Semua novel yang kamu inginkan ada disini
Download
SISTEM KEKAYAAN DIGITAL

SISTEM KEKAYAAN DIGITAL

Ahda Noor | Bersambung
Jumlah kata
366.0K
Popular
41.4K
Subscribe
1.5K
Novel / SISTEM KEKAYAAN DIGITAL
SISTEM KEKAYAAN DIGITAL

SISTEM KEKAYAAN DIGITAL

Ahda Noor| Bersambung
Jumlah Kata
366.0K
Popular
41.4K
Subscribe
1.5K
Sinopsis
PerkotaanAksiSistemKayaMiliarder
Daryl, seorang pemuda yatim piatu, merantau ke ibu kota dengan harapan dapat membantu adiknya di kampung untuk melanjutkan sekolah. Namun, di tengah rasa frustrasinya mencari pekerjaan, ia menemukan sebuah SISTEM KEKAYAAN DIGITAL. Sistem ini memungkinkan Daryl mendapatkan kekayaan secara instan, tetapi di balik kemudahan tersebut, ia harus siap menghadapi berbagai tugas dan masalah yang muncul. Siapkah Daryl menghadapi semua itu?
Prologue

Daryl berjalan gontai di tengah panas terik ibukota. Kakinya terasa berat, pikirannya bercampur aduk. Sudah hampir setengah hari ia menyusuri jalanan tanpa arah. Tuntutan hidup semakin menghimpit, membuatnya bingung harus berbuat apa. Apa yang harus aku lakukan? batinnya.

Langkahnya membawanya ke depan sebuah kantor pemasaran perumahan yang megah. Sebuah papan besar bertuliskan "Grand Harmony Residence" terpampang jelas di pintu masuk. Seorang satpam berseragam lengkap berdiri di depan pintu, terlihat santai sambil memainkan ponselnya. Dengan sedikit ragu, Daryl mendekatinya.

"Maaf, Pak. Apakah di sini ada lowongan pekerjaan?" tanyanya dengan suara pelan, hampir berbisik.

Satpam itu mengangkat kepala, memandang Daryl dari atas ke bawah. Pakaiannya yang lusuh dan tubuhnya yang kurus membuatnya terlihat seperti gelandangan.

"Maaf, Kami tidak membuka lowongan pekerjaan," jawab satpam itu singkat, tanpa sedikit pun menunjukkan empati.

Daryl mencoba lagi, kali ini dengan nada memohon. "Saya mohon, Pak. Mungkin ada posisi kosong? Jadi cleaning service juga nggak apa-apa."

Wajah satpam itu berubah dingin. "Sudah saya katakan, kami tidak membuka lowongan pekerjaan. Silahkan pergi!" ucapnya kasar sambil mengibaskan tangan, mengusir Daryl seperti mengusir seekor anjing liar.

Daryl hanya bisa menunduk. Dengan langkah lemah, ia menjauh dari tempat itu, kembali menyusuri trotoar yang panas.

---

Setelah berjalan cukup jauh, Daryl akhirnya berhenti di tepi jalan. Ia duduk termenung di atas trotoar yang penuh debu, matanya memandangi lalu-lalang orang yang sibuk dengan urusan masing-masing. Di tengah hiruk-pikuk ibukota, ia merasa seperti butiran pasir yang tak berarti, tersapu oleh derasnya arus kehidupan.

Dalam benaknya, pikirannya berkecamuk, memutar ulang berbagai peristiwa yang membentuk jalan hidupnya hingga kini. Dengan pakaian lusuh yang sudah lama kehilangan warnanya dan tas punggung yang hampir koyak, ia sadar bahwa penampilannya jauh dari kesan seorang pencari kerja yang pantas. Namun, ia tak punya pilihan lain. Ibukota adalah pelabuhan terakhir, tempat di mana ia berharap menemukan secercah harapan untuk menyambung hidupnya dan Cyndie, adik perempuannya.

Kehidupan Daryl berubah drastis sejak kecelakaan tragis lima tahun lalu yang merenggut nyawa kedua orang tuanya. Pada usia yang masih terlalu muda, ia dipaksa menjadi dewasa, mengambil tanggung jawab besar sebagai kakak sekaligus pengganti orang tua bagi Cyndie. Kesedihan mendalam atas kehilangan itu sering kali menghantuinya, tetapi ia tahu bahwa tenggelam dalam duka hanya akan membuat semuanya semakin sulit.

Cyndie, kini berusia 16 tahun dan duduk di bangku SMA kelas 1, adalah alasan terbesar Daryl untuk terus bertahan. Perbedaan usia tujuh tahun membuat Daryl merasa lebih seperti seorang ayah daripada kakak bagi adiknya. Ia ingin Cyndie memiliki kehidupan yang lebih baik, terbebas dari penderitaan yang selama ini mereka alami. Namun, demi mewujudkan impian itu, ia harus rela meninggalkan kampung halaman yang penuh kenangan.

Di kampung, Daryl menitipkan Cyndie kepada tantenya, satu-satunya kerabat yang bersedia merawat adiknya. Namun, kebaikan itu datang dengan imbalan. Sang tante sering meminta uang bulanan untuk kebutuhan Cyndie, membuat Daryl terdesak untuk segera mencari pekerjaan di ibukota. Meski begitu, rasa bersalah terus menggelayuti hatinya. Ia tahu, tidak ada yang bisa menggantikan kehadirannya di sisi Cyndie.

Bayangan Cyndie selalu muncul di benaknya, terutama saat malam tiba. Ia masih ingat jelas bagaimana adiknya memeluknya erat ketika ia berpamitan untuk merantau. “Kakak, hati-hati ya,” suara Cyndie terngiang-ngiang di telinganya, menjadi sumber kekuatan sekaligus rasa sakit yang menusuk hati. Setiap kali mengingat itu, Daryl merasa tekadnya semakin kuat meski jalannya penuh duri.

Namun, kenyataan di ibukota jauh lebih keras dari apa yang ia bayangkan. Hari-harinya dihabiskan dengan berjalan kaki dari satu kantor ke kantor lain, hanya untuk menghadapi penolakan. Penampilannya yang sederhana sering kali menjadi penghalang, membuatnya merasa tidak layak. Hanya sedikit sisa optimisme yang ia miliki, tetapi ia terus mencoba, demi masa depan Cyndie.

Daryl mengusap wajahnya dengan tangan kasar, perutnya keroncongan. Ia merogoh sakunya dan mendapati sisa uang lima puluh ribu, uang terakhir yang ia punya. Ia memutuskan untuk makan di warung kecil di seberang jalan. Ketika hendak menyebrang, seorang pria berlari tergesa-gesa dari arah berlawanan dan menabraknya hingga hampir terjatuh.

"Hei! Lihat-lihat kalau jalan!" teriak Daryl kesal. Namun, pria itu terus berlari tanpa menoleh.

---

Di warung, Daryl memesan nasi campur dengan lauk sepotong tahu goreng. Setelah selesai makan, ia merogoh dompet di saku belakangnya, namun yang ia temukan hanyalah kekosongan.

Dompetku... di mana? pikirnya panik. Ia langsung teringat pria yang menabraknya tadi.

"Sial, aku kecopetan," gumamnya dengan wajah pucat.

Ia mencoba menjelaskan kepada pemilik warung, tetapi respons yang ia terima jauh dari yang ia harapkan.

"Kecopetan, katanya! Itu cuma alasan, ya? Jangan bohong, bayar sekarang!" bentak pemilik warung dengan wajah marah.

"Saya serius, Pak. Saya benar-benar kecopetan," jawab Daryl, memohon pengertian.

Namun, seorang pembeli lain yang duduk di dekatnya ikut mencampuri. "Dasar maling! Sudah nggak punya uang, ngaku-ngaku kecopetan!" Pria itu berdiri dan mendorong Daryl keras, bahkan sempat melayangkan pukulan ke wajahnya.

Daryl hanya bisa pasrah menerima perlakuan kasar itu. Akhirnya, ia diusir dari warung dengan hinaan dan umpatan.

---

Daryl melangkah di jalan dengan wajah lebam, bekas pukulan dari seseorang yang menuduhnya sebagai maling tadi meninggalkan memar biru yang mencolok di wajahnya. Hari-harinya terasa semakin berat, seolah berbagai masalah tak kunjung usai. Pikirannya melayang jauh, terjebak dalam kekalutan saat ia berjuang mencari pekerjaan demi menyambung hidup dan membantu adiknya.

Di tengah perjalanan, Daryl menemukan sebuah ponsel tergeletak di jalan, layarnya pecah dan tampaknya sudah rusak parah. Tanpa berpikir panjang, ia memutuskan mengambil ponsel itu.

Namun, deretan nasib buruk seakan tak ingin melepaskannya. Tiba-tiba, sebuah mobil melaju kencang dan menyerempet tubuhnya dengan keras. Tubuhnya terhempas ke aspal, dan dunia di sekitarnya berputar liar. Sebelum semuanya perlahan memudar menjadi gelap gulita.

---

Ketika kesadaran mulai kembali, suara samar-samar terdengar di sekelilingnya.

"Ini pasti gelandangan. Lihat saja penampilannya," kata sebuah suara perempuan.

"Iya, pasti orang miskin. Udah masukin aja ke kamar mayat, nggak usah repot-repot," sahut suara lainnya.

Daryl tidak sepenuhnya sadar, tetapi ucapan itu seperti mimpi buruk yang menusuk harga dirinya. Segalanya kembali gelap.

Ia terbangun di ruangan dingin dan gelap. Matanya buram, kepala terasa berat, dan seluruh tubuhnya sakit. Ketika penglihatannya mulai fokus, ia menyadari dirinya berada di kamar mayat. Ruangan itu penuh bau obat dan rasa dingin yang menusuk tulang.

"Sial banget! Aku bahkan dianggap mati," gumam Daryl dengan getir.

Ingatan tentang Cyndie kembali menghantamnya. Bagaimana aku harus mencari kerja? Bagaimana aku bisa mengirim uang untuk sekolah Cyndie? pikirnya dengan penuh kegelisahan.

Tiba-tiba, lamunannya terbuyarkan oleh sebuah suara,

tittt... tiittt..

Dengan tangan gemetar, ia merogoh saku dan mengambil sebuah ponsel yang ia temukan tadi. Layar ponsel itu menyala, menampilkan sebuah panggilan. Daryl ragu sejenak, kemudian mengangkatnya. Namun, ia terkejut dengan perkataan seorang perempuan yang menghubunginya tersebut.

"Selamat, Anda telah berhasil terdaftar dalam sistem kami. Hadiah senilai 1 Miliar akan kami kirimkan ke akun Anda."

Daryl merasa tubuhnya bergetar mendengar hal itu. Antara percaya dan tidak, ia menatap ponsel itu dengan tatapan bingung, masih berusaha memahami apa yang baru saja didengarnya.

"Perkenalkan, saya Clara, saya adalah program AI yang akan membantu Anda mengenal lebih jauh sistem kami."

Lanjut membaca
Lanjut membaca
Download MaxNovel untuk membaca