

Malam hari, di sebuah pinggiran kota, dalam kamar kos-kosan sederhana yang remang-remang, entah karena lampu kamar yang tidak ada lagi, sesosok pemuda terlihat sedang sibuk merangkai sebuah tali di langit-langit kamarnya.
Pemuda itu terlihat tidak tampan, wajahnya sebenarnya tidak hitam, untuk ukuran orang Asia, dia memiliki fitur wajah putih yang biasanya dimiliki oleh pemuda tampan seusianya.
Sayangnya, di usia 22 tahun, wajahnya menunjukkan umur tiga puluh tahun lebih. Dengan beberapa keriput di kening, serta bola mata yang berwarna merah dan bulatan hitam di sekitar pelipisnya. Hampir seperti mayat hidup daripada seorang manusia.
Hidung yang tidak runcing, mulut yang terbuka karena dua gigi depannya keluar dari barisan kawanan lainnya, terlihat sangat cocok dengan wajah menyedihkannya.
Tubuh yang tidak lebih dari 160 centimeter dan memiliki banyak lemak menumpuk di sana sini, dia terlihat seperti seekor babi gemuk berdiri dan sedang merangkai tali untuk menyiapkan kematiannya sendiri.
Setelah pemuda itu selesai merangkai, dengan kedua tangannya yang terus gemetar saat memegang tali berbentuk lingkaran di depannya, dia mulai menutup matanya.
"Ibu, Ayah, maafkan Rexy yang harus menyusul kalian lebih awal." Suara seorang lelaki, tapi terdengar aneh karena mulutnya yang tidak sesuai bergema di ruangan.
Rexy Sanjaya, itulah nama pemuda ini.
Kamu mungkin akan tertawa ketika melihat wajah dan mengetahui namanya. Ya, karena namanya terlalu bagus untuk wajahnya.
Di umur 22 tahun, dia tidak memiliki pekerjaan tetap, miskin, hidup sebatang kara, dan bahkan tidak memiliki seorang pacar.
Jangankan pacar, memegang tangan seorang wanita, dan jalan bersama layaknya pemuda pada umumnya saja mungkin sebuah keajaiban.
Bagaimana mungkin ada yang menginginkan dia sebagai pacar, jika bahkan wanita tidak berani memandang wajahnya?
Bahkan, satu-satunya teman sejak kecil, kemarin telah mengkhianatinya.
Memalukan untuk dikatakan, karena malam sebelum ini, dia meminta temannya untuk menyiapkan beberapa kejutan pada seorang wanita, Anandita, wanita yang selama ini dia kagumi.
Dia meminta Gerry untuk memberikan sebuah bunga mawar pada Anandita, sedangkan dia, menunggu Gerry menyerahkan bunga, dan selanjutnya dia akan mengungkapkan perasaan bersama dengan kalung berharga yang telah susah payah dia beli.
Semuanya berjalan sempurna. Anandita menerima bunga pemberiannya. Gerry juga mengatakan itu darinya.
Dirinya juga menyerahkan kalung hasil kerja kerasnya selama berbulan-bulan kepada Anandita, dan semuanya tampak normal.
Anandita menerima apa yang dia berikan dengan senang hati, dan tersenyum senang. Akan tetapi, ketika dia meminta jawaban atas perasaannya, senyum Anandita menghilang, dan segera di gantikan oleh senyum jijik.
"Rexy Sanjaya, sebelumnya aku berterimakasih untuk bunga dan hadiah kalungnya. Tapi, jika kau ingin aku menjadi pacarmu, segeralah buang mimpi itu jauh-jauh!"
"Apa! Apa maksudmu, Dita?"
"Bukankah sudah jelas? Aku tidak akan pernah menjadi pacarmu! Untuk saat ini dan selamanya! Satu hal lagi, jangan pernah lagi untuk memanggil namaku Dita, kita tidak sedekat itu."
"Tapi, tapi kau telah menerima rangkaian bunga mawar dariku dan juga menerima kalungnya?"
"Hahaha.... apakah kau bodoh? Bunga itu di berikan oleh Gerry, itulah sebabnya aku menerimanya. Jika darimu, bagaimana mungkin aku akan menerimanya. Dan untuk kalungnya, aku sungguh berterima kasih padamu!"
Setiap kata yang di ucapkan dari mulut Anandita terdengar indah sebelumnya. Bahkan jika itu sedang marah. Tapi kali ini, Rexy baru menyadari, bahwa kata kejam yang di keluarkan dari wanita cantik sebenarnya adalah racun yang menghancurkan hati.
Senyum Anindita, senyum yang sebenarnya menambah kecantikan di wajahnya, saat ini ibarat Guntur siang hari yang menyambar kepala Rexy.
Pikirannya kosong, Rexy tidak tahu apa yang harus dilakukan.
Ketika dia menoleh ke arah Gerry untuk meminta bantuan, dia malah melihat tangannya bergerak ke arah tubuh Anandita, memeluk pinggang wanita pujaannya, dan memberikan senyum ironis ke arah dirinya.
"Kalian! Kalian telah merencanakannya sejak awal!?"
Anandita hanya tersenyum ke arah Rexy, sedangkan Gerry memberikan tawa menghina ke arahnya.
"Hahaha... bro, apakah kau tidak terlalu bodoh? Lihat dirimu di depan kaca! Apakah kau pantas mendapatkan Anandita? Apakah kau pikir ini film "Beauty And The Best"? Apakah kau berkhayal bahwa babi dapat bersanding dengan Cinderella?!"
"Hahahaha..." Anandita segera tertawa dengan lelucon akhir Gerry.
Mendengar apa yang di katakan oleh Gerry, wajah Rexy berubah menjadi lebih jelek. Dan ketika dua pasangan di depannya tertawa bersamaan untuk menghinanya, wajah Rexy menjadi hitam dan merah.
Rexy menggigit giginya, mengepalkan kedua tangannya, dan akhirnya tidak tahan lagi, dia segera bergegas ke arah Gerry.
"Bajingan! Gerry, aku akan membunuhmu!"
Tawa Gerry berhenti, tapi dia tidak terlalu khawatir. Karena bagaimanapun, dia telah berlatih taekwondo, dan sering pergi ke tempat kebugaran. Dengan tubuhnya yang kuat dan atletis, dia dapat dengan mudah mengalahkan Rexy.
"Babi tak punya otak!" Gerry mendengus dan memberikan pukulan ke arah Rexy.
"Argh..." Bagaimanapun, Rexy yang tak pernah melakukan latihan apapun segera menerima dampaknya dan menjerit
Belum sampai di situ, Gerry dengan kejam menjatuhkan tubuhnya ke belakang dan terus menendang tubuh gemuk Rexy seperti karung pasir.
"Dasar babi tidak tahu diri! Jika bukan karena hubungan orang tuamu, aku pasti tidak akan sudi memiliki teman sepertimu!" Sampai Rexy tidak sadarkan diri di tanah, Gerry menghentikan tindakannya dan berkata dengan kejam sebelum pergi bersama Anandita.
Meninggalkan Gerry yang tak berdaya di tanah.
Kembali ke kamar.
Rexy yang tak lagi memiliki keinginan untuk hidup tubuhnya mulai gemetar, dan perlahan-lahan menyodorkan kepalanya ke depan. Kemudian, memasukan kepalanya kearah tali yang telah dia persiapkan sejak awal, dan akhirnya menendang kursi di bawahnya.
Dengan begitu, sepertinya besok akan ada berita kematian seorang pemuda yang gantung diri.
Atau mungkin, seekor babi?
Tubuh gemuk Rexy bergantung di udara, nafasnya tersendat dan kesadarannya mulai menghilang.
Tapi pemandangan yang diharapkan tidak pernah terjadi, karena setelah kegelapan sesaat, dia melihat sebuah bola putih kecil, bulan dan bersinar diam-diam melayang di depannya.
Bola itu seukuran telur burung unta, mengeluarkan cahaya putih terang, dan dengan tenang melayang di depan Rexy.
"Telur? Apakah itu sebuah telur malaikat maut? Atau telur undian ke surga dan neraka?" Rexy memiringkan kepalanya, dan bergumam dengan bingung.
"Babi gemuk, jelek! Apakah kau ingin masuk neraka?"
"Tampaknya aku memang telah mati!" Rexy mendesah dan menggelengkan kepala saat mendengar mendengar telur itu mengeluarkan suara.
Kemudian Rexy melangkah maju, dan berencana untuk mengambil telur undian di depannya.
"Babi jelek, singkirkan tangan kotormu!"
"Hah?" Rexy tiba-tiba berhenti, dan sekali lagi melihat telur di depannya.
Undian masuk surga atau neraka? Sepertinya bukan seperti itu. Juga, kenapa harus pake undian? Dan jika telur ini adalah malaikat, kenapa suaranya seperti anak kecil?
"Sangat menyedihkan! Wajah jelek, miskin, di tolak cinta, dan mati dengan cara gantung diri. Haha... dasar babi!"
"Siapa... Siapa kau!?" Rexy tiba-tiba menyadari, bahwa ini sebenarnya bukan malaikat.
Bagaimana mungkin malaikat maut akan berbicara seperti ini?
"Siapa aku? Aku adalah Dewi. Dewi tercantik di alam semesta!" Suara sombong dan penuh kepercayaan diri keluar dari telur aneh itu.