Semua novel yang kamu inginkan ada disini
Download
BAYANGAN DI BALIK WAKTU

BAYANGAN DI BALIK WAKTU

Deby Purnama | Bersambung
Jumlah kata
22.3K
Popular
100
Subscribe
2
Novel / BAYANGAN DI BALIK WAKTU
BAYANGAN DI BALIK WAKTU

BAYANGAN DI BALIK WAKTU

Deby Purnama| Bersambung
Jumlah Kata
22.3K
Popular
100
Subscribe
2
Sinopsis
PerkotaanSupernaturalReinkarnasi
Seorang pria bernama Aditya, yang di kehidupan modern dikenal sebagai mahasiswa biasa, tiba-tiba mulai mengalami mimpi-mimpi aneh tentang masa lalu. Ia melihat dirinya sebagai seorang panglima perang di kerajaan Nusantara berabad-abad lalu. Ternyata, Aditya adalah reinkarnasi dari Arya Wijaya, seorang ksatria yang mati muda karena dikhianati oleh sahabat dekatnya. Jiwanya yang tak tenang lah yang membuatnya lahir kembali di zaman modern, dengan takdir untuk menebus kegagalan masa lalunya.
Bab 1. Bayangan yang Mengintai

Mentari sore menembus celah jendela kamar kos sederhana di sudut kota Yogyakarta. Debu-debu kecil berterbangan, berkilauan terkena cahaya oranye yang redup. Suasana itu memberi kesan damai bagi siapa saja yang melihatnya, namun tidak bagi Aditya Pratama. Pemuda berusia dua puluh dua tahun itu duduk di kursi kayu reyot dengan mata nanar menatap buku-buku tebal yang berserakan di meja belajarnya. Buku kuliah tentang sejarah Nusantara yang harusnya jadi bahan tugas, justru membuat dadanya sesak.

“Aneh sekali…” gumamnya lirih.

Tangannya terulur, membuka lembaran yang menampilkan aksara Jawa kuno. Seharusnya ia kesulitan membaca, karena tidak pernah mempelajarinya secara mendalam. Namun entah mengapa, huruf-huruf yang tampak rumit itu seperti sudah lama akrab di matanya. Otaknya menerjemahkan simbol-simbol asing itu seolah bahasa sehari-hari. Ia bahkan bisa mendengar suaranya dalam benaknya, seakan-akan ada suara samar membaca bersama dirinya.

“Kenapa aku merasa… aku pernah tahu ini semua?” bisiknya, sedikit bergetar.

Sudah berminggu-minggu Aditya mengalami kejanggalan. Sejak awal semester, ia sering bermimpi aneh dirinya berada di tengah medan perang, mengenakan zirah besi dan memegang pedang panjang. Bau darah, suara jeritan, dentuman senjata, semuanya terasa begitu nyata hingga saat ia terbangun, tubuhnya basah oleh keringat dingin.

Awalnya ia mengira itu hanya efek stres kuliah, tapi semakin lama mimpi itu kian konsisten. Sosok yang ia lihat dalam mimpi terasa begitu mirip dirinya, hanya saja lebih dewasa, berwajah tegas, dan memiliki sorot mata penuh wibawa. Bahkan nama “Arya Wijaya” selalu terdengar berulang kali dalam mimpinya.

“Siapa sebenarnya Arya Wijaya itu?”

Aditya menutup buku di depannya dan menyandarkan tubuh ke kursi. Hatinya berdebar aneh, seperti ada sesuatu yang menuntut perhatian lebih dalam dirinya. Sejak kecil, ia memang sering merasa “asing” dengan dirinya sendiri. Ia bisa mengingat detail-detail sejarah yang tidak pernah diajarkan di sekolah, bisa menghafal bentuk senjata tradisional, bahkan tahu formasi perang yang tidak pernah ia pelajari.

Teman-temannya sering mengejeknya “sejarawan aneh” karena pengetahuannya yang tidak biasa. Namun Aditya sendiri tidak bisa menjelaskan dari mana semua itu berasal.

Hari semakin larut. Dari luar, suara kendaraan bermotor bergema, bercampur riuh anak-anak yang bermain di gang. Aditya bangkit, meraih jaket lusuhnya, lalu keluar. Ia berjalan menuju angkringan langganan, tempat ia sering melarikan diri dari pikiran-pikiran aneh.

Warung sederhana dengan lampu petromaks itu sudah ramai. Bau sate usus dan gorengan menusuk hidungnya. Ia duduk di bangku panjang, memesan segelas teh panas.

“Dik Adi, tumben kelihatan murung,” sapa Pak Man, si pemilik angkringan.

Aditya tersenyum kecut. “Biasa, Pak. Tugas kuliah banyak.”

Padahal bukan itu masalah utamanya. Ia ragu menceritakan keganjilan mimpinya. Siapa juga yang percaya bahwa ia mungkin adalah reinkarnasi seseorang dari masa lalu? Orang-orang bisa saja menganggapnya gila.

Baru saja ia hendak menyeruput teh, tiba-tiba pandangannya gelap. Sekejap, angkringan itu menghilang. Ia berdiri di hamparan padang luas yang terbakar oleh api perang. Langit berwarna merah, pedang-pedang beradu, dan tubuh-tubuh bergelimpangan. Ia melihat dirinya atau sosok lain dengan wajah mirip dirinya berdiri tegak dengan darah menetes dari pelipis.

Di depannya, seorang pria berpakaian bangsawan menatap dengan senyum licik, menusukkan keris ke dadanya. Rasa sakit itu nyata, hingga Aditya tercekik dan hampir berteriak.

“Pengkhianat…!” suara itu bergema keras di telinganya.

Begitu cepat semuanya lenyap. Ia kembali duduk di bangku angkringan, napasnya memburu, tubuh gemetar, dan keringat bercucuran. Cangkir tehnya hampir tumpah dari genggamannya.

“Dik Adi, sampeyan nggak apa-apa?” tanya Pak Man cemas.

Aditya mengangguk cepat. “I-iya, Pak… cuma… pusing.”

Ia buru-buru membayar dan berjalan tergesa meninggalkan tempat itu. Jalanan malam terasa panjang, dengan lampu-lampu jalan yang redup seperti bayangan yang mengikuti langkahnya.

Sampai di kamar kos, Aditya menutup pintu rapat. Dadanya masih bergemuruh. Ia menatap cermin kecil di dinding. Wajah pucatnya memantul, tetapi untuk sepersekian detik, ia melihat sosok lain di cermin seorang pria berpakaian zirah perang, dengan mata tajam yang menyala penuh dendam.

“Siapa… kau?” Aditya berbisik pada bayangan di cermin.

Namun yang terdengar justru gema suara berat, berbeda dari suaranya sendiri

“Aku adalah dirimu. Nama yang kau lupakan Arya Wijaya.”

Aditya mundur, tubuhnya bergetar hebat. Apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa ia mendengar suara itu begitu jelas?

Bayangan di cermin perlahan memudar, menyisakan wajahnya sendiri. Tetapi tatapan matanya berbeda ada sesuatu yang bangkit dari dalam dirinya, sesuatu yang tidak bisa ia kendalikan.

Malam itu, ia tidak bisa tidur. Setiap kali memejamkan mata, bayangan masa lalu itu muncul. Tentang dirinya yang memimpin pasukan, tentang persahabatan dengan seorang bangsawan yang ternyata mengkhianatinya, tentang cinta seorang perempuan yang tidak sempat ia selamatkan. Semua fragmen itu seperti kepingan puzzle yang berserakan, menunggu untuk disusun.

Di dalam keheningan, Aditya sadar satu hal hidupnya tidak akan pernah sama lagi.

Ada rahasia besar yang terikat pada dirinya. Rahasia yang berasal dari masa lalu, rahasia yang menunggu untuk diungkap.

Dan entah kenapa, firasatnya mengatakan bayangan masa lalu itu akan segera menagih janji yang belum selesai.

Jarum jam menunjuk pukul dua dini hari. Aditya masih terjaga. Tubuhnya memang terbaring di kasur tipis, tetapi pikirannya terjebak dalam pusaran bayangan yang berulang-ulang menampakkan diri.

Suara pedang beradu, jeritan pasukan, dan sorak kemenangan bercampur menjadi mimpi buruk yang terlalu nyata. Kali ini ia melihat dengan lebih jelas sosoknya yang gagah mengenakan zirah besi, dikelilingi prajurit setia. Bendera kerajaan berkibar di belakang, dengan warna merah dan emas.

Namun dalam sekejap, kejayaan itu runtuh. Teman seperjuangan yang selama ini ia percaya, seorang bangsawan berwajah teduh bernama Rakha Mahendra, menusuknya dari belakang. Pengkhianatan itu seperti pisau yang tidak hanya menembus dada, tetapi juga menorehkan luka abadi di jiwanya.

Aditya terbangun dengan teriakan tertahan. Napasnya memburu. Ia memegangi dadanya sendiri, masih terasa sakit di bagian yang sama dengan tusukan dalam mimpinya.

“Ini gila… ini pasti cuma stres…” katanya berusaha menenangkan diri.

Tapi semakin ia menyangkal, semakin nyata semua itu terasa.

Keesokan paginya, Aditya berangkat kuliah dengan wajah letih. Rambutnya berantakan, matanya merah. Teman dekatnya, Bima, langsung menyambut dengan celetukan.

“Bro, semalaman marathon drama Korea lagi, ya? Mata lo kayak panda.”

Aditya tersenyum hambar. “Andai begitu. Gue malah nggak bisa tidur.”

“Kenapa?”

“Entahlah. Mimpi aneh terus.”

Bima menepuk pundaknya. “Udahlah, jangan kebanyakan mikir. Fokus aja ke presentasi sejarah hari ini. Gue yakin lo bisa. Lo kan paling jago ngomongin kerajaan-kerajaan itu.”

Aditya hanya mengangguk. Dalam hati ia tahu, pengetahuan itu bukan sekadar dari buku. Ada sesuatu yang lebih dalam sebuah ingatan lama yang tiba-tiba muncul tanpa diundang.

Di kelas, dosen sejarah, Pak Surya, membagikan tugas presentasi. Kebetulan Aditya kebagian topik tentang dinasti kerajaan abad ke-14. Ia berdiri di depan kelas, menjelaskan dengan fasih tanpa membuka catatan.

“Kerajaan ini runtuh bukan semata karena serangan luar, tapi karena pengkhianatan dari dalam. Seorang bangsawan yang dipercaya justru menusuk tuannya sendiri,” ucapnya lantang.

Semua mahasiswa terdiam. Mereka tidak menyangka Aditya bisa bicara sejelas itu, seolah ia menyaksikan peristiwa tersebut secara langsung. Bahkan Pak Surya sempat menatapnya penuh rasa ingin tahu.

“Saudara Aditya, dari mana Anda tahu detail itu? Tidak tercatat di naskah yang kita bahas.”

Aditya tercekat. Ia baru sadar bahwa ucapannya melampaui buku. Dengan gugup, ia menjawab, “Eh… i-iya, Pak. Saya baca di artikel lain. Lupa sumbernya.”

Dosen itu mengangguk samar, meski sorot matanya tampak ragu.

Aditya kembali ke tempat duduk dengan tangan gemetar. “Apa yang barusan gue ucapin…? Dari mana gue tahu semua itu?” batinnya kacau.

Selepas kuliah, Aditya berjalan pulang. Jalanan kampus yang ramai terasa asing baginya. Pandangannya kosong, hingga ia hampir bertabrakan dengan seorang pria.

“Eh, hati-hati bro!”

Aditya mendongak. Sosok di depannya membuat napasnya tercekat. Seorang mahasiswa tinggi berpenampilan rapi, dengan senyum tenang dan tatapan tajam.

Entah kenapa, wajah itu terasa sangat familiar. Aditya seperti melihat bayangan pria dalam mimpinya Rakha Mahendra, sang pengkhianat.

“Nama gue Rakha,” pria itu mengulurkan tangan. “Lo Aditya, kan? Sering dengar nama lo disebut di kelas sejarah.”

Aditya menyalami tangannya dengan kaku. Ada aliran dingin yang menjalar dari genggaman itu, membuat bulu kuduknya meremang.

Rakha tersenyum ramah, tapi di balik senyum itu, Aditya merasakan sesuatu yang jauh lebih gelap.

Malamnya, bayangan itu kembali. Namun kali ini berbeda. Ia melihat sosok perempuan berwajah lembut, mengenakan kebaya sederhana, berlari menembus kabut perang. Suaranya lirih, namun jelas

“Arya… lindungi aku…”

Aditya terbangun dengan air mata di pipinya. Ia tidak mengenal perempuan itu, tapi hatinya terasa hancur seakan kehilangan yang sangat berarti.

Ia duduk termenung, memandangi langit malam lewat jendela.

“Aku siapa sebenarnya…? Mengapa semua ini terasa nyata?”

Bayangan masa lalu itu semakin kuat, semakin menuntut jawaban. Aditya tahu, hidupnya telah berubah sejak mimpi-mimpi itu datang. Dan pertemuannya dengan Rakha hari ini hanyalah awal dari kisah besar yang menunggu untuk terungkap.

Sebuah kisah yang akan menyeretnya kembali pada takdir lama takdir yang tertulis oleh darah, pengkhianatan, dan cinta yang tak pernah selesai.

Lanjut membaca
Lanjut membaca
Download MaxNovel untuk membaca