

Semburat cahaya Mentari pagi... angin yang lembut...harum rumput yang basah terkena embun pagi...
kapan ? aku lupa apakah aku pernah hidup merasakan hal itu ? didepan mataku orang yang aku sayangi terbakar dalam kobaran api.
****
"Mereka sudah membagikan selebaran lagi ! lihat-lihat !" seru seorang anak lelaki dengan pakaian kumal dan terlalu kurus untuk bocah seusianya, dan aku kenal siapa dia. " Lihat ini Jiwa !" dia membagikan selebaran yang dijatuhkan pesawat Ravage Arc. dengan tergesa-gesa dan ekspresi panik dia menyodorkan selebaran itu di depan wajahku.
" hmm... mereka akan menjatuhkan serangan lagi dan kita diminta mengungsi." kata ku membaca selebaran itu dan mengembalikannya ke anak itu.
" haaa ? mengungsi lagi ? ini sudah 8 kali dalam 3 bulan terakhir, Ravage Arc dan Ravage tank tak henti-hentinya menyerang." ucapnya kesal, aku mencubit pipinya.
" bersabarlah Rayyan, mereka bilang mereka akan segera membebaskan kita setelah mencari sumber daya yang mereka cari itu. kelak bila perang ini usai kita akan dapat tempat tinggal di tanah yang subur, dan kita bisa menanam sayuran juga buah-buahan kita sendiri." kataku sambil meneruskan pekerjaanku. Jujur tak banyak yang bisa kukerjakan di camp konsentrasi ini. Disaat santai macam ini aku memilah biji-bijian, gandum, dan jamur untuk dimakan. Di lain waktu aku akan membahas jurnal dan buku-buku yang bertahan dari bencana Noctis Arc, dan meramu obat-obatan dari tanaman di sekitarmu.
" ceritakan padaku Jiwa, bagaimana manusia hidup zaman dulu ? apakah masa lalu itu seindah cerita yang kau bacakan pada kami di camp ?" tanya Rayyan duduk di sampingku sambil ikut membantu memilah biji gandum yang sudah mulai rusak dan membusuk.
" zaman dulu mereka hidup dengan baik, mereka bercocok tanam, mereka bertukar hasil panen, anak-anak seperti kalian tidak memegang senjata, tapi buku dan main disungai di hari yang panas." jawabku, kemudian dia mendekat.
" apa kau pernah merasakan nya Jiwa ? masa-masa itu ?" aku benci membicarakan masa lalu diriku, tapi bocah ini selalu ingin tahu.
" tidak. itu hanya di buku, kau bahkan sering dengar nenek bercerita saat dia membantu ibuku waktu dia bersalin disini, aku lahir dan tumbuh disini." jawabku datar, tiba-tiba saja dadaku sesak karena membicarakan ibuku yang meninggal beberapa hari kemudian setelah melahirkan ku. Rayyan menyadari perubahan ekspresiku, kemudian dia mencolek pipiku dengan sayang.
" kau tau Jiwa, aku percaya suatu saat kita akan keluar dari sini, kau akan membuat sekolah tempat anak-anak belajar dan membaca di tepi sungai mengalir ! lalu aku akan membantu nenek di ladang menanam buah yang kau suka !" ucapnya senang dan penuh harapan.
Di tanah tandus ini, harapan adalah sebuah kata yang mahal terutama bagi anak-anak yang lahir dan tumbuh di camp konsentrasi saat ini. Mereka tidak kenal dengan harapan, idul fitri, sichi go san atau santa claus, mereka hanya kenal dengan ketakutan dan kematian yang dibawa dari suara gemuruh prajurit berseragam merah darah yang mengendarai Ravage Tank.
Aku tertawa, bocah ini selalu dan selalu memiliki harapan yang aku sendiri tidak memilikinya " hahahahaha.... kalau kau ingin membantu nenekmu kau harus belajar berhitung dengan sungguh-sungguh supaya kau tau, berapa banyak jumlah buah yang nantinya aku curi dari ladangmu." gurau ku sambil mencubit pipi bocah itu.
" eh, kau berencana mencurinya ! itu kejahatan Jiwa." katanya cemberut, aku tertawa.
" bercanda, aku yakin tanpa aku minta nenekmu akan membagikannya untukku. sebab dia lebih menyayangi-. " ucapanku terhenti setelah mendengar suara langkah yang berat menghampiri kami. Aku melirik sosok Iblis yang berdiri menghalangi matahari di depan wajahku. Kulitnya kemerahan, dengan tanduk satu kecil di sebelah kiri dahinya, dengan tatapan angkuh dia merokok di depan kami, seolah-olah kami makhluk paling hina di dunia.
" officer, apa ada yang bisa aku bantu ? kalau makanan jelas aku hanya punya biji gandum yang hampir busuk ini." ucapku hampir dengan nada ramah.
" kami tidak perlu basa basimu Jiwa. Komandan ingin kau datang ke tempat tinggal prajurit dia ingin kau mengobati tahanan." dia meniupkan asap rokoknya di wajahku.
" Iblis meminta tolong pada Freeman, ini hal langka bukan kah kaum mu adalah yang paling superior diantara yang lain jelas mereka punya Team Healer sendiri." Ujarku dengan nada mengejek, yang kemudian dibala dengan tamparan yang mendarat keras dipipiku. Dengan cepat aku merasakan pipiku panas dan perih, aku meludahkan darah yang mengalir di bibirku. aku menatap mata nya yang berubah warna menjadi kuning keemasan, senyumnya tidak menyenangkan dilihat.
" JIWA !" Rayyan memelukku erat, pelukannya meredakan amarahku. " Mau apa kau Iblis Jiwa orang yang baik ! aaggghhh !" Rayyan terangkat ke Udara dan terlempar ke dekat semak kering yang cukup tajam. Aku melihat luka ditangan dan pipinya, kemudian dengan segera menghampirinya.
" Rayyan !" seruku sambil mengecek tubuhnya yang teruka, juga aku melihat benjolan di kepalanya juga.
" aku tidak apa Jiwa." ucapnya dengan mata masih menatap tajam devil itu. Inilah yang membuatku kagum dengan bocah ini, dia tidak gentar. Kebanyakan anak-anak yang tumbuh disini, tidak memiliki api yang membara di matanya seperti Rayyan. Melihat keberaniannya aku pun tak boleh lemah.
" anak kecil tahu apa ! baru aku lempar sedikit kau sudah benjol, Freeman memang lemah. dan aku bukan makhluk yang penuh kesabaran Jiwa, kau harus ikut aku atau bocah itu benar-benar kuhabisi dengan ravage tank." katanya sambil menunjuk Ravage tank yang diparkir 100 meter di depan kami. Aku dapat merasakan Rayyan bergidik, bagaimanapun juga anak-anak tak akan mampu menghadapi ganasnya Ravage tank. Satu kali tembak, maka lenyaplah semua.
" Rayyan, Kembali lah ke nenekmu, bilang aku akan pulang terlambat." ucapku sambal menatap Officer Iblis itu.
" tapi-." ucap Rayyan tak melepaskan pegangannya padaku.
" aku akan baik-baik saja Rayyan. Iblis ini tidak akan membunuh healer satu-satunya di camp budak mereka. sekarang tunjukkan jalannya officer." ucapku ramah pada Rayyan sambil menepuk bahu kecilnya.
" ulurkan tanganmu, aku harus memastikan tangan jelekmu terikat." ucap officer itu sambil mengikat tanganku dengan keras. Aku bisa merasakan pergelangan tanganku yang lecet. Tanpa ragu aku mengikuti officer dan prajurit lainnya di belakang. Terik matahari di camp konsentrasi busuk dan tandus ini tidak sekejam para iblis yang semena-mena setelah mereka memenangkan perang saat Noctis Arc dan menduduki banyak negara hampir di setiap benua. Saat ini aku bisa mendengar suara Langkah Rayyan di atas pasir yang tandus berlari menjauh. Aku berjalan sambil menatap langit, di tengah panas yang menyengat ini, aku masih sempat memikirkan pasti sejuk bila ada banyak pohon hijau teduh disini, mungkin aku akan menghabiskan waktuku dengan tidur siang di bawah pohon.
" OI ! kau bisa berjalan lebih cepat kan Freeman !" suara officer itu membuyarkan lamunanku, aku mempercepat langkahku, dan berucap dalam hati pohon hijau yang aku impikan itu tidak akan tumbuh di tahun 2103, tidak setelah hampir separuh belahan dunia ini hancur setelah perang dunia ketiga. Nuklir merusak segalanya, dan juga membuka portal-portal tak terlihat yang membuat makhluk-makhluk ini masuk dan memperbudak manusia. Andai ada sebuah cara mengubur mereka dan menutup portalnya, mungkin pohon kecil itu bisa tumbuh subur lagi. mungkin....
****
" Kau beruntung tinggal di Bawah belas kasih Yang Mulia Theodrakon, Jiwa. Sungguh beruntung." kata salah komandan bertubuh kekar dengan duri mencuat di tubuhnya, disebelahnya berdiri perempuan muda dengan pakaian sutra transparan, membawakan minuman untuknya. menyedihkan pikirku, lebih baik mati bukan ? Komandan Iblis itu tampak seperti katak berduri yang duduk di sebuah kursi kecil, dan tampak marah, menjijikkan.
" hidup di padang tandus, dengan makanan sedikit di camp konsentrasi Kerajaan Theodrakon, bisa dibilang aku sedikit bersyukur." ucapku menatapnya tajam.
" mulutmu tajam juga ya, aku ingin sekali memotong lidah mu dan memberikan nya ke Cerby, kau tau kan peliharaan kesayanganku, sudah lama dia tak memakan healer. Tapi dari mana kau dapatkan sifat jelekmu itu ? Dokter Biru ?" ada rasa panas amarah menjalar di tubuhku, aku tak sudi lidah kotor mereka memanggil nama ayahku.
Ayahku membesarkan aku setelah ibuku meninggal melahirkan ku di camp ini, dia seorang dokter yang tak kenal Lelah merawat semua orang disini bahkan Iblis sekalipun. Suatu hari dia dijebak oleh Ravage Arc Rider dengan tuduhan malpraktek terhadap salah satu officer mereka, dan ayahku yang baik hati harus terpanggang hidup-hidup sebagai hukumannya.
" ayahku ? dia lebih lembut dari aku." ucapku menatap lurus dengan ekspresi datar. Demi apapun aku tak mau menunjukkan ekspresi apapun pada makhluk-makhluk terkutuk ini.Aku tidak boleh lemah.
" pantas saja dia berakhir mengenaskan, kelembutan tak akan membuat orang hidup lama. tapi aku menghormatinya, dia satu-satunya Freeman yang berhasil mengetahui genom milik kami,dia cerdas. " Komandan tertawa keras." mari kita bicara bisnis, walau selemah apapun Dokter Biru dia juga sangat paham tentang geografi dan tumbuhan langka. dia bahkan berhasil memetakan ribuan jenis tanaman yang sudah termutasi karena peperangan yang lalu. jadi kami yakin misi rahasia ini cocok untukmu." dia mengambil minuman dari gadis itu, dan menariknya ke pangkuannya, gadis itu bergidik.
" misi pertama kau harus menyembuhkan kedua tahanan penting, kau tak perlu tau siapa mereka. kedua Raja ingin salah satu tanaman yang ada dalam buku ayahmu itu, Golden Myrrh, ketiga kau harus temukan sebuah energi resource yang ada di peta ini." katanya sambil melemparkan peta itu padaku, aku menangkapnya dan membaca peta itu dengan seksama. peta itu usang dengan seperempat halaman yang usang. disudut sebelah kanan hanya ada tulisan "bahkan air pun tak bisa berbohong."
" apa yang aku dapatkan ?" tanyaku dingin.
" bakatmu langka, kau bisa menjadi junior team healer, dan tinggal di ibukota. pernah kah kau ke ibukota ? sungai yang indah, pohon-pohon rindang, buah apel yang manis." katanya santai.
'Ibumu suka sekali apel yang manis dan berair, kami memakannya Bersama tepat sebelum pindah kesini untuk menolong semua orang.' suara ayahku terdengar lembut dan jelas di telingaku, aku terkejut, namun aku mengontrol ekspresiku agar Komandan tidak melihatku. " apa buktinya kalau aku akan mendapatkan semua hal itu setelah misi ini selesai ?" komandan mengambil sesuatu dari saku celananya, dan melemparkan benda itu padaku.
" ini sigil darah." jariku mengusap lambang kerajaan Theodrakon. benda ini membuat siapapun boleh memasuki ibukota dengan mudah.
" aku baik hati kan ? aku sendiri yang menjaminmu masuk ke ibukota, tapi jangan coba-coba mengkhianatiku Jiwa, jika kau kabur kau akan mati. setelah kau serahkan tanaman obat itu, prajuritku sendiri yang akan mengantarkan mu ke ibukota." ujarnya puas, tapi tidak denganku.
" kalau begitu aku akanmembawa dua orang Bersama ku ke ibukota. " aku ingin membawa Rayyan dan neneknya yang sudah begitu baik padaku, mereka adalah keluarga keduaku.
" kau ini, Budak tidak punya hak untuk masuk ke ibukota ! Freeman dengan masa depan sepertimu kenapa harus repot membawa budak bau yang sekarat ?" geramnya.
" kalau begitu kau tidak akan mendapatkan apa yang kau mau ! kau bisa minta orang lain untuk melakukan misi ini." aku tau mereka akan menggunakan ilmu yang diberikan ayahku, dan jika ini permintaan langsung dari Raja mereka tidak akan berani melanggarnya.
" tch, kau benar-benar Freeman yang buruk Jiwa, baiklah dua orang ! siapkan barangmu kau akan mengerjakan misi ini dengan pesuruhku malam ini, sekarang keluarlah, ini waktuku bercinta." kata komandan itu menggendong tangan gadis yang pasrah itu.
Tanpa berpikir apapun, aku segera berlari menuju camp nenek Rayyan, membayangkan kehidupan kami yang akan segera membaik.
****
" aku rasa itu ide buruk." ujar nenek sambil meletakkan sup biji-bijian cair di depanku.
" percayalah padaku nek ! mereka sudah memberiku ini lihat !" dengan tangan gemetar aku menunjukkan sigil darah. Nenek dan Rayyan terkejut, aku bisa mendengar Rayyan mendengarkan suara seperti tupai yang tersedak sesuatu. " apa kau baik-baik saja Rayyan ?" tanyaku.
" a...aku baik.. tapi.. bagaimana bila kita dibohongi seperti yang sudah-sudah ?" tanya Rayyan dengan tatapan gelap dan putus asa.
" tidak akan, percayalah padaku." kataku menepuk kedua bahu Rayyan yang duduk di sebelahku.
" Jiwa aku.."
" Rayyan dengar !" kataku sedikit memaksa, " kendalikan dirimu, kau dan nenek mungkin saat ini berstatus budak, tapi setelah di Ibukota kita akan menemukan cara agar kau dan nenek mendapat status Freeman." aku menatap nenek yang menatapku sedih dengan penuh keraguan. " aku tau rencana ini berbahaya, tapi menetap dan membusuk disini jauh lebih buruk, percayalah padaku kalian berdua, aku akan membuka klinik di ibukota, aku akan melindungi kalian berdua."
Nenek akhirnya meletakkan supnya, dia menatap Rayyan kemudian menatapku, " Nenek percaya padamu, dan juga nenek berfikir Rayyan bisa belajar banyak darimu dan punya masa depan di ibukota." katanya sambil mengusap wajahku dengan penuh sayang. aku memeluknya, pelukan itu terasa hangat, pelukan dari seorang wanita yang membesarkan aku setelah kedua orang tuaku pergi dari dunia yang busuk ini.
" kalau begitu bersiaplah kalian berdua, aku akan temui kalian esok pagi setelah aku mengobati kedua orang yang dimaksud komandan." aku bergegas lari ke tendaku.
aku mengemas semua pakaian yang kuperlukan, buku catatan ayahku, beberapa kertas, belati kecil dengan sisik biru gelap, dan beberapa tanaman obat yang aku buat sendiri. Lalu aku mendengar suara 'bruk !' lembut, tanpa kusadari aku menjatuhkan beberapa buku saat buru-buru berkemas. salah satu buku dengan sampul kulit yang sudah rusak terbuka, disana ada catatn ibu dan ayahku kala mereka masih hidup. Aku menatap foto mereka disana ayahku menulis " bahkan mawar juliet pun tidak bisa menandingi kecantikan di wajahmu." aku tersipu membacanya. Aku membalik halaman selanjutnya, dan menemukan tulisan yang menarik.
" Dalam setiap tetes air jernih, ada mata Sang Hyang yang melihat dunia tanpa kabut. Bahkan Air pun tak bisa berbohong." aku bergumam menyebut nama ayahku. kemudian aku mendengar orang dengan langkah berat masuk kedalam tendaku. Suaranya memburu dan tampak tidak senang.
" kau sudah ditunggu Jiwa ! para Executioner akan mengantarmu ke penjara bertemu dengan pasienmu." dia meludah, wajah prajurit ini berantakan, berbau busuk, pastilah hasil silang dari Orc dan Iblis itu sendiri.
" aku siap, aku bisa berjalan sendiri keluar." kataku sambil menabrak bahu makhluk itu dengan sengaja, di luar tenda kepalaku sudah ditutup kantung berwarna hitam.
" Relax Jiwa, kami akan membuka kantung sial ini setelah kau sampai di penjara." suara executioner itu lebih tenang, aku rasa dia perempuan dari cara dia berbisik di telingaku.
" jangan lupa jaga pandanganmu dari mereka, mereka milik Raja." ucapnya. Aku mendengus, tak peduli dengan apapun mainan milik Raja, aku hanya ingin segera menyelesaikan misi ini dan tinggal di ibu kota bersama Rayyan dan Nenek. Selama perjalanan aku menutup mata, membayangkan sebuah rumah dengan pohon apel di depannya.
****