Semua novel yang kamu inginkan ada disini
Download
Mencari Wanita Sempurna (Sujang dan Nala)

Mencari Wanita Sempurna (Sujang dan Nala)

Ivanka Rie | Bersambung
Jumlah kata
31.8K
Popular
106
Subscribe
40
Novel / Mencari Wanita Sempurna (Sujang dan Nala)
Mencari Wanita Sempurna (Sujang dan Nala)

Mencari Wanita Sempurna (Sujang dan Nala)

Ivanka Rie| Bersambung
Jumlah Kata
31.8K
Popular
106
Subscribe
40
Sinopsis
18+PerkotaanSlice of lifePria MiskinZero To HeroIdentitas Tersembunyi
Sujang, seorang jurnalis idealis, terjebak dalam proyek artikel yang membuatnya bertanya-tanya: seperti apa sih wanita idaman pria sejati? Di sisi lain, Nala, seorang penulis novel ambisius, juga penasaran mencari tahu formula wanita sempurna untuk karakter utama novelnya. Takdir mempertemukan mereka dalam sebuah insiden konyol dan kadang suka bertengkar. Awalnya, Sujang dan Nala hanya memanfaatkan satu sama lain. Sujang butuh informasi dari Nala untuk artikelnya, sementara Nala menjadikan Sujang sebagai "studi kasus" untuk novelnya. Mereka berdebat, berselisih paham, namun tanpa sadar, kebersamaan itu menumbuhkan benih-benih cinta. Sujang mulai melihat Nala bukan hanya sebagai sumber data, tapi sebagai wanita cerdas, mandiri, dan penuh kejutan. Nala pun menemukan bahwa Sujang bukan hanya objek penelitian, tapi pria yang perhatian, lucu, dan mampu membuatnya merasa nyaman menjadi diri sendiri. Namun, bisakah mereka menyadari perasaan masing-masing, sementara keduanya masih sibuk mencari "wanita idaman" dan "pria ideal"? Apakah pencarian itu akan membawa mereka pada cinta sejati, atau justru menjauhkan mereka dari kebahagiaan yang sebenarnya?
Kesan Pertama Begitu Menggoda

Wanita imut berkulit putih itu menatap Sujang yang sedang duduk menyesap kopi hitamnya, Sujang tertegun.

"Anda dari Majalah 'Mahkota Wanita'?" Wanita berperawakan seksi itu bertanya.

"Benar! Euhhh ...anda?"

"Saya penulis novel, Nala Rafika yang anda akan wawancarai!" jawabnya sambil mengulurkan tangan dengan percaya diri di atas normal.

"Saya...Euhh Roni Riv-" Sujang hendak menjabat tangan wanita imut itu ketika bahunya ditepuk dan seseorang berteriak nyaring di telinganya.

"Heyy Sujaaaanggg, lagi ngapain di sini? Sama cewek cakep pula? Calon korban loe ya?" tanya seorang pria ceking dengan wajah tengil cengengesan.

"Kutu kupret!" Sujang mengumpat.

"Babi ngepet!"

"Si Kehed!"

"Koplok siah!"

"Heyyy?" Nala melerai orang-orang yang belum dikenalnya ini dengan wajah memerah karena malu dilihat para pengunjung kafe.

"Ehh maafin saya," Sujang langsung menyadari.

"Ehh hati-hati Neng sama cowok ini, dia pakboy cap kerupuk blek," pemuda ceking itu masih saja cengengesan.

"Balik sana! Ganggu aja. Gue lagi kerja nih!" Sujang protes sambil mengusir teman satu gang-nya itu.

"Awhhhh! Gelooo siahhh, sakit!" Si pria ceking meringis akibat jempol kakinya yang kelihatan diinjak sama Sujang. Salahnya sendiri pake sendal.

"Pergi sana! Huussss! Husss!" Sujang berdiri dan mengusir lagi temannya seperti ngusir ayam nyasar ke teras orang.

"Iya, iya gue balik, deh," pria ceking itu nyerah sambil tetap dengan wajah tengilnya melambaikan tangan sama Nala yang hanya bisa melongo.

Nala duduk di hadapan Sujang, lalu memanggil pelayan. Dia memesan jeruk manis untuk dirinya sendiri.

"Anda mau yang lainnya?" tanyanya, mengejutkan Sujang yang sedang sibuk mengamatinya.

Pakaian wanita di hadapan Sujang ini cukup rapi dan ngikutin mode, termasuk mencetak bagian tubuhnya dengan ketat jadi pemandangan yang indah.

"Ahhh, Tidak, Bu! Terima kasih, ini sudah cukup." Sujang menolak halus. Wajahnya memerah karena merasa malu ketahuan sedang memandangi blouse putih Nala yang sedikit terbuka dan bagian indahnya mengintip nakal.

Mereka terdiam sambil mencari-cari topik pembicaraan yang pas.

"Ehh siapa tadi namanya? Sujang ya?" tanya Nala lagi.

"Ehmm, itu nama panggilan sih, nama asli saya Roni Rivaldi," Sujang dengan bangga menyebutkan nama aslinya.

"Dipanggilnya Oon, dong?" tanya Nala dengan wajah datar kayak triplek dibelah tujuh.

"Panggil Sujang aja," Sujang langsung cemberut.

"Cewek ini keren juga. Bersih, manis dan cantik. Seksi tapi agak judes." Pikir Sujang.

"Panggil Nala saja. Saya belum jadi Emak-emak." Katanya dengan santai.

"Ehmmm baik, euhh...Nala, Ya! Terima kasih sudah bersedia melakukan wawancara ini." Sujang mulai mengeluarkan alat perangnya.

"Dengan senang hati." jawab Nala tersenyum simpul.

Pelayan mengantarkan teh pesanan Nala, di tambah dengan roti coklat, bala-bala dan kerupuk.

"Hah, kerupuk? Biar aku bisa terbang gitu ya?" agak kaget juga Sujang.

"Sebenarnya, wawancara ini mengenai apa, ya?" tanya Nala sambil menyesap es jeruk-nya.

"Ehmm, seperti yang kemarin dikatakan. 'Mahkota Wanita' adalah majalah digital yang sedang berada di top chart. Artikel kami, membahas tentang wanita dan segala pernak-perniknya. Saya adalah penulis lepas untuk beberapa artikel dengan view tertinggi. Saat ini, kami sedang membahas tentang wanita-wanita masa kini yang menjadi role model dan paling didambakan oleh para kaum Adam." Sujang menjelaskan.

Nala mengangguk-angguk mengerti, sembari memperhatikan wartawan di depannya. Sujang cukup tampan dengan wajah bersih tanpa kumis dan bewok, walau hanya dengan pakaian sederhana dan agak ketinggalan jaman. Tubuhnya padat berisi atletis macam pemain bola, tidak seperti pria-pria pada umumnya yang bertubuh kekar macam binaragawan atau para pejabat yang perutnya buncit karena kebanyakan makan duit rakyat. Cara bicaranya juga lugas, tidak dibuat-buat.

"Kelihatannya, pria ini cukup cerdas," pikir Nala.

"Owhhh, begitu. Ehmmm, jadi aku ada dalam daftar itu, Ya?" tanya Nala penasaran sekaligus bangga.

Sujang terdiam mendengar pertanyaan Nala, dia menggaruk rambutnya dengan pulpen yang sedari tadi dipegangnya.

"Hmmm, bisa iya, bisa tidak sihh! Duhh, gimana ya?" Sujang agak bingung mau menjelaskannya.

Nala mengangkat alisnya ganti bertanya.

"Sebenarnya, bukan anda yang masuk dalam daftar itu." Sujang menggigit bibirnya merasa tak tega.

"What? Maksudnya? Jadi siapa?" Nala terkejut.

"Jenny." jawab Sujang dengan nada selembut kue lumpur.

Nala melongo. Wajah cantiknya berubah tiga ratus enam puluh derajat, jadi kelihatan bodoh. Nala mengerjapkan matanya beberapa kali.

"Jenny? Si Peri Surga?" Nala membeo.

"Iya. Itu yang ada dalam daftar." Sujang mengiyakan.

"Apaaaaa?" Nala bertanya dengan nada tinggi sekaligus melengking. Mirip sound horeg yang ngejuit kencang.

Sujang nyaris ikut-ikutan menjerit. Kaget oleh reaksi Nala.

"Gile ya, Jenny itu kan tokoh fiktif. Dia cuma tokoh novel yang gue ciptakan." Nala terlihat jengkel. Harga dirinya seakan runtuh.

"Iya, betul. Tapi, ini hasil dari survey dan kuesioner online kepada beberapa pria." Sujang menunjukkan hasil survey yang ada dalam selembar map.

Nala langsung menyambarnya seperti kesurupan. Dia membacanya, beberapa kali raut wajahnya berubah warna. Dari merah ke biru, udah gitu kuning dan hijau. Mirip lampu setopan.

"Njirrr! Ini majalah apaan sih?" Nala menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Majalah Wanita sekaligus Pria," Sujang juga jadi terbawa kesal. Walau sebenarnya Sujang juga mengakui kalau wawancara ini kekonyolan yang nyata.

"Iya, tahu." jawab Nala ketus.

"Maksud gue, apa maksudnya tokoh novel yang gue ciptakan yang harus diwawancara. Unfaedah banget!" Katanya lagi.

"Mohon maaf, jangan marah sama saya dong! Saya kan hanya menjalankan tugas dari pimpinan. Jadi kalau Non Nala kesal sama saya, itu tidak pada tempatnya." Sujang menjawab dengan wajah tanpa ekspresi.

Nala menatap wajah Sujang. Dia mulai berusaha meredakan emosinya. Nala merasa harga dirinya dibanting dari puncak gunung Manglayang ke Batu Kuda.

"Begini, looh! Ehmm, Mang!"

"Sujang!"

"Iya, Ehmm Mang Sujang, Kok, mau-maunya ngerjain kerjaan konyol macem begini, sih?" tanya Nala.

Tuiinkkkk. Sekarang Sujang yang emosinya baik ke ubun-ubun.

"Ehhh, anda tidak usah merendahkan profesi saya, Ya. Saya wartawan profesional yang bekerja sesuai dengan perintah pimpinan dan keinginan pembaca. Ini bukan pekerjaan konyol seperti yang barusan anda katakan." Sujang ngos-ngosan mengambil nafas setelah ngerap barusan menyaingi Rapper profesional.

Padahal dalam hatinya, kepengen banget Sujang berteriak,

"Butuh duit, Nooonnn! Butuh duiiitttt"

Nala juga kaget sama reaksi Sujang yang wajahnya jadi semerah sambel setan. Kalau di teruskan, pasti bakalan berdebat panjang sampe tiga kali ulang tahun corona.

"Ya, sorry deh. Bikin aja jadwal wawancara yang baru. Saat ini gue beneran nggak mood. Ntar hubungi aja manajer gue."

Nala menyelipkan tiga lembar uang merah dibawah cangkir tehnya. Sujang tertegun.

"Saya permisi duluan, Mang Ujang! Masih banyak kerjaan." Katanya sambil terus meninggalkan Sujang sendirian.

"Hah, barusan dia manggil apa? Mang Ujang katanya?" Sujang mengusap wajahnya. Dia merasa baru sadar dari mimpi.

"Hufftt. Kayak dia sendirian aja yang paling sibuk. Terus, yang lain main gundu gitu?" Sujang bersungut-sungut dan melipat bibirnya.

Hari sudah menjelang petang. Sujang membayar minumannya barusan. Pelayan yang cantik menghitung bill.

"Ini kembaliannya, kak!" Katanya sambil tersenyum.

Masih ada sisa kembalian selembar uang kertas biru dan beberapa koin recehan. Sujang rada sumringah. Dapet tambahan buat bensin.

"Ehh, makanannya take away ya, tolong dibungkus, bisa?" tanya Sujang tanpa malu-malu.

"Bisa, kak. Sebentar, Ya!" Katanya sambil terus membawa piring makanan dan membungkusnya di dalam.

"Lumayan lah. Nggak usah beli camilan buat ntar malam." Sujang memasukkan makanan yang sudah di bungkus ke dalam tasnya.

"Tuhh, Cewek sebenernya tampangnya imut. Sayangnya, gampang naik darah. Belagu deh, pake bilang ini kerjaan konyol segala. Nyebelin banget, huh!" Sujang menggerutu sambil menuju tempat parkir, langkahnya berderap seperti tentara sedang latihan.

Nala sampai ke Apartemennya. Di ruang tamu, Nala melihat Tasya Manajernya, sedang rebahan dengan kedua kaki menyentuh dinding.

Nala melempar Sling bag dan jaketnya. Hampir menimpuk Tasya yang lagi leyeh-leyeh seakan-akan apartemen ini miliknya seorang.

"Awwhhh! Nyaris aja. Ehhh, loe ini kenapa, beb? Gimana wawancaranya?" Seketika Tasya duduk tegak.

"Nyebelin!" jawab Nala ketus sambil menghempaskan tubuh di sofa kuning besar kesayangannya.

"Nyebelin bagimana,sih?" Tasya kaget.

"Yang mereka mau wawancara sebenarnya bukan aku." Nala menjawab dengan luapan emosi jiwa yang membusuk.

"Laaahh, terus siapa?" Tasya kaget sekaligus penasaran. Duduknya sampe maju ke depan.

"Jenny!" jawab Nala kesal.

"Jenny? Jenny mana? Jenny blekping maksudnya?" tanya Tasya heran.

"Hehhh! Loe ini jadi Manajer bagaimana sih? Masa nggak tahu kalau Jenny itu tokoh novel ciptaan gue!" Nala melotot serem.

Tasya melongo. Kaget sekaligus merasa geli. Pantas saja Nala uring-uringan, pasti harga dirinya hancur berkeping-keping karena di kalahkan oleh tokoh novel ciptaannya sendiri. Ibarat senjata makan tuan.

"Nguahahhahahaa! Nguahahhahahaa!" Tasya meledak tawanya. Matanya sampai berair.

Nala makin kesal dan menimpuk Tasya dengan sepatunya.

"Ampuunn, Tuan Putri! Hahahahaha, tapi aku nggak tahan. Kocaaakk banget hahahahh!" Tasya tidak bisa menghentikan tawanya.

Nala makin cemberut.

"Awas, Ya! Tidak aku kasih jatah bonus liburan!" Nala mengancam.

"Ahhh, jangan doongg! Hahhahahaha, Iya deh, Maaf!" tetap saja, Tasya nggak bisa menghentikan raut wajahnya yang menahan tawa sampai dia terkentut-kentut.

Lanjut membaca
Lanjut membaca
Download MaxNovel untuk membaca