Awan mendung yang berlapis-lapis berkumpul di langit, awan-awan itu tampak persis seperti suasana hati Edy Moore saat ini.
Di sudut sekolah SMA Darrion, seorang anak berambut pirang menarik kerah baju Edy. Suaranya yang tajam terdengar menggelegar.
"Kau tidak berkaca dan melihat sifatmu, berani-beraninya kau memikirkan Dewi Hendra?" "Sudah mau hujan, cepatlah kau." Seorang pria dengan rambut cepak dan mengenakan kemeja bunga-bunga datang dan berkata dengan tidak sabaran.
Tubuhnya cukup tegap, dia lebih tinggi satu kepala dari Edy.
"Baik, Kak Budi!" si rambut pirang tersenyum nakal kemudian mengayunkan tinju keras yang menghantam perut Edy.
"Sshh—" Edy menarik napas dingin dalam rasa sakit, wajahnya menegang selama beberapa detik.
"Hei, anak kecil ini cukup berani juga!"
Melihat dia tidak bersuara, orang berambut pirang itu mengejek dengan tawa sinis.
"Kalau kau mau pukul orang, kenapa harus banyak omong kosong dulu?" Pria berambut cepak itu tampak cemberut sambil menyeret pria berambut pirang ke samping lalu berdiri di depan Edy dengan wajah yang menakutkan.
Dia mengulurkan lengannya kuatnya dan menarik Edy ke arahnya, kemudian dengan kuat menendang Edy, dia menendang tepat di bawah perut Edy.
Kekuatannya sangat besar hingga membuat Edy teroleng-oleng dan tubuhnya bergetar sebelum akhirnya jatuh ke dinding di sebelahnya dengan keras.
Dada Edy dihantui rasa mual hingga wajahnya terlihat pucat dan tubuhnya terus bergetar.
Dia menggigit giginya dengan kuat, tetapi dia tidak mengeluarkan jeritan kesakitan sedikit pun.
Pria cepak itu berjalan ke hadapan Edy, menarik rambutnya ke atas dan berbicara padanya dengan suara dingin, "Tuan Muda Rudy Janitra berkata, jika kejadian hari ini diketahui oleh Dewi, kau hanya perlu menunggu dipukuli setiap hari." "Kau ini bagaikan sampah, kenapa kau tidak merawat diri sendiri dengan baik?" Suaranya mengejek dengan ringan dan terus menerus tertawa dingin.
Mendengar kata-katanya, nafas Edy menjadi semakin berat, tubuhnya mulai gemetar dengan hebatnya. Dua matanya yang penuh dengan urat darah itu, menatap keras pada si pria cepak.
Rudy Janitra adalah putra sulung dari Grup Rajawali.
Dia sedang mengejar Dewi Suna yang dikenal sebagai gadis tercantik di sekolah selama tiga tahun dan belum pernah mendapatkan sedikitpun perhatian darinya.
Namun sayangnya, Edy yang merupakan seorang siswa yang kurang berprestasi malah bisa menggoda Dewi yang juga seorang anggota organisasi dengan alasan bolos sekolah.
Jadi, Rudy membawa pengikut setianya, si rambut pirang dan si cepak yang merupakan pemimpin preman di SMA Darrion ini dan menghadang Edy di sini.
Setiap kali Edy berniat untuk meninggalkan kelas, tatapan sinis penuh penghinaan yang diberikan oleh Rudy membuat giginya berderit.
"Apa kau tidak terima?" Si cepak sedikit menggoyangkan kepala Edy, lalu mendorongnya ke belakang dengan keras
"Kalau kau tidak terima, maka kau harus menahan diri!" Dengan dorongan keras dari si cepak, bagian belakang kepala Edy menabrak dinding dan menghasilkan suara dentuman yang kecil.
"Brakk!" Langit yang suram tiba-tiba dibelah oleh suara guntur yang memekakkan, tetesan-tetesan hujan sebesar kacang dengan cepat jatuh setelah suara guntur itu mereda.
"Benar-benar sial." si cepak meludah dan berdiri, dia mengisyaratkan ke anak muda berambut pirang di sampingnya. "Baiklah, ayo kita pergi."
"Anak muda, ingat semua yang aku katakan padamu hari ini, hati-hati di masa yang akan mendatang!" Anak muda berambut pirang berjalan mendekat, dia menepuk wajah Edy dan pergi dengan tawa sinis.
Hujan turun dengan sangat lebat, setelah waktu yang cukup lama, barulah Edy bisa berdiri dengan bantuan dinding.
Dia berjalan dengan pandangan yang gelisah.
"Duar!"
Cahaya putih yang menusuk mata muncul disertai dengan suara gemuruh menggelegar, seakan-akan langit sedang diciptakan dalam waktu sekejap.
Ketika guntur bergema, kepala Edy tiba-tiba sakit, tidak tahu apa yang telah menabraknya.
Dia menyeringai dan menutupi kepalanya dengan tangannya, dia melirik sekeliling dan melihat sebuah kotak kayu panjang yang jatuh di lantai.
Edy mengambilnya dan, air hujan jatuh ke kotak itu melalui rambutnya dengan tetesan yang ritmis, menciptakan sentuhan warna merah di atas kotak itu.
"Kepala terbanting dengan keras?"
Edy mengerutkan keningnya kemudian meraba bagian atas kepalanya, dan tepat seperti yang dipikirkan olehnya, tangannya penuh dengan darah segar.
Hujan turun begitu lebat hingga ia sama sekali tidak bisa melihat siapa yang sebenarnya membuang kotak ini . Senyum tipisnya berubah menjadi penuh kepahitan.
Apakah dia bahkan perlu dipukul saat sedang berjalan di jalanan?
Darah segar yang mengalir turun dari kepala Edy mengikuti aliran air hujan juga mengalir ke permukaan kotak kayu itu.
Tak lama kemudian, kotak kayu kuno itu segera memancarkan cahaya putih yang membingungkan!
Kotak kayu itu berkilauan lalu tak lama kemudian bayangan lelaki tua sebesar telapak tangan melayang keluar dari kotak itu.
Pria tua itu muncul ke hadapan Edy dengan senyum yang lebar: "Tidak sia-sia aku setia menjalankan teknik beladiri dari sekolahku selama lebih dari seratus tahun, hari ini akhirnya aku menemukan orang yang berjodoh denganku." Edy terkejut sejenak: "Apa yang kau maksud?"
"Apa maksudku?"
Orang tua itu mengerutkan alisnya kemudian dengan wajah serius berkata dengan suara keras: "Aku adalah tetua dari zaman kuno, seseorang jin ajaib! Di sini, aku melindungi ajaran teknik beladiri."
"Zaman kuno? Teknik beladiri?" Mendengar itu, Edy tidak bisa menahan diri untuk tertawa terbahak-bahak.
"Ya, dan ilmu ini juga merupakan kekuatan dewa terbesar." Pria tua yang mengaku sebagai jin ajaib ini mengangguk dengan bangga.
"Jadi, maksudmu adalah aku telah membuka segel kotakmu dengan darahku, jadi aku adalah orang yang berjodoh denganmu?"
"Tentu saja." Dia mengangguk, "Namun, teknik beladiri kita ini bukan untuk diajarkan di depan umum seperti ini, kau harus segera menemukan sebuah ruang rahasia dan aku sendiri akan membantu kau dalam mewarisi teknik beladiri kita."
"Pasti aku sedang mengalami halusinasi setelah terbentur."
Melihat kakek yang tampak seperti bayangan itu semakin halu, Edy mulai bingung dan mengerutkan keningnya dengan ekspresi wajah yang tampak kurang senang.
Biaya hidupnya tidak banyak, jika dia terbentur sampai efeknya memasuki tingkat halusinasi dalam penglihatan dan pendengaran, itu berarti dia benar-benar cedera parah.
"Kamu bilang aku ini halusinasi?" mendengar gumaman Edy, pria tua itu malah merasa terhibur.
"Baiklah, maka akan kubuktikan kepadamu!"
Pria tua bayangan itu tertawa lembut, dia melayang ke kening Edy dan merentangkan jari-jarinya untuk menyentuh dengan lembut.
Tak lama kemudian, Edy merasa seakan-akan arus segar tiba-tiba muncul di dalam tubuhnya dan menyebar ke setiap bagian tubuhnya.
Dengan mengalirnya aliran arus yang jernih ini, perutnya yang awalnya sangat sakit tiba-tiba menjadi tidak sakit lagi, bahkan rasa sakit yang ada di kepalanya karena dipukul juga menghilang!
Edy takjub dan mengelus kepalanya, darah yang awalnya mengalir kini tiba-tiba menghilang.
Luka di tubuhnya tampaknya telah pulih sepenuhnya karena sentuhan ringan dari pria tua bayangan ini.
"Ini adalah penggunaan paling sederhana dari energi spiritual setelah berlatih teknik beladiri ini." Pria tua itu melihat ekspresi terkejut Edy dan dengan bangga mengangkat kepalanya
"Bagaimana anak muda, mau berlatih?" Kali ini, Edy tidak ragu sama sekali dan dengan tegas mengangguk.
"Mau!"
"Bagus!" lelaki tua dalam bayangan itu mengangguk dengan puas, setelah itu ia menghilang.
Perubahan seperti ini membuat Edy terkejut dan dia tidak siap dengan perubahan ini.
"Pria tua? Kau dimana?"
"Sekarang aku bersembunyi di dalam kotak yang ada di tanganmu, segera cari tempat yang sepi dan aku akan muncul kembali." Edy mengangguk lalu dia berlari dengan cepat ke arah kompleks villa yang tidak jauh dari sana.
Villa itu adalah rumah pamannya Edy .
Edy tinggal di Kota Krygis, kondisi keluarganya tidak begitu baik. Karena urusan belajar, ia untuk sementara tinggal di rumah pamannya yang cukup kaya.
Saat kembali ke kamarnya, Edy mengeluarkan kotak kayu itu dari sakunya, dia memberi isyarat kepada pria tua bayangan yang mengaku jin ajaib itu untuk keluar.
"Buka kotaknya dulu." Jin ajaib melayang keluar dengan santai dan berbicara dengan suara lembut.
Edy mengangguk dan ia membuka kotak itu. Hal pertama yang terpampang di hadapannya adalah selembaran dari kitab sutra yang telah menguning.
"Ini adalah teknik beladiri itu?"
Edy mengambil gulungan kertas itu dan menyadari bahwa kertas itu kosong, hal ini membuat Edy menggaruk kepalanya dengan bingung.
"Jangan buru-buru, coba teteskan setetes darahmu untuk menyelesaikan prosedur pengenalan tuan." Edy mengerutkan alisnya, dia dengan ragu-ragu menggigit jarinya dan meneteskan setetes darah segar.
Tak lama kemudian, lembaran yang tipis seperti sayap belalang itu seolah-olah menjadi hidup dan tulisan kecil yang rapat-rapat muncul di atasnya.
Untuk sesaat, teknik latihan tersebut ditampilkan secara lengkap dan beberapa huruf besar dari nama teknik tersebut kemudian secara perlahan muncul di mata Edy.
Setelah Edy membaca kalimat ini dengan jelas, wajahnya menjadi sangat aneh.
"Di masa lalu, kami mendominasi dunia dengan teknik yang dianggap yang teknik terbaik ini."
Jin ajaib melihat Edy berdiri diam-diam di sana dan tak bisa menahan rasa bangga kemudian berkata, "Apakah kau terkejut oleh teknik kami?"
"Kau yakin kau adalah seorang dari sekte jin?" Edy dengan skeptis membalikkan kepalanya.
"Aku jamin aku adalah jin asli, pada masa itu, Sekte Jin adalah pemimpin jalan yang benar, dengan status seperti itu, bagaimana mungkin aku berbicara sembarangan."
"Jadi, teknik ini teknik yang kalian latih ya?"
Edy hanya merasa bahwa pandangan dunianya telah diperbarui.
Dalam genggaman tangannya, gulungan kertas yang dia pegang menonjol dengan tiga kata besar yang tertulis "Teknik Dalam Kamar"!
Seperti namanya, ini adalah mantra yang harus dipelajari di dalam kamar... dan di dalam kamar... pikiran seperti itu membuat Edy menjadi gelisah, apakah ini adalah nama ilmu yang tidak serius, apakah perlu dipraktekkan bersama agar bisa berhasil?
Jin ajaib memandang Edy dengan ekspresi yang aneh: "Kalau tidak?"
"Aku akan memberikan kau satu nasihat, ketika kau sudah memiliki teknik ini, kau harus berlatih, jika tidak, teknik itu akan melalui kontrak darahmu dan akan memblokir jiwamu."
"Namun, teknik kami juga merupakan teknik terbaik di dunia, jika kau berlatih dengan teknik ini, kau tidak akan rugi."
"Ingat itu!", Mendengar ini, Edy begitu marah, dia ingin menendang pria tua yang tampak bersenang-senang di depannya itu.
Tapi begitu kembali sadar, Edy hanya bisa menerima nasibnya.
Dia memalingkan pandangannya kembali ke gulungan kertas itu, dia duduk bersila, menahan napas dan berkonsentrasi, dia mencoba mencari "sensasi energi".
Dalam narasi di lembaran ini, membangun koneksi dengan aura alam semesta adalah langkah pertama untuk menjadi ahli spiritual.
Edy duduk dengan tenang, setelah beberapa waktu telah berlalu, Edy merasa seolah-olah hatinya telah masuk ke dalam kegelapan hampa.
Pada saat itu, sensasi kesejukan yang familiar tiba-tiba muncul dalam tubuhnya, dia tahu, itu adalah aura spiritual alam semesta.
"Sekarang adalah waktunya!"
Edy tiba-tiba membuka matanya lebar-lebar dan mengikuti teknik yang tertulis di "Teknik Dalam Kamar", dia membiarkan rasa sejuk itu beredar melalui meridian tubuhnya selama satu siklus kecil dan bergerak menuju pusat energi di dalam tubuhnya.
Sebuah perasaan sejuk berkeliling di dalam tubuh Edy kemudian secara perlahan berkumpul di daerah pusat energi Edy!
Seiring dengan masuknya aliran itu, suatu perasaan aneh juga muncul di pikiran Edy!