Dandi berdiri di tengah taman kampus dengan tangan berkeringat. Di hadapannya, Amanda—gadis yang selama ini ia puja—menatapnya dengan ekspresi antara bingung dan risih. Beberapa teman Amanda ikut menonton dari kejauhan, membisik-bisik sambil menahan tawa.
"Jadi, eh... Amanda, aku suka sama kamu!" Dandi mengatakannya dengan suara yang lebih nyaring dari yang ia rencanakan. Beberapa mahasiswa lain yang sedang duduk di bangku taman langsung menoleh ke arahnya.
Amanda terdiam beberapa detik, lalu tersenyum canggung. "Dandi... kamu baik, kok. Tapi aku nggak bisa menerimanya. Maaf ya."
Dandi merasa dadanya sesak, tapi ia masih berusaha tersenyum. "Kenapa? Aku bisa jadi pacar yang baik buat kamu! Aku janji!"
Amanda semakin terlihat tak nyaman. "Ehm... sebenarnya, aku sudah punya pacar."
Belum sempat Dandi mencerna kata-kata itu, tiba-tiba seorang pria berbadan tegap melangkah mendekat. Itu Arya, mahasiswa senior yang terkenal tampan dan atletis. Ia merangkul Amanda dengan santai, lalu menatap Dandi dengan senyum mengejek.
"Oh, jadi ini cowok yang nembak kamu, Sayang?" kata Arya sambil tertawa kecil.
Amanda tertawa gugup. "Iya, tadi dia bilang suka sama aku."
Dandi merasa darahnya naik ke wajah, campuran malu dan marah. Tapi sebelum ia bisa mengatakan sesuatu, Arya maju ke depan dan menghajar Dandi dengan keras.
"Ukh!" Dandi terhuyung ke belakang, memegangi perutnya yang terasa nyeri.
Arya menatapnya dengan tatapan meremehkan. "Dengar, ya. Lo bukan siapa-siapa. Jangan pernah coba-coba ngedeketin cewek gue lagi."
Seketika, beberapa teman Arya yang ikut menyaksikan mulai mengejek Dandi. Salah satu dari mereka, seorang pria berambut cepak, mendorong Dandi hingga ia terjatuh ke tanah.
"Dasar pecundang! Mau sok-sokan nembak Amanda lagi?"
Tawa terdengar di sekitar mereka, membuat Dandi semakin merasa terhina. Ia mencoba bangkit, tapi sebelum ia bisa berdiri tegak, satu tendangan lagi mendarat di punggungnya.
"Hahaha! Lihat tuh! Pengen dapetin cewek orang, malah jadi samsak hidup!" celetuk seseorang di antara mereka.
Amanda hanya melihat dengan ekspresi tidak nyaman, tetapi tidak mencoba menghentikan Arya dan teman-temannya. Ia hanya berbisik, "Udah, Arya, kasihan..."
Namun, Arya mengabaikannya dan meludah ke tanah. Salah satu teman Amanda tertawa geli dan berkata.
"Dandi, kamu tahu nggak? Kami sering lihat kamu ngintip Amanda dari jauh kayak stalker. Serem, tau nggak?"
Seketika suara tawa pecah dari sekelompok mahasiswa di sekitar. Dandi ingin menghilang ke dalam tanah saat mendengar mereka tertawa terbahak-bahak.
"Sumpah, aku sampai takut dia bakal ngirimin surat cinta pakai darah sendiri!" celetuk salah satu teman Amanda.
Dandi membuka mulutnya untuk membela diri, tapi suara yang keluar hanya gumaman tak jelas. Ia merasa seperti badut yang sedang dipermalukan di depan umum.
Dengan wajah merah padam dan badan lebam, Dandi berbalik dan berjalan cepat meninggalkan tempat itu. Dadanya terasa sesak, matanya panas menahan rasa malu. Ia tidak berani melihat ke belakang, takut melihat lebih banyak orang yang menertawakannya.
Ia akhirnya tiba di sebuah taman kecil di dekat kampus, duduk di bangku kayu yang sedikit reyot. Kepalanya menunduk, tangannya mencengkeram rambutnya sendiri.
"Kenapa aku selalu sial begini?" gumamnya dengan suara bergetar.
Angin sore berhembus pelan, tetapi itu tidak cukup untuk mendinginkan hatinya yang penuh dengan kekecewaan.
"Apa aku terlahir untuk jadi pecundang? Aku sudah berusaha, sudah memberanikan diri, tapi kenapa selalu begini?!"
Ia mengepalkan tinjunya, menatap kosong ke tanah. Dandi merasa seperti dunia tidak pernah berpihak padanya. Sejak kecil, ia selalu menjadi yang kalah. Di sekolah dasar, ia sering diabaikan. Di SMP, ia menjadi bahan ejekan. Dan sekarang, di dunia perkuliahan, ia masih sama saja—pria yang tidak pernah diperhitungkan.
"Mungkin aku memang tidak pantas untuk bahagia..." bisiknya lirih.
Namun, di tengah kegelapan pikirannya, ada bara kecil yang mulai menyala dalam dadanya. Ia menggertakkan giginya, matanya mulai menunjukkan kilatan yang berbeda.
"Tidak! Aku tidak akan terus begini selamanya!"
Ia mengangkat kepalanya, menatap langit yang mulai meredup seakan menantang takdir.
"Amanda... kamu sudah menertawakanku hari ini. Tapi aku bersumpah, suatu hari nanti, aku akan membuatmu bertekuk lutut di hadapanku!"
Genggaman tangannya semakin erat. Ia tidak tahu bagaimana caranya, tetapi satu hal yang pasti—ia tidak akan membiarkan dirinya terus-menerus menjadi pecundang. Dandi bertekad akan mencari cara agar dia mampu berubah dan akan menjadi sesuatu yang akan di perhitungkan oleh orang-orang dan dia juga bertekad suatu hari akan membuat Amanda tertarik kepadanya, lebih lagi dia bertekad akan membuat Amanda yang akan terus mengejarnya sama seperti yang di alaminya. Akan tetapi, satu pertanyaan besar di benaknya, bagaimana caranya dia bisa merubah diri dan menjadi sosok pria idaman Amanda.
Dandi masih duduk di bangku taman dengan perasaan campur aduk. Rasa malu, marah, dan frustrasi bercampur menjadi satu. Ia menatap tangan yang masih mengepal, dadanya naik turun menahan emosi.
"Aku harus berubah... Aku harus menemukan cara untuk tidak lagi jadi pecundang!" gumamnya.
Tiba-tiba, dunia di sekitarnya terasa berputar. Kepalanya pusing, pandangannya kabur. Jantungnya berdegup kencang, seolah ada sesuatu yang tidak wajar terjadi pada tubuhnya.
[Ding! Selamat! Anda telah dipilih sebagai pemilik Sistem Penggoda Wanita!]
Dandi terlonjak kaget. Suara itu terdengar begitu jelas di dalam kepalanya, seperti seseorang yang berbicara langsung ke pikirannya.
"Apa... apa ini?!"
Matanya membelalak ketika sebuah layar transparan biru muncul di hadapannya. Tulisan-tulisan aneh berkedip-kedip, seperti antarmuka permainan virtual.
[Sistem Aktif!]
[Pemindaian Host Selesai!]
[Status Awal: Lemah, Tidak Berpengalaman, Ditolak Banyak Wanita]
[Misi Awal: Dapatkan Perhatian Wanita dalam Waktu 24 Jam]
[Hadiah: Peningkatan Daya Tarik +1]
Dandi terdiam, otaknya berusaha memahami situasi aneh ini. "Sistem? Penggoda Wanita? Ini semacam cheat dalam kehidupan nyata?!"
Ia mengedipkan mata, mencoba memastikan bahwa ini bukan sekadar halusinasi akibat tekanan batin. Namun, layar biru itu tetap ada, menampilkan informasi yang semakin membuatnya terkejut.
[Instruksi: Host dapat mengakses kemampuan sistem dengan menyelesaikan misi yang diberikan. Setiap keberhasilan akan memberikan peningkatan statistik dan keterampilan menggoda.]
Dandi mulai merasa sedikit bersemangat. Jika ini nyata, berarti ia punya kesempatan untuk mengubah hidupnya! Tidak akan ada lagi hari-hari penuh penghinaan dan penolakan.
Ia menarik napas dalam, lalu mengepalkan tangannya. "Baiklah! Aku akan menyelesaikan misi ini! Aku akan membuat dunia tahu bahwa Dandi bukan lagi pecundang!"
Dandi mulai merasa sedikit bersemangat. Jika ini nyata, berarti ia punya kesempatan untuk mengubah hidupnya! Tidak akan ada lagi hari-hari penuh penghinaan dan penolakan.
Ia menarik napas dalam, lalu mengepalkan tangannya. "Baiklah! Aku akan menyelesaikan misi ini! Aku akan membuat dunia tahu bahwa Dandi bukan lagi pecundang!"