"Cupi, jangan lupa ya daun kemangi," ujar Kakek Sugi mengingatkan kebiasaan.
Cupi yang baru membuka penutup semangka nya lalu mengambil tumpukan daun kemangi di atas piring. Ia melahapnya dengan gaya centil didepan Kakek Sugi
Dan akhirnya, kakek Sugi merasakan kenikmatan mulut yang masih mengunyah daun kemangi disapu pada timun bengkoknya. Rasanya membuat kakek Sugi melayang.
Semakin hangat gerakan Cupi bermain cepat. Air mulai menetes ke sela-sela celana hitam kakek Sugi. Wanita yang berjongkok didepan kakek mulai merasakan mulutnya pegal. Bukan apa-apa, sudah 10 menit dicoba tapi sesuatu yang diharapkan belum keluar juga.
"Cupi pake semangka ya Bos," lirih wanita bersuami yang sudah bekerja untuk kakek Sugi sejak masa gadisnya.
"Makin besar aja punya kamu." Kakek Sugi kembali kerasukan mengulum semangka sebelum benda kenyal itu bekerja. Akibatnya, Cupi yang menghimpit meja Bos nya semakin kelabakan mengikuti permainan kakek Sugi.
Selesai Kakek Sugi bermain dengan dua semangka, wanita berbodi montok kembali berjongkong didepan kursi. Timun bengkok milik kakek Sugi berada di belahannya.
"Nanti uangnya tambahin dong Bos." ujar Cupi disela-sela tubuhnya turun naik mencengkram timun bengkok kakek Sugi.
"Bukannya semalam kamu baru gajian?" Suara Kakek Sugi sengau, seperti terhambat antara ucapan dan di gejolaknya.
"Ee, anu Bos. Adik Cupi kan mau nikah Minggu ini. Jadi Cupi perlu uang buat bantu acaranya," ujar wanita montok dengan gerakan semangka tetap bekerja.
"Bilang saja suami kamu kalah judi." Tebak Kakek Sugi tau Cupi berbohong. Pasalnya, sudah selalu meminjam uang bukan karena hal itu.
"Hehehe... Maaf Bos. Cupi jadi ketahuan ne," ujar Cupi cengengesan, mendongakkan kepala menatap Kakek Sugi yang sudah merem melek.
"Kenapa tidak kamu ceraikan saja lelaki pengangguran itu? Sudahlah malas bekerja, kecanduan judi lagi. Apa kamu mau hidup susah dengannya sampai tua?" Lirih kakek Sugi sambil memberikan nasehat.
"Kasian anak kami Bos kalau harus pisah." Jawab Cupi sambil mencengkram kuat kedua semangka nya agar hasrat kakek Sugi cepat tuntas.
"Arghhhh... Pakai mulutmu," pinta kakek Sugi sambil menghentikan gaya Cupi.
Cupi menurut, mulutnya kembali bekerja, menantikan detik-detik susu kental manis Bos nya itu keluar.
***
"Itu uangnya," tunjuk kakek Sugi sambil memasang kembali resleting celananya .
"Makasih Bos!" Cupi mengambil 2 juta dari pelayanan yang telah diselesaikan nya.
"Suruh suami kamu itu berhenti judi. Tidak ada orang yang kaya dari main judi," Kakek Sugi sambil menghidupkan rokok yang telah ditempatkan kedalam bong, alat penghisap.
"Hihihi... Kalau suami Cupi gak doyan judi lagi, Cupi jadi gak punya alasan buat ngelayanin si Bos," ujar pemilik semangka jumbo sembari memeluk kakek Sugi.
"Dasar kamu. Cepat sana kembali ke kasir!" perintah kakek Sugi menyuruh Cupi keluar dari ruangannya.
"Cupi kerja dulu Bos, muachhh," pemilik semangka jumbo tak lupa memberikan ciuman dikening kakek Sugi yang baik hati, sambil menyelipkan uang tadi kesaku belakang celananya.
***
Yang baru saja ditinggalkan oleh Cupi dalam ruangan kedap suara itu adalah kakek Sugiono, Bos sebuah restoran terkenal di Jakarta. Ia memang lelaki yang sudah memasuki usia uzur, tapi sisa-sisa ketampanan dimasa mudanya masih dapat dilihat. Tingginya menjulang, tubuhnya atletis karena sejak muda nya sudah mengalami asam garam sebagai pekerja kasar. Berawal dari kuli panggul bahan-bahan makanan dipasar, kemudian bekerja sebagai pelayan rumah makan dan mempelajari resepnya hingga kini menjadi pemilik restoran yang sangat terkenal di Ibukota.
Kakek Sugi memiliki seorang istri bernama Sri dan anak semata wayang yang bernama Raka. Sebetulnya kakek Sugi sudah ingin berhenti mengelola bisnis restorannya dan meneruskan pada sang anak. Sayang, Raka itu keras kepala. Dia lebih memilih bekerja disebuah perusahaan tambang dengan keseharian berpenampilan elegan, ketimbang mengelola bisnis restoran yang telah kakek Sugi rintis selama ini.
Mengenai istri kakek Sugi, sebetulnya terlalu susah untuk diceritakan sekarang.
Hubungan perselingkuhan kakek Sugi dan Cupi telah dilakukan semenjak dua tahun belakangan. Cupi adalah karyawan yang paling sering meminjam uang untuk memenuhi kecanduan berjudi suaminya. Ketika kakek Sugi memberikan pilihan mengganti seluruh hutang atau memecatnya, Cupi memohon sambil menawarkan diri sebagai pelayanan kenikmatan agar hutangnya lunas dan tetap bekerja bersama kakek Sugi.
Awalnya kakek Sugi menolak, tapi karena ia dan Cupi sudah mempunyai kedekatan hubungan antara Bos dan karyawannya, pemilik semangka jumbo pintar mengambil celah. Cupi tau bahwa kakek Sugi sudah 5 tahun tidak menyentuh istrinya.
Dan sekarang bukan hanya Cupi yang melayani kakek Sugi. Beberapa karyawan wanita lain juga melakukan hal yang sama jika sedang membutuhkan uang. Hanya saja, hari ini cuma Cupi yang kepepet uang untuk memenuhi kecanduan berjudi suaminya walaupun ia sendiri sedang datang bulan. Sehingga tadi kakek Sugi cukup dilayani menggunakan bibir dan semangka jumbo nya saja. Biasanya kakek Sugi dapat bertempur dengan Cupi secara normal. Hal itu dikarenakan kakek Sugi mempunyai vitalitas tinggi, rajin olahraga ringan dan mengkonsumsi daun kemangi sejak masa mudanya.
Kembali ke kakek Sugi sekarang. Restoran miliknya sudah tutup, karyawan pun sudah pulang. Menyisakan kakek Sugi seorang diri pada bangunan ruko besar. Uang hasil pendapatan restoran hari ini telah diterima kakek Sugi dari Cupi. Ia segera memasukan kedalam koper kecil, agar esok pagi bisa disetorkan oleh menantunya ke Bank.
Kakek Sugi mengendarai sendiri mobilnya pulang kerumah. Tidak perlu mengebut dijalan, karena kakek Sugi suka sekali pemandangan berkilau Jakarta pada malam hari. Ada keinginan mendalam dihati kakek Sugi untuk segera menikmati masa tuanya. Tapi ia tidak memiliki orang kepercayaan yang banyak. Saat ini hanya menantunya saja yang ia diharapkan untuk membantu.
Kakek Sugi telah tiba dirumah. Ia sudah ditunggu oleh Inem, pembantu yang telah 5 tahun berkerja dirumah dan merawat istrinya.
"Istriku sudah tidur?" Tanya kakek Sugi.
"Belum Tuan," jawab Inem sambil menutup pintu rumah.
Kakek Sugi menemui istrinya terlebih dahulu dikamar.
"Kamu sudah pulang, Mas?" Tanya Sri ketika melihat Kakek Sugi membuka pintu.
"Aku barusan sampai, Sri. Kamu kenapa belum tidur?" Tanya balik kakek Sugi pada wanita yang sebaya dirinya.
"Aku belum bisa tidur sebelum disapa kamu, Mas," ujar Sri diatas pembaringan nya.
Kakek Sugi mendekati istrinya, duduk disampingnya lalu mencium lembut tangan sang istri yang terbalut perban.
"Pesan dokter besok aku harus cuci darah," lirih Sri menatap kakek Sugi.
"Kamu yang semangat ya, biar sembuh penyakitnya." Kakek Sugi menggenggam jari lemah itu dengan kedua tangannya.
"Apa kamu kecewa punya istri yang sakit-sakitan seperti aku, Mas?" Tanya Sri berlinang air mata.
"Aku tidak pernah kecewa dengan keadaanmu, Sri. Kamu harus yakin kalau aku selalu percaya jika kamu bisa sembuh. Akan kulakukan semuanya untukmu!" Kakek Sugi merasakan hatinya rapuh, sehingga ikut menetaskan airmata saat ditatap istrinya.
"Kalau kamu ingin mencari pengganti, aku rela, Mas!"
Deggg.
Kakek Sugi betul-betul memandang istrinya. Aneh ucapan wanita yang telah menemani kakek Sugi selama puluhan tahun itu, dirinya tidak pernah berkata seperti saat ini. Sekarang malah seolah-olah mengisyaratkan akan pergi.
Kakek Sugi memindahkan tubuhnya, ia berbaring miring disamping Sri. Ia mengelus bagian kepala yang sudah rata tanpa rambut, lalu mencium keningnya.
"Bagiku, kamu adalah segalanya. Aku tidak perlu pendamping hidup selain kamu," ujar kakek Sugi dari perasaannya yang mendalam.
"Aku ingin tidur malam ini ditemani kamu. Apa boleh, Mas?" Lirih sang istri terus melirik pelan ke arah wajah kakek Sugi.
Hati Kakek Sugi sudah bercampur rindu. Ia mengangguk menyetujui ucapan Sri, melupakan seorang wanita yang sedang menunggunya dikamar lain.
"Kok kamu lama sih, sayang!" getir dan kalut wanita dikamar lain. Tubuhnya telah siap menunjukkan bikini merah pemberian kakek Sugi tadi pagi.