[Ding! Saldo: Rp 0.]
Raka Dirgantara tersenyum melihat notifikasi saldo kosong.
"Terlalu mudah jatuh miskin di negara makmur," gumamnya sambil menggas motor. "Besok, kalian semua akan tahu siapa yang salah menilai kurir."
Hujan mengguyur Batavia tanpa ampun. Motor Yamaha Vixion 2012 bekas bergetar setiap digas seperti kakek-kakek sekarat. Raka mengenakan helm kuning retak warisan kakaknya, jaket ojol murahan, tapi wajahnya penuh percaya diri aneh.
"Pesanan 3247, Nasi Goreng Gila Jumbo, Antar ke Apartemen Sudirman Park, Tower B, Lantai 28."
HP Samsung J2 menunjukkan pukul 21:36. Batas waktu: 21:45. Jarak: 6,3 km. Ongkir: 8 ribu rupiah sebelum potongan aplikasi.
"Bang, pelan-pelan! Motor abang nyipratin celana Armani saya!" seorang pria berjas mahal menepuk pundaknya kesal.
Raka menoleh dengan seringai. "Armani? Wah, mahal tuh. Beli di mana? Pasar Tanah Abang?"
"Kurang ajar kamu!"
"Kurang ajar? Saya cuma tanya. Yang asli kan harganya 50 juta, pak. Masa iya gaji kantoran bisa beli?" Raka tertawa sambil menggas motor.
"Orang kaya gadungan paling gampang disindir. Mereka beli barang KW tapi gaya seperti sultan."
Perutnya kosong, kantongnya kosong, tapi hatinya entah kenapa hari ini berbeda. Raka baru makan sekali hari ini dengan mie instan yang dilarutkan air dispenser di kantor ojol.
"Tahun lalu aku makan mie tanpa telur. Sebentar lagi, aku bisa beli pabrik mie-nya," gumamnya sambil menyalip mobil sedan putih yang bergerak seperti kura-kura.
"Driver Alphard aja masih takut hujan, masa aku yang cuma naik motor malah berani? Memang beda mentalitas orang kaya sama orang lapar."
Di Apartemen Sudirman Park, Raka menyerahkan makanan kepada customer berumur 40-an yang memakai piyama sutra.
"Kenapa terlambat? Makanan sudah dingin!" customer itu menggerutu sambil merebut kantong makanan.
"Maaf pak, jalanan macet dan banjir. Lain kali saya bawa helikopter aja biar tidak macet." Raka tersenyum dingin.
"Apartemennya bagus pak. Berapa harganya? 15 juta per bulan?"
"20 juta! Dan itu beli, bukan sewa!"
"Wah, hebat pak. Pasti hasil kerja keras bertahun-tahun ya?" Raka tersenyum manis.
"Rating satu bintang? Silakan pak. Besok bapak akan tahu siapa yang butuh rating."
"Apa maksud kamu?!"
Plak! Pintu apartemen ditutup di hadapan Raka.
"Pesanan selesai. Nilai kepuasan pelanggan: 1/5. Bonus dibatalkan."
Total penghasilan hari ini: 73 ribu rupiah. Setelah bensin 25 ribu dan potongan aplikasi, sisanya tidak cukup bayar kos yang menunggak tiga bulan. Pak Bambang sudah mengancam akan mengusir kalau tidak bayar dalam seminggu.
Raka pulang melewati jalanan becek.
Batavia malam hari dengan lampu neon warung 24 jam, klakson mobil mewah, dan orang berkemeja rapi berlarian menghindari hujan dengan payung mahal.
"Perusahaan bilang ramah lingkungan," Raka bergumam melihat gedung kantoran dengan AC menyala 24 jam.
"Tapi boros listrik setengah mati. Munafik." Dia melihat spanduk besar bertulisan 'Go Digital, Save Earth' tepat di gedung yang lampunya terang benderang sepanjang malam. "Mereka hemat kertas tapi boros listrik. Logikanya di mana?"
Di perempatan Tomang, takdir menendang lebih dalam.
Motor tuanya terpeleset di genangan air. Rem blong karena kampas sudah habis. Tubuhnya kehilangan keseimbangan dan terpental.
Brak!
Raka terguling di aspal basah. Helm kuning retak mental jauh, darah menetes dari pelipis. HP Samsung jatuh dengan layar retak seperti jaring laba-laba.
Orang berlalu lalang dengan payung, tapi tidak ada yang berhenti. Terlalu sibuk dengan urusan masing-masing untuk peduli kurir yang tergeletak basah kuyup.
HP yang retak tiba-tiba bergetar. Telepon masuk.
"Halo?" Raka angkat susah payah.
"Raka?" suara Dita, pacarnya, dengan nada dingin. "Dengar ya, aku mau bilang sesuatu penting."
"Dita... aku lagi kecelakaan. Bisakah nanti?"
"Tidak! Kita putus! Aku sudah dapat pacar yang lebih menjanjikan ketimbang tukang antar makanan seperti kamu!"
Raka tertawa pelan meski kesakitan. "Tukang antar makanan? Kreatif juga bahasanya. Siapa yang ngajarin?"
"Sekarang aku pacaran sama Bayu, manajer bank berpenghasilan besar. Dia bisa kasih kehidupan layak, bukan hidup miskin makan mie instan!"
"Manajer bank 20 juta?" Raka menyeringai sambil mengelap darah.
"Lumayan untuk pegawai menengah. Tapi itu gaji sebulan kan? Aku besok bisa dapat segitu dalam satu hari."
"Jangan bermimpi, Raka! Kamu tidak akan pernah maju!"
"Kita lihat besok, Dita. Siapa yang bermimpi."
Sambungan terputus.
Raka menatap langit Batavia yang gelap. Hujan masih deras, membasahi wajahnya yang bercampur darah. Tapi bukannya sedih, dia malah tertawa.
"Hidup memang tidak adil," dia berkata sambil berdiri perlahan. "Tapi mungkin saatnya aku yang membuat aturan main."
Saat itulah, ketika keputusasaan mencapai puncak, sesuatu yang tidak pernah Raka bayangkan terjadi.
Sebuah suara muncul langsung di kepalanya. Dingin. Tenang. Seperti sistem AI di game online.
[Ding! Sistem Ganti Rugi Surga diaktifkan.]
Layar hologram biru muncul di hadapannya, lengkap dengan tulisan digital berkedip-kedip.
"Selamat, Raka Dirgantara. Data: Usia 25 tahun, Kurir makanan, Tingkat dedikasi 99%. Kamu telah mencapai batas ketahanan manusia biasa. Sistem menilai: layak mendapat ganti rugi atas semua penderitaan."
"Mulai sekarang, setiap pesanan ojol yang diselesaikan sempurna mendapat ganti rugi: Rp 1.000.000.000 (Satu miliar rupiah). Uang bersih, sah, tidak dapat dilacak pajak."
Saldo awal diberikan: Rp 1.000.000.000
Kemampuan Level 1: Tubuh Kuat, GPS Canggih, Gerak Lambat 3 Detik, Analisis Pelanggan
"GPS canggih langsung menganalisis 847 rute alternatif dalam 0,3 detik. Aplikasi ojol biasa? Amatir," lanjut sistem.
Mata Raka melebar tidak percaya. Tubuhnya tiba-tiba terasa segar meski basah kuyup. Energi baru mengalir di seluruh badan. Lukanya mulai tidak sakit.
Rp 1.000.000.000. Satu miliar rupiah. Angka yang tidak pernah dia bayangkan.
"Sistem, kenapa memilih saya?" Raka berbisik.
"Aku ganti rugi alam semesta untuk mereka yang bekerja keras tanpa imbalan layak. Kamu terpilih karena dedikasi tanpa pamrih. Sekarang saatnya dunia membayar hutangnya."
Raka berdiri di tengah hujan deras, menatap langit gelap. Dia tertawa. Pelan, lalu semakin membesar.
Bukan tawa bahagia. Itu tawa seseorang yang akan membalas dendam pada dunia yang tidak adil.
"Satu miliar dari antar makanan?" Raka menyeringai. "Baik. Kalau dunia mau main kotor..." dia mengepalkan tangan, merasakan energi sistem mengalir. "Maka aku akan jadi yang paling ditakuti di Batavia."
[Ding! Misi pertama: Buktikan sistem berfungsi sempurna. Ambil pesanan berikutnya dalam 1 jam. Hadiah: Poin Pengalaman + Buka Kemampuan Level 2 + Hadiah Kejutan.]
[Ding! Peringatan: Pacar Dita sedang mengintip media sosialmu. Misi balas dendam tersedia. Hadiah: Rp5M + Skill 'Penghancur Hati'.]
Raka menyeringai lebar. "Bayu si manajer bank dengan gaji 20 juta sebulan?" dia tertawa keras. "Besok kita lihat siapa yang lebih kaya."
Hujan masih deras, tapi Raka tidak merasa dingin lagi. Tubuhnya hangat, pikirannya jernih, dan hatinya penuh ambisi besar untuk pertama kalinya.
Motor yang tadinya rusak ternyata bisa dihidupkan lagi, bahkan suara mesinnya lebih halus dari biasanya.
"Batavia, bersiaplah menghadapi orang terkaya di Nusantara"
Bersambung