Semua novel yang kamu inginkan ada disini
Download
You're In Danger

You're In Danger

Mawar Mariani | Tamat
Jumlah kata
86.4K
Popular
1.2K
Subscribe
155
Novel / You're In Danger
You're In Danger

You're In Danger

Mawar Mariani| Tamat
Jumlah Kata
86.4K
Popular
1.2K
Subscribe
155
Sinopsis
PerkotaanAksiGangsterMafiaBalas Dendam
Alden Vincent, memiliki bola mata unik disebut Heterochromia. Namun, siapa sangka hal tersebut bukan keberuntungan. Segala cara dilakukan saudara tirinya, George, untuk merebut apa yang dimiliki Alden. Calon istri bahkan tahta sang ayah tidak menjadi haknya. Dalam keterpurukan, ia bertemu dengan sosok yang membuatnya lebih kejam. Mendapatkan dukungan dari seorang 'Black Angel' atau yang biasa disebut Queen mafia membuat Alden menduduki peringkat tertinggi di dalam dunia kriminalitas. Perjanjian untuk membalas dendam bertentangan dengan tujuan dan prinsip hidupnya, mampukah Alden bisa melewati semua rintangan? Akankah dia jatuh cinta dengan orang yang sudah membuatnya bangkit? Bagaimana dengan masa lalu Black Angel sendiri?
1. Bidak Catur

Aroma ac yang menyengat sudah biasa tercium di hidung para karyawan. Mereka menundukkan kepala setelah pengumuman disiarkan. "Hari ini aku mendapatkan laporan dari konsumen bahwa seseorang dari kalian melakukan tindakan buruk," ucap pria berkumis.

Langkahnya mondar-mandir di depan mereka. "Aku harap ini tidak ada lagi laporan seperti ini kedepannya." Bola matanya mengarah ke pria muda dengan penampilan rapi. "Tentu saja aku akan memecat orang itu," lanjutnya.

Mereka saling menatap curiga. Sorotan pria berkumis masih belum berpaling dari sosok pria muda itu. Rambut hitam dengan mata cokelat dan juga tubuh proporsional berdiri tegak, Alden menatap balik.

Kakinya mendekat sembari menyodorkan sebuah kertas bertuliskan pengunduran diri. "Kau tidak perlu menjelaskan sebagaimana kesalahanmu."

Selama satu bulan berturut-turut Alden tidak pernah membuat kesalahan bahkan ia mendapatkan penaikan jabatan dalam waktu singkat. Tetapi, identitas barunya masih membuat nasib tidak berubah lebih baik. Sebelum memutuskan keluar dari organisasi kriminal Alden sudah mempersiapkan diri jika menghadapi situasi yang terjadi sekarang.

"Terima kasih saran anda. Mulai hari ini saya keluar dari perusahaan," pamitnya beranjak dari posisi berdiri. Ia melirik sudut ruangan langkahnya tertuju ke kotak sampah.

Semua orang memperhatikannya. "Sudah kuduga dia memang licik dari awal," desis pria bertubuh kekar.

Tangan Alden merobek kertas itu dengan suara menggema lalu ia membuang surat pengunduran diri tersebut. Tak sedikit orang yang memperhatikan kesal dengan tindakan Alden.

"Dasar bajing*n! Bos, kenapa anda diam saja tanpa membalas—"

"Diam! Biarkan tuan George yang menghukumnya." Bibirnya tersenyum smirk. "Kontak lensa mata itu tidak akan merubah dirinya. Ini semakin menarik saja."

Merekapun kembali bekerja setelah Alden meninggalkan ruangan. Di sisi lain mereka mulai menilai kepribadian Alden. Seisi bangunan itu membicarakannya. Akan tetapi, ia melangkah tanpa keraguan. Dalam hati ia mulai membenarkan apa yang pernah disampaikan ayahnya. Tangan Alden mengepal, ia masih memegang teguh pendiriannya.

Dari kejauhan sekumpulan orang mengintai Alden. Semua kesialan yang terjadi merupakan ulah adik tirinya. Sementara Alden memikirkan bagaimana mendapatkan sebuah solusi. Langkahnya yang semakin jauh, membuatnya semakin dekat dengan kawanan orang yang bersiap menyerangnya.

Alden menatap sinis ketika mereka menghadang jalannya. "Apa mau kalian?"

Pria bertubuh besar dengan tampang seram membersihkan bahu Alden yang tak kotor. "Kau masih belum membayar kontrakan—"

"Lalu?" selanya menyerobot kemudian Alden meneruskan kalimatnya tanpa menunggu balasan. "Bukankah aku sudah bilang, aku akan membayar jika aku sudah punya uang."

Dengan cepat tangan kekar itu menyambar kerah kemeja putih Alden. "Dan aku juga sudah memberi peringatan sejak awal kalau kau melewati jatuh tempo akan membayar bunga yang tinggi?"

Ia mendorong Alden hingga terjatuh. Pria itu tak peduli meski menjadi pusat perhatian masyarakat.

"Kami butuh uang sekarang. Tapi kau membuat kami menanggung malu dihadapan bos. Jadi, sudah saatnya kita bersenang-senang." Seraya merangkum jemari.

Alden tak bisa menunjukkan kemampuan aslinya. Ia mengangkat tangan kanannya. "Beri aku waktu sebulan, aku akan melunasi beserta bunganya—" Kalimat Alden terpotong ketika pria itu menginjakkan kakinya di atas perut Alden.

"Ya, itu harus. Nyawamu juga boleh," sahutnya dengan menjilat bibir.

Untuk beberapa saat Alden merasakan sakit luar biasa di bagian uluh hati. Terpaksa ia menjauhkan kaki itu untuk melindungi diri. Alden menekuk lengan hingga sikunya terlipat dan tangan mengepal lalu ia menyerang kaki pria itu dengan pukulan setengah lingkaran. "Jangan menguji kesabaranku," ucapnya.

"Ga–gawat, Bos. Sebaiknya kita pergi sebelum Tuan George menghabisi kita," desisnya di telinga pria itu.

Mereka memilih mundur ketika melihat gerombolan pria berkacamata hitam berada di belakang Alden. Perlahan mereka lari terbirit-birit. Keanehan itu disadari Alden yang melihat bayangan mereka menutupi bayangannya.

Tanpa menoleh bibirnya berkata, "Jauhi aku sebelum aku bertindak—"

"Bertindak seperti apa? Anjing?" sosornya menampakkan diri. Wajah sangar dengan tubuh lebih besar dari Alden tersenyum tipis ke arahnya. "Lama tidak berjumpa, Mr Alden Vincent."

Ia tak bergerak dari posisinya berdiri, bahkan ia tak memperdulikan pria yang ada di depannya. "Aku tidak ingin berurusan apapun dengan klan lagi—"

"Maksudmu apa?" Pria itu melangkah lebih dekat. "Saat ini klan dalam situasi kacau, untuk membuat perdamaian kau sebagai anak kandung sekaligus putra satu-satunya harus menerima tawaran menikahi putri dari pihak musuh untuk memperkuat pertahanan," jelasnya.

Alden mengepalkan tangannya. Ia tidak tertarik bila dijadikan kambing hitam untuk perdamaian antar klan. Ditambah sang ayah juga bertentangan dengannya.

Ia membalikkan badannya. George nampak tenang duduk di dalam mobil mewah. Saudara tirinya itu melambaikan tangan seraya menyodorkan senyuman yang jarang ia lihat.

"Kenapa harus aku, Paman?" Alden menatap serius.

Pria itu tertawa kecil. "Apa aku perlu menjelaskannya lagi kepadamu?" tanyanya balik. Ia menjentikkan jarinya kemudian bodyguard itu menarik paksa Alden menuruti permintaannya.

"Lepaskan aku!" Tubuhnya memberontak tapi pukulan yang ia dapatkan tadi tak cukup untuk membebaskan diri.

Terpaksa Alden mengikuti alur permainan mereka. Lagi-lagi ia harus menanggung apa yang tak seharusnya menjadi pilihannya. Bola matanya bertemu sepasang mata saudaranya. Alden memang tidak terlalu akrab dengan George, meski dirinya tidak diistimewakan oleh sang ayah, Alden tidak terlalu cemburu.

Ia duduk bersebelahan dengan George. Kepalanya bersandar di jendela mobil. Sesekali ia berpikir menolak permintaan sang ayah.

Tidak ada yang mengeluarkan suara dari mulut mereka. Tiba-tiba firasatnya tidak enak. Mobil jenis Ferrari yang memiliki fasilitas super mewah, elegan dan juga terdapat bar di dalamnya membuat Alden tidak nyaman atas kenyamanan itu.

George mengulurkan seloki kepada Alden. "Sudah lama tidak mencicipi anggur ini, Kak?"

"Cih! Jangan berpikir barang haram itu lewat di tenggorokanku," dengusnya. 'Sepertinya kontak lensa ini tidak membawa keberuntungan bagiku.' Tangannya melepaskan softlens itu.

"Hahaha, munafik. Bukankah semua yang kau miliki, termasuk dari pendidikanmu itu juga berasal dari uang haram?" tanyanya lagi.

Alden menunjukkan sikapnya yang begitu tegas menolak tawaran George. "Soal itu sudah terlanjur. Sejak keluar dari klan, ku pastikan tidak akan membiarkan itu terjadi lagi."

George mencengkram kasar seloki yang berisi whisky itu. Hampir saja ia melemparkan begitu saja. "Kalau begini mustahil untuk membuatnya mabuk," batinnya seraya memikirkan cara lain.

George meneguk anggur. Mengingat kejadian sebelum ia datang mendapatkan Alden, sekelompok preman sempat memberikan pukulan pada Alden. Ia melirik bagian perut Alden. Tiba-tiba ia mendapatkan sebuah ide. 'Akan lebih baik jika Alden mati mengenaskan dengan tindakannya.' George menggerakkan tangannya. Kode itu memberitahukan agar semua bodyguardnya untuk menyerang. 

"Terpaksa aku harus melakukan ini," kata George. "Satu lagi pertunjukan ini dibintangi olehmu. Hahaha, sayang sekali kau tidak akan mendapatkan apa-apa," lanjutnya memperhatikan Alden dikerumuni para bodyguardnya.

Orang-orang itu menjalankan sebagaimana tugas mereka. Tampang beringas tertuju padanya. Alih-alih berganti posisi, Alden semakin menjebakkan diri. Memang mustahil keluar dari mobil itu dengan berhasil, belum lagi tenaganya yang terkuras akibat perkelahian sebelumnya.

Alden pun terhimpit membuat dirinya sulit bergerak, ditambah ia tak bisa bergerak dengan lincah. Sebisa mungkin ia membela diri. Sayangnya, ia kalah jumlah. Kawanan itu mengeroyok dan menyerang Alden secara bruntal. Ia tidak bisa menggerakkan tubuhnya sama sekali. Kaki, kepala serta tangan seakan remuk.

"Aku akan membuat pertunjukan indah untuk ayah," kata George sebelum mereka meneruskan siksaan.

Pria-pria itu menangkapnya, dua orang memegangi setiap tangan Alden. Lalu pria bertubuh lebih besar muncul dari balik badan George kemudian meluncurkan pukulan bertubi-tubi di perut Alden.

Ia sudah mengira kalau ini akan berakhir tragis. Ingin sekali membalas semua yang telah dilakukan George padanya. Uluh hatinya serasa hilang. Pukulan yang diterimanya tak mampu di hindari lagi. Kesadaran Alden pecah, hanya tawa George yang menghiasi bola matanya.

Setelah mereka puas menghajar Alden, mobil yang dinaiki mereka terhenti. Langit mendung menambah kelancaran rencana licik George. Ia begitu girang karena bisa menyingkirkan Alden dengan mudah. Pintu mobil pun terbuka. Para bodyguard itu menendang Alden keluar dari mobil. Dengan cepat mereka menutup kembali pintu lalu mobil itu melaju kencang.

Tubuh Alden bersimbah darah. Tangannya mengepal. Sebelum ia benar-benar memejamkan kelopak matanya sinar cahaya menuju ke arahnya.

"Kau harus membayar semua ini, George," ucap Alden kemudian ia ambruk.

****

Lanjut membaca
Lanjut membaca
Download MaxNovel untuk membaca