Semua novel yang kamu inginkan ada disini
Download
TUGAS TERAKHIR PRAJURIT GAWARA

TUGAS TERAKHIR PRAJURIT GAWARA

HiVans | Bersambung
Jumlah kata
32.0K
Popular
460
Subscribe
104
Novel / TUGAS TERAKHIR PRAJURIT GAWARA
TUGAS TERAKHIR PRAJURIT GAWARA

TUGAS TERAKHIR PRAJURIT GAWARA

HiVans| Bersambung
Jumlah Kata
32.0K
Popular
460
Subscribe
104
Sinopsis
PerkotaanAksiPerangMafiaBalas Dendam
Jeriko Abero, penembak jitu andalan Pasukan Gawara, terpaksa cabut dari unit paling rahasia di militer setelah sebuah misi berdarah merenggut nyawa sahabatnya. Sisa peninggalannya cuma sebuah medali dan “tugas terakhir” buat keluarga rekannya yang gugur. Dengan itu, Jeriko coba melangkah ke dunia sipil, yang ternyata jauh lebih ganas dibanding medan perang. Di atas kereta cepat, tanpa sengaja dia menarik perhatian Selvina Aryono, selebritas daring yang selalu jadi sorotan. Dari situ, Jeriko malah kejebak dalam rencana penculikan mematikan. Tangan yang dulu terbiasa megang senapan, sekarang harus dipakai buat ngejaga seorang gadis di depan kamera, dan melawan musuh yang nggak kelihatan.
Bab 1 : Perpisahan Yang Pahit

Di sebuah kamar yang remang-remang, Jeriko Abero memadamkan puntung rokoknya dengan gerakan lambat.

Asap tipis masih mengepul dari asbak yang sudah penuh dengan puntung rokok. Sepanjang malam dia telah merokok dua kotak, kebiasaan lama yang muncul kembali di malam terakhirnya.

Sejak mengenakan seragam militer, karena bau rokok sangat berbahaya bagi anggota pasukan khusus, terutama penembak jitu seperti dirinya, dia tidak pernah lagi merokok. Namun malam ini pengecualian.

Jeriko berdiri menuju jendela dan menarik tirai dengan gerakan pelan. Cahaya fajar mulai menyusup masuk, menyinari wajahnya yang lelah.

Dia menatap markas pasukan khusus yang dikenal sebagai yang paling misterius di militer, matanya dipenuhi rasa enggan untuk meninggalkannya.

Gedung beton bertingkat tiga itu telah menjadi rumah kedua selama lima tahun.

Lalu, dia berjalan ke tempat tidur dan perlahan menyentuh seragam "Pasukan Gawara" yang telah dilipat rapi.

Seragam hijau tua dengan emblem elang yang mengaum masih tercium aroma deterjen militer yang khas.

Pasukan ini adalah pasukan khusus paling rahasia di Negara Himala, dan merupakan tempat suci yang diidamkan semua anggota pasukan khusus.

Dia menyentuh lipatan-lipatan seragam dengan lembut, tubuhnya sedikit bergetar karena emosi yang membuncah, dengan hati-hati dia memegang seragam itu di tangannya.

Tiba-tiba terdengar ketukan di pintu.

Tok, tok, tok.

Jeriko meletakkan medali dan mengangkat seragam untuk membuka pintu.

Saat pintu dibuka, muncul empat orang di depan pintu dengan wajah terlihat cemas dan mata berkaca-kaca.

"Kapten," kata Marcus, yang seorang ahli demolisi termuda di tim, suaranya bergetar saat menatap sosok yang dulunya sangat disegani kini harus terlihat lesu.

"Apakah benar kau akan pergi?"

“Yah..” Angguk Jeriko.

"Jeriko," Panggil seorang wanita yang tampak cantik yang kira-kira berusia 22 tahun. Namanya Elena.

Elena adalah sniper perempuan satu-satunya di Pasukan Gawara. Dulu dia sangat tegas, namun kini suaranya terdengar parau.

"Katakan… Katakan ini bohong." Tubuh cantik Elena bergetar karena sedih. Ada perasaan tidak terima terpancar dari wajahnya.

Disisi lain, Vincent, sang spesialis komunikasi dan teknologi, hanya terdiam dengan rahang mengeras tidak sanggup untuk mengatakan apapun.

Torres yang seorang ahli pertempuran jarak dekat juga hanya terdiam seperti patung sambil mengepalkan tangannya erat-erat. Bahkan kukunya sudah menancap di telapak tangannya, namun dia seolah-olah tidak merasakan apapun.

Jeriko tersenyum pahit dan berkata dengan nada yang dipaksakan datar, "Aku dipecat." Kata itu terasa pahit di lidahnya. "Ini terkait dengan kematian Berwyn."

Keempat orang itu masih ingin memohon, Marcus bahkan hampir berlutut.

"Kapten, biarkan kami bicara dengan Jenderal." Marcus mencoba membujuk.

Tapi Jeriko menolaknya dengan mengangkat tangan. "Seorang prajurit harus mematuhi perintah," tegurnya sambil menatap mata mereka satu per satu. "Kalian harus kembali berlatih. Pasukan Gawara masih membutuhkan kalian."

“Siap, prajurit Gawara menerima perintah!” Jawab mereka serempak dengan mata berkaca-kaca bahkan ada yang meneteskan air mata.

Meskipun meneteskan air mata, mereka tetap memberi hormat dan pergi dengan langkah tegas khas seperti seorang militer tangguh, namun jauh di dalam hati ke empat orang itu, hatinya penuh kesedihan dan tidak terima.

Melihat ke empat rekannya sudah menjauh, Jeriko masih menatap lingkungan yang familiar baginya untuk beberapa waktu sebelum akhirnya dia berbalik badan dan pergi.

Ketika Jeriko melangkah keluar dari asrama dengan tas ransel di punggung, termasuk empat orang tadi, total sepuluh anggota Pasukan Gawara memberi hormat kepadanya dalam formasi rapi.

“Beri penghormatan pada kapten untuk terakhir kalinya.” Suara Marcus menggema bak suara petir.

“Selamat jalan kapten.”

Dmitri si ahli strategi, Rafael spesialis infiltrasi, Chen master seni bela diri, dan yang lainnya semuanya memberikan penghormatan pada seorang pria yang baru berusia 25 tahun tersebut.

Semuanya berdiri tegak untuk memberikan penghormatan terakhir meski mata mereka berkaca-kaca.

Jeriko, bersama dengan rekan-rekannya termasuk almarhum Berwyn yang dulunya adalah ahli taktik dan navigator terbaik, membentuk pasukan Pasukan Gawara yang membuat tentara musuh gemetar ketakutan.

"Selamat jalan, Pemimpin," kata Elena dengan suara hampir tak terdengar.

Jeriko memberi hormat kepada sepuluh rekannya dengan gerakan tegas namun penuh emosi, berharap muncul generasi baru Pasukan Gawara yang akan melanjutkan misi mereka, lalu berbalik dan berjalan menuju pintu markas.

Elena, satu-satunya perempuan di antara sepuluh orang itu tampak ingin berkata sesuatu, bibirnya bergerak tanpa suara, tapi akhirnya dia menahan diri dan tidak mengatakan apapun.

. . .

Di pintu markas, Mayor Jenderal Enrico sudah menunggu di samping sedan hitam. Pria berjanggut tipis itu menatap Jeriko dengan ekspresi yang sulit dibaca. Setelah Jeriko memberi hormat dan melapor, dia naik mobil dan menoleh sekali lagi kepada rekan-rekannya yang masih memberi hormat.

Mobil pun mulai berjalan dengan mesin berdengung pelan.

“Jendral, saya ingin mengembalikan medali pasukan Gawara.”

Jariko mengeluarkan medali lalu menyerahkan pada mayor jenderal Enrico.

Jeriko ingin menyerahkan seragam dan medali kehormatan, namun Enrico menyuruhnya memberikannya kepada komandan senior yang bisa menentukan nasibnya.

“Simpan saja terlebih dahulu, biarkan komandan senior yang mengambilnya langsung dari tanganmu,” ucap jendral Enrico dengan tatapan teguh.

"Untuk apa menunggu jendral senior? Bukankah hasilnya sudah pasti," kata Jeriko dengan suara datar. "Aku melanggar aturan militer dan hukum negara demi membalas dendam atas kematian Berwyn yang menyeberang batas wilayah tanpa izin."

Enrico menyesal dan menghela napas panjang. "Jika diberi kesempatan kembali, apakah kau akan melakukan hal yang sama?"

Jeriko menatap lurus ke depan, matanya berkilat dengan niat membunuh yang membara. "Darah dibayar dengan darah, nyawa dibalas nyawa," jawabnya tegas.

Enrico penasaran dengan identitas organisasi yang menyerang Pasukan Gawara, namun tak mendapat jawaban dari Jeriko yang hanya terdiam. Akhirnya, dengan berat hati dia menerima seragam dan medali Jeriko.

Rekan-rekan Jeriko menatap mobil yang menjauh hingga hilang di tikungan, tidak tahu apakah dia akan kembali, tapi percaya dia akan menghancurkan organisasi yang membunuh anggota Pasukan Gawara.

"Dia pasti akan membalas," bisik Marcus dengan yakin.

Setelah mobil menjauh, Jeriko memecah keheningan. "Jenderal, keluarga Berwyn harus diberi tahu penyebab kematiannya yang sebenarnya."

Namun Enrico menolak dengan alasan "Tidak bisa, ini adalah aturan dan perlindungan keluarga."

"Terlalu kejam bagi prajurit yang gugur," balas Jeriko dengan suara yang mulai meninggi.

Melihat emosi Jeriko memuncak, Enrico menyerahkan surat kematian Berwyn dan santunan kepada Jeriko untuk diberikan kepada keluarganya. "Ini adalah tugas terakhirmu."

“Baik,” Angguknya.

Jeriko menerima amplop coklat tebal itu dengan tangan yang bergetar sedikit. Ketika Enrico bertanya rencana Jeriko setelah menyelesaikan tugas, Jeriko membuat pernyataan mengejutkan bahwa tugas ini tidak mudah, lalu memberi hormat dan pergi.

Yang tidak diketahui Enrico, Jeriko tidak memberi tahu bahwa pada hari kematian Berwyn, meski dia telah membunuh 28 tentara bayaran dengan tangan kosong dan senjata rampasan, masih ada yang lolos. Selain itu, foto adik perempuan Berwyn yang selalu dibawa oleh almarhum sebagai kenangan tentang gadis berusia 19 tahun itu juga hilang.

Pada sore yang sama, di lantai atas sebuah klub pribadi mewah di Kota Niwaga, Sintia Medira, mengenakan setelan kerja navy yang elegan, mendengar kabar bahwa Jeriko dipecat.

Wanita berusia dua puluhan dengan mata hijau tajam itu memiliki ekspresi kompleks. Ada kekhawatiran, kekaguman, dan sesuatu yang lebih dalam.

Seorang pemuda berkacamata bernama Adrian berdiri di sampingnya. "Nasibnya dengan Jeriko sudah ditentukan," katanya sambil menyesuaikan kacamatanya.

Sintia membantah dengan menggeleng mantap. "Kau salah, Adrian. Aku yakin bahwa Jeriko tidak akan gagal di masa depan." Dia menatap melalui jendela kaca besar ke arah kota yang mulai diterangi lampu malam. "Dan jika aku salah menilai, itu berarti aku telah salah melihat orang.”

Lanjut membaca
Lanjut membaca
Download MaxNovel untuk membaca