara Kapal Ravenaz. Dia membentuk organisasi pembunuh terhebat di dunia, memimpin sebagian besar ketua mafia di dunia, dan penguasa hebat lainnya! Raffi kira dia akan menghabiskan sisa hidupnya di dalam penjara, tapi siapa sangka satu fakta terungkap kalau sebenarnya dia memiliki seorang anak perempuan, dan kedua kaki anak perempuannya dipatahkan untuk dipaksa menjadi pengemis di jalanan, sedangkan wanita yang dicintainya akan dicelakai oleh orang lain. Dia pun memutuskan untuk keluar dari Kapal Ravenaz untuk menyelamatkan keluarganya!
Bab 1

Boom!

Suara ledakan menggelegar memecah keheningan Laut Kargantara. Kapal induk yang berpatroli di sektor timur berguncang hebat. Alarm peringatan meraung-raung, memekakkan telinga.

"Status merah! Status merah! Semua unit siaga satu!"

Komandan berambut putih mengepalkan tangan, rahangnya mengeras. Tiga puluh tahun berkarir, dia tidak pernah merasa setegang ini. Matanya menatap tajam ke arah kapal raksasa yang mengapung di tengah-tengah formasi mereka, Kapal Ravenaz.

Penjara terapung paling mematikan di dunia yang dijaga oleh seribu prajurit pasukan khusus yang sudah sangat berpengalaman tempur.

Lebih dari sepuluh ribu tentara di kapal induk berada dalam kondisi siaga penuh, mengawasi setiap pergerakan di Kapal Ravenaz. Pesawat tempur dan helikopter bersenjata berat lepas landas dan mulai berpatroli mengelilingi Kapal Ravenaz. Semua senjata berat juga diarahkan ke kapal tersebut.

Di belakang kaca pengaman ruang komando, teknisi radar berteriak, "Pak! Sinyal dari Ravenaz normal. Tidak ada indikasi pemberontakan!"

Komandan menghela napas panjang. Bukan pemberontakan. Itu berarti...

"Hari keluar kandang," bisik ajudannya. Suaranya bergetar.

Komandan mengangguk. Setiap bulan, para tahanan Ravenaz diberi "hadiah", dua jam kebebasan di dek kapal. Dua jam yang menjadi mimpi buruk setiap personel di sini.

"Berapa korban tahun lalu?" tanya komandan.

"Empat puluh tiga tewas, seratus dua puluh tujuh luka berat," jawab ajudannya. "Itu angka terendah dalam lima tahun terakhir."

Komandan memijit keningnya. "Karena dia."

Ya, karena 'dia'. Satu-satunya alasan mengapa Kapal Ravenaz masih terkendali. Satu-satunya yang bisa menahan lebih dari seratus monster dalam wujud manusia.

Di atas dek Kapal Ravenaz, pintu baja setebal dua meter perlahan terbuka. Sistem hidrolik mendesis, mengalirkan kabut dingin.

Pertama yang keluar adalah sosok tinggi besar dengan bekas luka di wajahnya. Sang Malaikat Maut, pendiri organisasi pembunuh bayaran paling ditakuti di dunia. Rantai titanium seberat enam puluh kilogram melilit lengan dan kakinya, tapi dia berjalan seperti sedang berjalan-jalan santai.

"Ahhhh..." dia meregangkan otot-ototnya. "Udara bebas. Sudah lama sekali."

Menyusul di belakangnya, Sang Kaisar Hitam. Pria kekar yang menguasai setengah dunia kriminal Negara Rebelon. Tatapannya dingin, seolah bisa membekukan darah siapa pun yang menatapnya.

"Cuaca bagus untuk eksekusi," gumamnya, mata menyapu formasi kapal induk di kejauhan.

Satu per satu, tahanan lain bermunculan. Bahkan kapten Pasukan Kegelapan Abadi yang memiliki ratusan ribu pasukan ikut keluar, matanya berkilat berbahaya.

Setelah semua tahanan keluar, barulah seorang pemuda tampan muncul berusia sekitar dua puluh lima tahun. Dia tidak berjalan, dia duduk santai di atas sofa, dibopong keluar dengan sangat hati-hati oleh para tahanan lain.

Semua tahanan kemudian berlutut untuk menyambutnya, sementara para penjaga memandanginya dengan penuh hormat.

"Selamat datang, Pemimpin," suara mereka serempak bergema.

Para tahanan menempatkan pemuda itu di tempat ternyaman. Sang Malaikat Maut memijat kakinya, Sang Kaisar Hitam memijat punggungnya, bahkan kapten Pasukan Kegelapan Abadi sedang mengupas anggur untuknya.

Mereka memperlakukan dia bak raja. Jika bukan karena dia juga mengenakan pakaian tahanan, pasti orang akan mengira dialah penguasa tempat ini.

Seorang penjaga baru yang baru ditempatkan minggu lalu berdiri mematung di menara pengawas. Mulutnya menganga lebar.

"Astaga... itu... itu Sang Malaikat Maut yang berlutut?" bisiknya pada rekan di sebelahnya.

Penjaga senior mengangguk tegang. "Jangan bersuara keras. Mereka bisa mendengar."

"Tapi siapa pemuda itu? Kenapa mereka semua..."

"Ssstt!" penjaga senior menoleh tajam. "Jangan pernah meremehkan Pemimpin Istana Arionda. Dia bukan tahanan biasa."

Penjaga baru mengerutkan kening. "Istana Arionda? Bukankah itu organisasi pelindung negara yang sudah dibubarkan? Dan pemimpinnya sudah mati?"

Penjaga senior terdiam sejenak, kemudian berbisik pelan. "Raffi Arionda masuk militer pada usia delapan belas tahun. Dalam setahun langsung diangkat menjadi jenderal, dan dalam tiga tahun, menjadi jenderal termuda dalam sejarah. Dia memimpin jutaan tentara dan mendirikan Istana Arionda. Dalam lima tahun, dia membina empat jenderal perang, delapan raja langit, dan tujuh puluh dua pelindung agung."

"Tapi dia kan sudah...."

"Mati? Itulah yang dikatakan pemerintah pada rakyat." Penjaga senior menatap ke arah Raffi Arionda dengan campuran kagum dan takut. "Kenyataannya, dia ada di sini. Terkurung bersama para monster ini. Dan yang lebih mengerikan... mereka semua takut padanya."

Penjaga baru menelan ludah. "Kenapa dia dipenjara?"

"Karena dia terlalu kuat. Terlalu berbahaya. Bahkan untuk pemerintah sendiri."

Di dek kapal, Raffi akhirnya turun dari sofa. Para tahanan langsung berbaris rapi, memberikan jalan untuknya. Sang Malaikat Maut berlari kecil, melepas jaket tahanannya dan membentangkannya di lantai baja agar kaki Raffi tidak menginjak permukaan dingin.

"Tidak perlu," kata Raffi dengan suara tenang.

"Izinkan saya, Pemimpin," Sang Malaikat Maut tetap memaksa. "Kaki Anda terlalu berharga untuk menginjak lantai kotor ini."

Raffi tersenyum tipis. Dia berjalan ke tepi dek, menatap hamparan laut biru yang tak berujung. Angin laut mengacak-acak rambutnya.

Sang Kaisar Hitam mendekat, membawa gelas anggur merah. "Pemimpin, silakan."

Raffi menerima gelas itu, menyesapnya sedikit.

“Tiga tahun…” gumamnya pada dirinya sendiri. “Tiga tahun lalu aku jadi terlalu kuat. Dan itu membuat beberapa orang di ibu kota merasa tidak nyaman.”

Mereka tidak menyerangnya langsung. Mereka mengirim misi. Sederhana, rahasia, tanpa banyak penjelasan. Raffi menyelesaikannya seperti biasa, cepat, bersih, tanpa suara. Tapi target terakhir membuka mata semua orang, termasuk dirinya sendiri.

Putra mahkota Negara Srivana.

Negara Srivana bersiap menyatakan perang. Tapi Raffi tidak takut. Masalah justru datang dari dalam, pejabat tinggi Negara Rebelon ingin dia mengaku bersalah, menenangkan Raja Srivana, dan menjaga perdamaian.

Pasukan Istana Arionda menolak. Mereka siap bertarung demi Raffi.

Perang saudara hampir pecah.

Raffi menghentikannya. Dia menenangkan pasukannya, menanggung semua kesalahan, dan menyerahkan diri. Semua demi menjaga stabilitas negara.

Negara mengabarkan kematiannya dengan upacara dan air mata palsu. Rakyat mengenangnya sebagai pahlawan yang gugur.

Tak seorang pun tahu kenyataan pahit yang sesungguhnya, bahwa sang pemimpin Istana Arionda kini dibuang ke penjara terapung bersama monster-monster yang dulu pernah ia kalahkan.

Bahkan para pelindung agung, tidak tahu bahwa pemimpin mereka masih hidup, berjalan di atas dek kapal dengan langkah hampa dan mata kosong.

Dia menarik napas panjang, lalu mengembuskannya pelan. Senyum tipis terangkat di wajahnya.

“Istana Arionda telah dibubarkan. Dan aku bukan siapa-siapa lagi.”

Ia meneguk anggur sekali lagi, menenggelamkan masa lalu bersama cairan merah yang membakar tenggorokannya.

Raffi mengambil ponsel yang tergeletak di sampingnya. Dia adalah satu-satunya tahanan di Kapal Ravenaz yang diizinkan memiliki ponsel. Tahanan lain ikut mendekat, berkomentar tentang wanita-wanita di video, memuji betis yang putih atau gaya joget yang menggoda.

"Wah, yang ini paling seksi," komentar salah satu tahanan.

"Lihat kaki yang putih itu," sambung yang lain.

"Gaya jalan yang menggoda," tambah tahanan ketiga.

Raffi merasa ribut, tidak sabar. "Berisik!"

Seketika, semua langsung terdiam. Mereka mundur beberapa langkah, memberikan ruang untuk Raffi.

Raffi terus menggeser layar ponselnya, mencari sesuatu yang menarik. Video demi video berlalu, komedi, musik, berita, gosip. Semuanya terasa hambar.

Tiba-tiba, sebuah video menarik perhatiannya.

Dalam video, seorang gadis kecil berusia enam atau tujuh tahun, tampak kotor dan lusuh. Namun jika dilihat dengan seksama, wajahnya mirip dengan Raffi. Gadis itu menangis dan bertanya dengan suara bergetar.

"Papa di mana? Kenapa Papa tidak mau aku dan Mama? Mama ditangkap, mereka mau bunuh Mama… Papa, cepat selamatkan Mama…"

Raffi menegang. Tidak berkedip.

Tangannya membeku di atas layar.

Lanjut membaca
Lanjut membaca
Download MaxNovel untuk membaca