Semua novel yang kamu inginkan ada disini
Download
Perjanjian Maut

Perjanjian Maut

Novita Ledo | Bersambung
Jumlah kata
226.8K
Popular
1.5K
Subscribe
81
Novel / Perjanjian Maut
Perjanjian Maut

Perjanjian Maut

Novita Ledo| Bersambung
Jumlah Kata
226.8K
Popular
1.5K
Subscribe
81
Sinopsis
18+HorrorHorrorSpiritualMisteriDunia Gaib
Seorang pria miskin dan putus asa, membuat perjanjian dengan iblis demi kekayaan dan kejayaan. Namun, kini waktunya habis, iblis datang untuk menagih harga yang sebenarnya adalah jiwanya. Di saat putus asa, dia mendengar bisikan misterius yang membimbingnya ke sebuah cermin tua. Namun, di balik pantulan kaca, ia melihat sesuatu yang mengerikan dari dirinya sendiri, tapi lebih muda, lebih segar, dan… tersenyum. Ketika dunia mulai berputar dan kenyataan berubah, dia pun menyadari bahwa perjanjiannya dengan iblis menyimpan rahasia yang lebih kelam dari yang ia bayangkan. Saat ia akhirnya membuka mata, ia sadar jika dirinya telah berubah. Dan seseorang yang terjebak di dalam cermin… adalah dirinya yang sebenarnya.
Perjanjian yang terlambat

“Kau tak punya pilihan lain, Arya.”

Suara serak itu berbisik di telinga Arya, begitu dekat hingga ia bisa merasakan napas panas menyentuh kulitnya. Tubuhnya gemetar, bukan karena udara dingin di gudang tua itu, tetapi karena sosok yang berdiri di depannya, dia tampak tinggi, kurus, dengan mata merah yang menyala di kegelapan.

Ia menelan ludah, matanya liar mencari jalan keluar. Gudang ini sempit, tertutup, bau kayu lapuk bercampur dengan kelembapan. Bayangan-bayangan di sudut ruangan terasa bergerak meski tidak ada angin.

"Aku… aku butuh lebih banyak waktu," suaranya bergetar.

Makhluk itu menyeringai, menampakkan deretan gigi tajam seperti belati. "Waktu? Kau sudah diberi cukup. Sepuluh tahun, Arya. Sekarang saatnya kau membayar."

Arya mundur, punggungnya membentur dinding kayu yang lapuk. Ia ingat malam itu, sepuluh tahun lalu, ketika dirinya yang miskin dan putus asa menyerahkan sesuatu yang tak tergantikan demi kekayaan dan kejayaan. Ia menandatangani perjanjian dengan darahnya sendiri, tanpa menyadari harga yang harus dibayar.

Semuanya terasa begitu mudah saat itu terlalu mudah. Dalam waktu singkat, ia naik ke puncak kejayaan. Bisnisnya berkembang pesat, rumahnya sebesar istana, dan namanya dikenal semua orang. Tapi setiap malam, ia merasakan sesuatu yang mengawasinya dari kegelapan.

Dan sekarang, penagihnya telah datang.

"Ambil segalanya!" Arya bersujud, suaranya putus asa. "Uangku, rumahku, bisnis-ku… Tapi tolong, jangan ini!"

Makhluk itu menggeleng perlahan, langkahnya mendekat. "Janji adalah janji. Aku tidak menginginkan hartamu, Arya… Aku menginginkan jiwamu."

Ruangan tiba-tiba terasa lebih sempit. Bayangan hitam merayap dari sudut-sudut, menyelimuti lantai dan menggeliat ke arah Arya seperti tangan-tangan tak kasat mata yang siap menariknya ke dalam kegelapan.

Arya menjerit. Tapi di dunia perjanjian ini, tidak ada yang bisa mendengar permohonannya.

Arya berusaha merangkak mundur, tetapi bayangan itu semakin dekat. Napasnya tersengal, keringat dingin mengalir di pelipisnya. Ia mencoba berpikir. Pasti ada cara lain, pasti ada sesuatu yang bisa ia lakukan.

Kemudian, sebuah suara berbisik. Pelan, hampir seperti suara pikirannya sendiri.

"Lari ke cermin… Cepat!"

Arya terkejut. Ia menoleh ke sekeliling, mencari sumber suara itu. Tidak ada siapa pun. Satu-satunya cermin di ruangan itu adalah yang tergantung di dinding tua, berdebu, retak di salah satu sudutnya.

Tanpa berpikir panjang, ia melompat dan berlari ke arah cermin.

Makhluk itu menggeram marah. Bayangannya mencambuk udara, berusaha menangkap Arya, tetapi sesuatu yang juga mungkin itu ketakutan, mungkin harapan yang memberinya kecepatan yang cukup untuk mencapai kaca itu lebih dulu.

Jari-jarinya hampir menyentuh permukaan cermin ketika sesuatu mencengkeram kakinya.

Bayangan hitam melilit pergelangannya, menyeretnya mundur. Ia menjerit, kukunya mencakar lantai, berusaha meraih cermin. Tetapi cermin itu mulai bergetar, seperti sedang terbuka ke dimensi lain.

Lalu, ia melihatnya.

Seseorang di dalam pantulan kaca.

Seseorang yang sangat mirip dengannya.

Arya terkesiap. Itu dirinya tapi bukan dirinya. Entah bagaimana menggambarkannya.

Pria di dalam cermin tampak lebih muda, lebih segar, seperti dirinya sepuluh tahun lalu, sebelum semua ini dimulai. Tetapi senyumnya… itu bukan senyum ramah. Itu adalah senyum seseorang yang tahu akhir dari permainan ini.

"Siapa kau?!" Arya berteriak, tubuhnya masih berusaha meronta dari bayangan yang menariknya ke dalam kegelapan.

Sosok dalam cermin memiringkan kepala, matanya berkilat dengan sesuatu yang tak bisa dijelaskan. "Aku? Aku adalah kau yang seharusnya."

Tiba-tiba, pria itu mengulurkan tangan, menembus permukaan kaca seperti air.

Arya tersentak. Ini tidak mungkin. Ini semua salah.

Di belakangnya, iblis itu tertawa rendah. "Oh, akhirnya dia datang…"

Jari-jari pria di dalam cermin meraih tangannya. Dingin. Beku. Arya menjerit, tetapi genggamannya terlalu kuat.

Ia ditarik masuk.

Dunia yang Terbalik

Segalanya berputar. Suara jeritan menggema. Dunia terasa terbalik.

Lalu… hening.

Arya membuka matanya. Ia masih di gudang tua itu. Tapi sesuatu berbeda.

Langkahnya terasa lebih ringan. Kepalanya tidak berdenyut ketakutan. Ada keheningan yang aneh, seperti badai yang telah berlalu.

Ia berbalik, melihat ke cermin.

Dan di sana, dalam pantulan kaca yang buram, ia melihat seseorang.

Seseorang yang menggapai dari balik kaca, wajahnya penuh teror.

Itu dirinya.

Arya tersentak mundur. Ia menoleh ke tangannya, ke tubuhnya… dan ia tersenyum.

Bukan senyum panik.

Senyum puas.

Senyum seseorang yang telah memenangkan permainan.

Di dalam cermin, Arya yang lain menjerit, meninju kaca, berusaha keluar. Tapi tidak ada jalan keluar. Tidak lagi.

Beberapa hari kemudian, seorang pria dengan jas mahal berjalan keluar dari gedung kantornya. Ia tampak segar, lebih muda dari yang seharusnya, seolah waktu tidak menyentuhnya. Senyum menghiasi wajahnya, senyum yang menawan bahkan tampak berbahaya.

Tak seorang pun menyadari perubahan itu.

Tak seorang pun tahu bahwa pria ini bukanlah pria yang sama.

Di sudut sebuah ruangan, di balik cermin tua yang terabaikan, sepasang mata menatap dari balik kaca.

Mata yang penuh keputusasaan.

Mata seorang pria yang telah membuat perjanjian… dan kalah dalam permainannya sendiri.

Arya mencoba berteriak, tetapi suaranya tidak keluar. Di dalam cermin, ia melihat dirinya sendiri atau lebih tepatnya, seseorang yang memakai wajahnya, demi melangkah pergi dengan tenang. Sosok itu menoleh sejenak, memberikan senyum tipis sebelum membalikkan badan dan menghilang ke dalam kegelapan. Sementara itu, Arya yang terjebak di dalam cermin meronta, tangannya menghantam kaca berkali-kali. Tapi yang terdengar hanya keheningan. Tidak ada yang bisa mendengarnya. Tidak ada yang akan menyelamatkannya.

Dari balik kaca, Arya melihat dunia bergerak seperti biasa. Ia melihat tubuhnya atau tubuh yang seharusnya miliknya untuk melanjutkan hidup dengan sempurna, mengambil semua yang dulu ia perjuangkan. Tidak ada yang curiga, tidak ada yang menyadari ada sesuatu yang salah. Tapi saat sosok itu menatap ke cermin untuk sesaat, mata mereka bertemu, dan Arya bisa melihatnya. Sekilas, hanya sekilas, ia melihat kilatan merah di mata pantulan dirinya yang baru.

Kemudian, sesuatu terjadi. Cermin mulai retak, bukan dari luar, tetapi dari dalam. Garis-garis halus menjalar cepat, seperti sarang laba-laba yang merayap ke seluruh permukaan kaca. Arya menatapnya dengan napas terputus, hatinya berdebar kencang. Apakah ini berarti kebebasan? Atau justru sesuatu yang jauh lebih buruk? Sebelum ia bisa mencari jawabannya, retakan terakhir pecah dengan suara nyaring, dan kegelapan menelannya seluruhnya.

Dunia di luar terus berjalan seolah tidak ada yang berubah. Arya atau siapa pun yang kini mengenakan wajahnya yang hidup seperti biasa. Ia tersenyum kepada rekan bisnisnya, merangkul orang-orang terdekatnya, dan menikmati semua yang pernah diimpikan Arya selama ini. Tidak ada yang curiga. Tidak ada yang bertanya. Dan bagi dunia, Arya tetaplah Arya.

Namun, ada satu hal yang berbeda. Kadang-kadang, saat sendirian di ruangan dengan cermin, "Arya" akan berhenti sejenak. Ia akan menatap pantulannya dengan tatapan kosong, membiarkan senyum samar terukir di wajahnya. Kemudian, ia akan berbisik denganpelan, hampir tak terdengar, hanya kepada dirinya sendiri. Atau mungkin, kepada seseorang yang masih ada di sana, di balik kaca. "Kau masih di sana, kan?"

Lanjut membaca
Lanjut membaca
Download MaxNovel untuk membaca