Semua novel yang kamu inginkan ada disini
Download
Pakde Bowo Di antara lima Wanita

Pakde Bowo Di antara lima Wanita

SahabatCinta | Bersambung
Jumlah kata
60.9K
Popular
5.5K
Subscribe
314
Novel / Pakde Bowo Di antara lima Wanita
Pakde Bowo Di antara lima Wanita

Pakde Bowo Di antara lima Wanita

SahabatCinta| Bersambung
Jumlah Kata
60.9K
Popular
5.5K
Subscribe
314
Sinopsis
18+PerkotaanSlice of lifePria DominanHarem21+
Di balik dinding rumah Pakde Bowo, tersimpan kisah penuh godaan, cinta terlarang, dan rahasia yang tak semua orang boleh tahu. Pakde Bowo, pria matang yang dihormati, hidupnya tampak tenang. Namun kedekatannya dengan para wanita muda di sekelilingnya justru menyeretnya ke dalam dilema hasrat dan perasaan. Wulan — gadis polos yang selama ini dianggap anak sendiri, ternyata menyimpan cinta terlarang untuk Pakdenya. Rani — janda muda penuh gairah yang tak segan menuntut kepastian demi menguasai hati dan tubuh Pakde sepenuhnya. Sri — wanita kesepian, kalem di luar tapi menyimpan kerinduan yang siap meledak. Liona — cerdas, peka, sekaligus sinis; hanya dia yang berusaha melindungi Wulan dari bahaya cinta salah arah. Rara — mahasiswi kos yang lugu tapi terjebak dalam rayuan dunia orang dewasa. Di antara cinta tulus, nafsu yang mendesak, dan permainan pikiran, siapa yang akhirnya akan benar-benar memiliki Pakde Bowo? Dan apakah Wulan sanggup bertahan dalam badai perasaan yang bisa menghancurkan masa depannya? Novel ini menyajikan drama keluarga, intrik, dan erotisme dengan tensi yang terus meningkat—bukan sekadar tubuh yang saling terikat, tapi juga hati yang dipertaruhka
1

Pakde Bowo usianya sudah kepala lima. Tapi badannya masih segar, otot kencang, wajah juga tidak kelihatan tua. Banyak yang bilang itu karena dia rajin olahraga.

Sejak enam bulan lalu istrinya meninggal, dia tinggal sendirian. Untungnya, masalah ekonomi tidak membuatnya pusing. Kos-kosan sepuluh pintu di dekat kampus dan kebun singkong miliknya sudah cukup untuk hidup nyaman.

Hari-hari Pakde Bowo lebih banyak di rumah. Kadang dia isi waktu dengan olahraga, kadang sekadar duduk santai di teras.

Orang-orang  setempat juga mengenalnya sebagai orang baik. Ramah, gampang dimintai tolong, selalu hadir kalau ada hajatan atau tetangga sakit. Semua orang respect.

Tapi ada sisi lain yang tidak banyak orang tau. Kalau pakde Bowo sering keluar malam saat sedang butuh saluran. Ia sering menyewa cewek cewek malam dan itu hanya dia yang tau. Dan bukan hanya itu, dia punya hubungan dengan banyak wanita dan setiap wanita pasti ketagihan kalau sudah merasakan sentuhan dan permainannya.

Dan malam itu, saat baru pulang dari luar, ponselnya berdering. Nama yang muncul membuatnya mengernyit.

Sari, adik iparnya seorang janda.

“Mas,” suara Sari pelan, “aku dapat panggilan kerja di luar negeri. Aku bingung nitipin Wulan ke siapa. Kalau boleh, aku titip ke Mas, ya?”

Pakde Bowo mendesah pelan. “Wulan? Anakmu?”

“Iya, Mas. Nggak mungkin aku tinggal sendirian. Kalau sama Mas, aku tenang.”

Pakde Bowo terdiam beberapa detik. Serumah dengan anak gadis jelas bukan hal gampang. Tapi menolak juga nggak enak, apalagi ini permintaan adik iparnya.

“…Ya sudah. Kapan dia datang?”

“Minggu depan.”

Telepon ditutup.

Pakde Bowo duduk di sofa, pikirannya langsung melayang ke masa lalu. Wulan kecil yang bandel dan cengeng muncul di ingatannya.

Anak yang di pungut adiknya.

Sudah tujuh tahun mereka tidak ketemu. Bahkan saat istrinya meninggal, Wulan tidak datang. Hanya ibunya saja yang hadir.

“Entah  seperti apa anak itu sekarang,” gumamnya pelan.

**

Keesokan paginya, Pakde Bowo sudah bangun lebih awal. Seperti biasa, ia berolahraga di teras rumah. Tubuhnya basah oleh keringat, tapi wajahnya masih terlihat segar.

Di tengah gerakan angkat beban, terdengar suara salam dari luar pagar.

“Assalamu’alaikum…”

Pakde Bowo menoleh.

Seorang wanita muda bernama Rani berdiri dengan senyum kecil.

“Wa’alaikum salam,” jawab pakde Bowo sambil meletakkan barbel. “Eh, Nduk, pas banget. Tolong nanti bersihin kamar tengah ya. Minggu depan ada yang mau ngisi.”

Rani tersenyum genit sambil masuk ke halaman. “Oh iya, Pakde. Siapa yang mau tinggal?”

“Keponakan dari adik ipar. Namanya Wulan.”

Rani mengangguk pelan, lalu nyengir. “Wah… akhirnya Pakde nggak kesepian lagi dong.”

Pakde Bowo hanya menarik napas dalam, lalu duduk di bangku teras.

Rani yang menata sayuran di dapur sesekali melirik. Pemandangan itu bukan hal asing baginya.

Sejak istrinya meninggal, hubungan mereka semakin intens. Kadang, pakde Bowo memanggil Rani bukan hanya untuk bersih-bersih. Mereka sering berada di kamar melampiaskan kesepian yang sama.

Rani, janda muda cantik dengan kulit sawo matang dan senyum manis, awalnya menolak ketika pria itu mulai berani menyentuhnya. Tapi perhatian, kelembutan, dan uang lebih yang sering diberikan pakde Bowo perlahan membuatnya luluh. Hingga akhirnya, ia sendiri yang ketagihan.

“Pakde,” panggil Rani dari dapur dengan nada menggoda, “kalau Wulan udah tinggal di sini, kita nggak bisa sering-sering lagi dong…”

Bowo menoleh, senyum tipis muncul di bibirnya. “Hehehe… ya asal jangan sampai ketahuan, Nduk.”

Rani tertawa kecil, pipinya bersemu merah. Tangannya sibuk mengupas bawang, tapi matanya sesekali melirik ke arah pria itu. Ia tahu betul maksud dari kalimat itu.

Pakde Bowo masuk ke dapur, melihat Rani sibuk memasak.

“Masak apa, Nduk?” tanyanya.

“Tempe sama sop, Pakde,” jawab Rani sambil menoleh sekilas. Senyumnya tipis.

“Mau Rani bikinin kopi,?”

“Boleh. Taruh di meja aja, Pakde mau mandi dulu.”

“Siap, Pakde.”

Bowo masuk ke kamar mandi. Suara air terdengar dari luar, Rani sibuk menyiapkan kopi.

Begitu keluar pakde Bowo hanya mengenakan handuk di pinggang,  ia melihat secangkir kopi sudah ada di meja. Namun, Rani tidak tampak di ruang tamu.

Saat melangkah ke kamar, Pakde Bowo melihat Rani di dalam mengepel lantai. Punggungnya membungkuk, kain dasternya sedikit tersingkap karena gerakan.

Senyum samar muncul di wajah pria itu. Ia mendekat perlahan, lalu tanpa permisi memeluk pinggang Rani dari belakang. Bibirnya mengecup tengkuk wanita itu.

“Pakde…” Rani terlonjak kecil, suaranya lirih. Tapi ia tidak menepis, hanya diam dengan wajah memerah.

Pakde Bowo tertawa pelan. “Hehehe… jangan kaget gitu, Nduk. Kayak baru aja.”

Rani menunduk, tangan masih memegang pel mop, tapi tubuhnya tidak bergerak menghindar. Napasnya mulai memburu.

Handuk yang melilit tubuh Bowo melorot, jatuh ke lantai.

Rani tersenyum tipis, matanya sekilas melirik bagian tubuh pria itu yang wow. Senyum genit muncul tanpa bisa ia tahan. Perlahan ia berjongkok, tahu persis apa yang biasanya dimau Pakde Bowo ketika suasana sudah begini.

Pakde Bowo mengusap rambut Rani dengan lembut, jemarinya turun menyentuh pipi wanita itu. “Sedikit lebih dalem, Nduk…” bisiknya parau.

Rani tak menjawab, tapi sudah mengerti, kepalanya maju mundur.

Momen itu pecah ketika.

Tok! Tok! Tok!

Suara ketukan pintu membuat keduanya terlonjak. Rani buru-buru berdiri, wajahnya merah padam. Pakde Bowo menggerutu sambil cepat-cepat meraih handuknya lagi.

Tok! Tok! Tok!

Kembali pintu di ketuk.

“Siapa pagi-pagi begini…” Bowo mendesis pelan, langkahnya berat ke ruang tamu, “ganggu aja,”

Ia membuka pintu setengah kesal. Tapi begitu daun pintu bergeser, wajahnya langsung terhenti kaku.

Seorang gadis muda berdiri di ambang pintu dengan koper besar di tangannya. Wajah manis, ayu, senyumnya canggung.

“Assalamualiakum Pakde...”Suaranya lembut namun tegas,“Aku Wulan,”

“Wulan?!” Pakde Bowo nyaris tak percaya. Anak remaja yang dulu ingusan dan cerewet, kini menjelma jadi gadis cantik.

“Bu… bukannya datangnya minggu depan,?” tanyanya terbata.

Wulan mencium tangan pakdenya, matanya sempat turun sekilas ke bawah, lalu cepat-cepat mengalihkan pandangan. Tonjolan di balik handuk Pakdenya jelas terlihat. Wajahnya langsung merona merah.

“Anu, Pakde… Mama berangkat dadakan tadi pagi,” jawabnya pelan, hampir berbisik.

Bowo buru-buru merapatkan handuknya, wajahnya kaku menahan malu. “He-em… masuk dulu, Nduk. Bawa kopermu ke dalam.”

Wulan mengangguk, melangkah masuk sambil menarik kopernya. Tatapannya menyapu ruangan, lalu terhenti pada sosok Rani yang muncul dari kamar. Wajah wanita itu tampak gugup, seperti baru saja ketahuan sesuatu.

“Oh, ini Mbak Rani,” ucap Pakde  Bowo cepat, suaranya agak terbata. “dia yang ngurus rumah sama masak,”

Rani tersenyum sopan sambil menyalami Wulan. Gadis itu membalas dengan sopan, lalu Rani mengajak Wulan ke kamarnya.

“Sini mbak bantu,”

Wulan mengikuti Rani ke kamarnya.

Lanjut membaca
Lanjut membaca
Download MaxNovel untuk membaca