Seorang anak berlari di antara lorong-lorong sempit kota. Menikmati cuaca cerah, kicauan burung menyambut langkahnya. Senyum lebar menghiasi wajahnya, diikuti oleh lompatan tinggi melewati genangan air. Dengan mata yang berkilauan, anak itu terus berlari, merasakan angin sejuk yang menerpa wajahnya.
Seorang ibu berteriak dari jendela sebuah rumah kecil yang terletak di ujung lorong. Suaranya nyaring memecah keheningan pagi, memanggil anaknya yang sedang berlari penuh semangat.
"Carlen! Carlen, pulang sekarang! Ada hal penting!" teriaknya.
Anak itu bernama Carlen, Matanya berwarna biru laut yang intens, memiliki rambut hitam panjangnya mencapai bahu,
ia berhenti, menoleh ke arah rumahnya dengan ekspresi penasaran.
Carlen menatap rumahnya sejenak, bibirnya membentuk sebuah senyuman ragu. Hingga dia memilih untuk mengabaikan panggilan itu, dan tetap mempertahankan langkah kakinya.
Langit biru yang jernih dan angin sepoi-sepoi menyelimuti dirinya saat ia berlari. di tikungan lorong yang tajam, Carlen berlari terlalu cepat hingga menabrak seseorang yang tengah berpatroli. tubuhnya tidak sempat bereaksi dengan apa yang dilihatnya.
Seorang ksatria berzirah dengan tubuh yang tegap dan tinggi. Rambutnya berwarna perak, mengkilap di bawah sinar matahari pagi, tergerai rapi di atas bahunya yang lebar. Matanya tajam, Jubahnya yang berwarna biru tua berkibar pelan tertiup angin. Di pinggangnya, tergantung sebuah pedang dengan sarung berwarna hijau yang indah.
"Kamu baik-baik saja nak?" Ucap pria itu dengan lembut, berlutut menolong Carlen yang terjatuh.
Ibu Carlen berlari keluar dari rumah, napasnya tersengal-sengal saat dia mendekati Carlen dan ksatria tersebut. Wajahnya memerah karena cemas dan marah. Dengan suara yang sedikit gemetar ia berkata,
"Maafkan anak saya tuan, dia tidak seharusnya berlari seperti itu."
Carlen yang terlihat ketakutan dan merasa bersalah, meraih tangan ibunya.
"Maaf, Bu. Aku tidak melihatnya," ujarnya lirih.
Sang ksatria iba, peperangan telah merendahkan rakyat yang lemah sehingga membuat mereka takut. Bahkan pada pemerintah mereka sendiri.
"Bangunlah nyonya dan bergembiralah."
"Peperangan telah usai, yang mulia raja berhasil membawa perdamaian kembali ke negeri ini."
Tutur ksatria itu dengan suara yang pelan namun penuh wibawa.
Tak lama dari itu suara lonceng menggema dari alun-alun kota, memanggil para penduduk untuk berkumpul, mendengarkan pengumuman dari raja. Bisikan dan spekulasi memenuhi udara, mereka tahu bahwa berita besar akan disampaikan, hingga kekhawatiran mulai tumbuh di antara mereka.
Seorang juru bicara berdiri di atas panggung, memegang gulungan perkamen. Dengan suara lantang, ia mulai membacakan pesan penting dari raja. Berisi pernyataan kedamaian untuk rakyat ini dari kerajaan Egwound.
"Dengan ini, atas nama Raja Hadrig dari wilayah utara, kami menyatakan deklarasi kedamaian yang mendalam kepada rakyat Berriel. Setelah tahun-tahun penuh pertikaian yang merenggut banyak nyawa serta menghancurkan tatanan sosial, saatnya bagi kita untuk mengakhiri semua konflik yang menyedihkan ini. Kami mengakui bahwa kebodohan dan fitnah telah memecah hubungan kita, kini saatnya untuk membangun kembali ikatan yang telah terputus."
Para warga yang hadir mendengar deklarasi damai tersebut merasa campur aduk oleh perasaan bahagia dan haru. Sorak-sorai kelegaan terdengar di seluruh kerumunan.
Sementara air mata kebahagiaan mengalir di pipi mereka yang lelah oleh tahun-tahun pertikaian yang berkepanjangan. Beberapa dari mereka yang terdampak langsung oleh konflik bahkan terjatuh dalam pelukan haru.
Kota ini bernama Berriel, peperangan gila dengan wilayah utara menyebabkan banyak nyawa melayang dan meruntuhkan tatanan masyarakat. Budak-budak disiksa setiap waktu, praktik sihir serta kekejian merajalela di lingkungan kecil kota.
Desas-desus yang menodai kehormatan para bangsawan, Membuat hubungan antar wilayah terpecah. Dirumorkan bahwa istri Raja Egwound ditemukan tewas dengan cara yang mengenaskan, dan anak-anak Kerajaan Berriel dibunuh dengan mengerikan. Tuduhan dan fitnah meluap hingga tersebar keseluruh benua, membuat kedua kerajaan saling mencurigai dan memulai konflik berdarah.
Di balik fitnah itu, beragam konspirasi mengenai sekte iblis yang menyebabkan banyaknya pendeta dieksekusi karena kecurigaan. Wanita yang dianggap penyihir dibakar hidup-hidup, tuduhan yang tidak pernah bisa dibuktikan dengan akal sehat, namun dalam ketakutan kolektif, kalangan orang bodoh memutuskan untuk menghakiminya.
Di tengah kekacauan ini, Kerajaan Grehm melihat peluang untuk mengambil alih wilayah dan kekuasaan. Dengan tipu muslihat dan pengkhianatan, mereka berhasil mengguncang tatanan kekuasaan dan mendeklarasikan perang terhadap Egwound dan Berriel. Raja Grehm, yang diam-diam telah mengabdikan dirinya pada sang iblis, menggunakan kekuatan gelap untuk meraih rencananya.
Setelah bertahun-tahun konflik berjalan, peperangan mencapai puncaknya. Di medan perang yang luas, dua pasukan besar berhadapan dalam kebekuan malam. Kedua belah pihak bergerak maju, dan tabrakan besar pun terjadi. Teriakan perang, deru senjata yang saling beradu, dan gemuruh sihir gelap mengisi udara. Pertempuran berlangsung sengit, dengan korban berjatuhan di kedua sisi.
Seorang prajurit menembus barisan pertahanan musuh bersama pasukannya, menghadapi raja Grehm yang kulit dan dagingnya tidak lagi terlihat seperti manusia.
Menikam jantung raja Grehm dengan logam khusus, membuatnya mengeluarkan teriakan nyaring yang menggema di seluruh medan perang. Tubuhnya mulai hancur dan menghilang dalam semburan cahaya hitam yang mengerikan. Dengan kematian "Agris Rendle" raja dari Grehm, pasukannya kehilangan arah dan segera dikalahkan oleh pasukan Berriel.
Setelah perjanjian damai di umumkan. Kerajaan Grehm runtuh dengan dibunuhnya seluruh petinggi dan penyihir di dalam kastil dengan cara dibakar hidup-hidup atas kehendak para pemimpin di berbagai wilayah. Jiwa mereka marah dan mengutuk sang raja dalam kematian. Tanpa ampun, bahkan sewaktu-waktu masih dapat terdengar teriakan manusia di dalam tempat anggota kerajaan Grehm dieksekusi.
Meskipun kedamaian telah diraih, banyak yang masih merasakan beban perang. Para prajurit yang selamat membawa luka-luka fisik dan emosional, dan keluarga-keluarga yang kehilangan orang-orang terkasih berjuang untuk menemukan kembali kebahagiaan. Pembangunan kembali tidak hanya melibatkan bangunan fisik tetapi juga jiwa-jiwa yang terluka.
Dua kerajaan dapat berdamai dengan mengadakan pertemuan agung. Mengutus seseorang yang cerdik untuk menengahi rapat penting, titik tengah muncul setelah diketahui istri raja Egwound telah diperkosa oleh mantan pendeta kerajaan. Dan anak-anak dari kerajaan Berriel telah diambil jantungnya untuk persembahan raja Grehm.
Karena pergantian kekuasaan dalam beberapa tahun, banyak petisi yang dikabulkan oleh para pemegang tahta baru. Pembebasan budak, pengembalian hewan ternak, perlindungan untuk anak-anak dan wanita, hingga perjanjian lainnya.
Hari demi hari berlalu, kedua pihak kerajaan mulai bangkit kembali dari abu kehancuran. Rumah-rumah diperbaiki, padi dan jagung mulai ditanami kembali, kehidupan perlahan kembali ke jalurnya, membentuk suatu simbol damai yang berkepanjangan.
Namun hingga 10 dekade kedepan, tak pernah sekalipun diketahui otak dari fitnahan keji yang membuat ribuan nyawa manusia berjatuhan. Hanya ada tuduhan dan opini liar dari para penduduk, anggota kerajaan tidak pernah bisa menemukannya.