Aku menunjukkan tato dengan membawa belati di pinggang, berjalan di pusat kota Surabaya.
Jika kamu berpikir bahwa aku sedang dalam perjalanan untuk membunuh orang, maka kamu salah besar. Aku sedang dalam perjalanan untuk bernegosiasi.
Lalu, negosiasi apa?
Aku sekarang akan memberitahumu dengan sangat bertanggung jawab bahwa bawahanku telah ditangkap saat berkelahi dengan Matul (organisasi geng).
Aku mendapat berita dari sepucuk surat yang datang dari bawahan Matul, bersama dengan dua jari.
Tentu saja, aku juga tidak segan-segan lagi dengan anak muda itu. Aku langsung memotong kedua tangannya, lalu mengambil kain dari lantai dan membungkusnya, lalu membiarkan dia pergi.
Aku ini anggota geng yang memiliki etika profesi. Aku adalah seorang gangster, jadi tidak mungkin duduk diam saja tanpa memberikan pembalasan! Siapa aku? Siapa di Surabaya yang tidak mengenal Marverick Elvano alias Verick?
Aku cepat-cepat tiba di KINGONE, dan wanita penerima tamu di luar sudah menunjukkan senyuman hampa.
."Tuan, apakah kamu telah memesan tempat?"
"Ya, di mana Bryan Pedro?" tanyaku sambil berjalan.
Setelah mendengar kata 'Bryan', wanita itu menunjukkan ekspresi terkejut.
"Ya, baik, silakan ikuti aku, Bryan ada di Ruangan Hibis di lantai tiga," katanya dengan senyum.
"Bryan apaan? Bagiku, dia hanyalah sampah! " hujatku. Aku tidak peduli seberapa takut wanita itu, dan langsung pergi ke lantai tiga.
Di Ruang Hibis, duduk sekitar empat atau lima pria berbadan besar. Pria yang di tengah, dengan bekas luka menyeramkan di wajahnya, adalah Bryan.
"Tuan Verick, kamu sudah datang, ya!"
"Duduklah!"
"Hei, apa yang kalian lakukan? Cepat berikan kursi untuk Tuan Verick?"
Seorang pria bertubuh besar mengangguk dan memberikan kursi. Aku tertawa dan duduk, melihat sekeliling, dan di kamar seukuran empat puluh meter persegi ini, aku tidak melihat bawahanku.
"Di mana bawahanku?" tanyaku.
Bryan merokok sambil tertawa terbahak-bahak.
"Tuan Verick, kamu memang berani, berani datang sendirian mencariku untuk meminta orang."
Aku tersenyum jahat sambil menghisap sebatang rokok.
"Sebagai gangster jika tidak punya keberanian, aku pasti sudah mati. Sekarang seluruh Surabaya tahu aku datang mencarimu. Bosku sudah bilang, jika kau berani tidak membebaskan orang, malam ini pukul dua belas , kami akan bakar seluruh keluargamu. "
Mendengar kalimat itu, Bryan langsung terkejut, dia melompat dan mengumpat.
"Sialan! Apa dia berani?!"
Aku pura-pura melihat jam.
"Waktunya hampir sampai, masih ada sepuluh menit lagi. Bryan apa yang harus kau lakukan sekarang? Hanya perkelahian beberapa anak buah saja, apakah perlu untuk memotong dua jari mereka?"
Bryan perlahan duduk, dahinya berkerut.
"Kamu sungguh tidak tahu aturan di dunia gangster, ini masalah di antara kita, tidak perlu sampai melibatkan keluarga, yang kalian lakukan ...."
Aku memotong kata-katanya dan tertawa.
"Bryan, jangan bicara omong kosong padaku, meskipun hal-hal kotor yang kamu lakukan tidak diketahui kebanyakan orang di kalangan gangster, tetapi apakah Tuan Calvin Buana tidak tahu? Jika kamu tidak membunuh seluruh keluarga Tuan Setiawan, dan melemparkan mereka ke laut untuk menjadi makanan ikan, mana mungkin kamu menjadi ketua di sini!"
Mendengar hal ini, si Bryan mulai resah, mengambil ponsel dan membisikkan beberapa kalimat, kemudian menutup ponselnya.
"Bagaimana menurutmu? Begitu saja? Lalu apa yang harus dilakukan dengan kedua tangan bawahanku?"
"Apa yang harus dilakukan? Konyol sekali! Jika kamu berani, coba potong tanganku!" kataku sambil tertawa sinis.
Aku melepas kacamata hitamku karena kacamata hitam itu terlalu gelap, aku tidak bisa melihat dengan jelas gadis yang mengenakan bikini di televisi.
Setelah itu, Bryan melemparkan bawahanku yang hampir mati ke sampingku.
"Tuan Verick, mari kita mengakhiri masalah ini. Aku berharap orang-orang wilayag selatan kalian tidak datang ke wilayah barat, jika tidak, lain kali jika ketemu, mereka akan langsung dibunuh!"
"Ha ha, terima kasih ya, aku sudah tahu. Bryan, kamu juga harus berhati-hati, kamu melakukan hal kotor di PUB, jangan berpikir aku tidak tahu." Aku menarik bawahanku yang tangannya berlumuran darah keluar dari Ruangan Hibis. Begitu mendorong pintu keluar, segera terdengar suara barang pecah di dalam.
"Sialan, luapkan saja semua amarahmu, kamu juga tidak akan hidup lebih lama lagi." tawaku.
Bawahanku bernama Jonathan Pedro.
"Bagaimana, tidak mati, 'kan?"
Aku mendorongnya, melihat kondisinya, Aku benar-benar takut kalau dia mendapat masalah, nanti aku tidak bisa bertanggung jawab. Bukan takut pada polisi, apa itu polisi? Hanya sekelompok bandit legal saja, takutnya bos akan menyalahkanku karena bawahanku telah merusak wajah perkumpulan Tameng.
"Tuan Verick ... aku telah merepotkanmu lagi ...." Jonathan tersenyum pahit.
Aku menggelengkan kepala, memanggil taksi, lalu berbicara di dalam mobil.
"Anak muda, nasibmu bagus, bertemu dengan bos sepertiku, jika diganti orang lain, siapa yang berani memasuki wilayah Matul untuk mencari seseorang? Sialan, sekarang aku benar-benar berkeringat dingin!"
Jonathan duduk tak berdaya di kursinya.
"Tuan Verick, apa yang kamu takuti? Ada bos yang mendukungmu, apa kamu takut akan dibunuh oleh Bryan?"
Aku melemparkan sapu tangan yang melilit dua jari kepada Jonathan.
"Pergi ke rumah sakit dan lihat apakah mereka bisa menjahitnya kembali, jika tidak bisa, pasang dua besi saja. Tapi nanti ketika berkelahi, kamu tidak akan punya kekuatan lagi."
Jonathan mengangguk, tidak berapa lama, dia sudah tertidur. Bocah ini memiliki setidaknya lima puluh luka di tubuhnya, sudah baik kalau dia tidak mati karena kehilangan darah yang berlebihan.
Dengan penuh kegelisahan, aku kembali ke wilayahku sendiri, Sawahan.
Setelah membawa Jonathan ke rumah sakit, aku kemudian datang ke kantor.
Perusahaan kami beroperasi selama 24 jam, menjalankan banyak jenis bisnis, seperti pusat kebugaran, warnet, bar, dan hal yang paling tak masuk akal adalah sebuah proyek suku cadang otomotif.
"Bos, kenapa kita yang biasa berada di dunia hitam menjalankan bisnis suku cadang otomotif?" tanyaku kepada Bos.
"Astaga, kalian semua anak-anak nakal ini sering berkelahi, ketika berkelahi kelak, cukup gunakan setir untuk memukulnya. Aku benar-benar tak berdaya!" kata Bos.
"Selamat pagi, Tuan Verick!" Beberapa gadis lulusan universitas datang ke perusahaan, dan memberikan salam dengan sangat hormat di luar pintu.
"Pagi? Sudah jam setengah dua!" Aku tersenyum licik sambil masuk ke dalam lift.
Para gadis kecil ini semua cukup baik, memiliki bentuk tubuh ideal, dengan bokong dan dada montok, sekilas tampak seperti anak-anak dari keluarga kaya. Yang tidak bisa dipahami adalah bagaimana mereka bisa masuk ke perusahaan kami dan menjadi pramuria.
"Siapa pun yang berani menyentuh mereka akan menjadi musuh perusahaan, Aku akan menghajar mereka di tempat! ..." kata Bos.
Begitu membuka pintu, Bos sedang duduk di kursi, menonton pertunjukan dari Jepang. Ada dua orang duduk di sekelilingnya, yang satu dijuluki Valentino Farrel, dan yang satu lagi adalah bos kedua, Xavier Nolan.
Kedua orang ini adalah sosok yang sangat berpengaruh di Surabaya.
"Hai Bos, aku sudah kembali! Wah, Valentino, Xavier! Kenapa masih menjaga di waktu yang begitu larut? Tidak takut sakit ginjal kah?" kataku sambil tertawa.
"Ah, Verick, kamu sudah kembali, bawahanmu baik-baik saja, 'kan?" Bos memutar kursinya sambil berkata.
Aku menggelengkan kepala, duduk sendirian di sofa, memberikan mereka tiga batang rokok, dan tersenyum.
"Bukan masalah besar, bukankah hanya kehilangan dua jari saja, setelah diobati, dia tetap seorang pria perkasa."
"Verick, nanti ikut keluar denganku, ada hal yang ingin bicarakan denganmu!" kata Valentino.
Aku menghela napas, mendekati Bos dan memuji dia.
"Bos, kamu benar-benar kuat seperti Superman dalam film."
"Kau ini, pandai sekali memuji orang." Bos menepuk kepalaku dengan remote control di tangannya sambil tertawa.
"He he, sebelumnya aku 'kan sudah mendapatkan bimbingan dari Bos ... ha ha ...."
Aku menoleh ke arah Xavier, bicara soal Xavier ini, umurnya sudah empat puluh tahun, wajahnya sangat menakutkan, terutama jenggot tebal di wajahnya, bisa membuat anak kecil takut sampai tidak berani bergerak.
"Xavier, bagaimana bisnis di lapangan belakangan ini?" Aku bertanya dengan mendekatinya.
"Apa? Verick ingin membuka tempat untuk mendapatkan uang tambahan?" Verick melihatku sambil tersenyum licik.
Aku buru-buru menggelengkan tangan, dan berkata, "Xavier, jangan bercanda, aku tidak pandai berbisnis? Aku hanya pandai berkelahi, he he ... aku benar-benar tidak bisa, tidak bisa ...."
Xavier tersenyum tipis, kata-katanya tadi sungguh membuatku terkejut.
"Hei Bocah, dalam beberapa hari lagi Xavier akan pergi untuk berbisnis, empat bar di Jalan Gresik akan dikelola olehmu."
Mendengar ucapan Bos, aku langsung terdiam di tempat, Jalan Gresik adalah wilayah emas, aku telah berbicara banyak kali dengan Xavier, dia selalu menolak, apa yang terjadi kali ini?
Sebelum aku sempat berbicara, Xavier telah berbicara terlebih dulu.
"Bos kali ini ada tugas untukmu, empat bar tersebut dapat dianggap sebagai imbalan yang diberikan terlebih dulu kepadamu!"
"Wah, imbalan apa begitu besar?" Aku sedikit terkejut, melirik Valentino. Kacamata-nya yang berbingkai emas terkena sinar neon sehingga berkilauan.
Aku bingung dibawa keluar dari kamar oleh Valentino, dia mengeluarkan sebuah lipatan kecil berwarna merah dari saku, disertai selembar kertas putih.
Aku melihat lipatan kecil berwarna merah itu, ternyata itu adalah buku tabungan, dan itu adalah tabungan berjenis rekening giro. Sungguh mengejutkan, ternyata ada 4 miliar di dalamnya.
Tanganku gemetar, hampir saja buku tabungan itu terjatuh ke lantai.
Tanpa bicara banyak, aku langsung mendorong pintu dan berteriak, "Sial, Bos, apa maksudmu? Aku sudah bekerja denganmu selama lima tahun, dan sekarang kamu memberiku 4 miliar, apakah kamu merasa pekerjaanku tidak memuaskan? Katakan padaku, siapa yang harus aku bunuh, aku akan segera membunuhnya! Tapi, kamu tidak boleh mengusirku!"
Valentino juga masuk sambil memaki kuat.
"Kamu lihat lagi kertas itu."
Bos dan Xavier juga sedang menatapku dengan senyum sinis, membuatku merasa sedikit gelisah dan tidak nyaman.
Sialan, siapa yang takut, aku akan melihatnya!
Aku membuka kertas putih itu, tertulis dengan jelas di atasnya, 'SMA ST Louis, Surat Pemberitahuan Penerimaan siswa ....'