Semua novel yang kamu inginkan ada disini
Download
Semua Menginginkan Agus

Semua Menginginkan Agus

Mia Van Halen | Bersambung
Jumlah kata
52.9K
Popular
2.7K
Subscribe
225
Novel / Semua Menginginkan Agus
Semua Menginginkan Agus

Semua Menginginkan Agus

Mia Van Halen| Bersambung
Jumlah Kata
52.9K
Popular
2.7K
Subscribe
225
Sinopsis
PerkotaanSekolahPria MiskinMengubah NasibCinta Sekolah
Karena berasal dari desa dengan latar belakang keluarga sederhana, Agus kerap menjadi bahan ejekan dan perundungan di kampus. Namun Agus tidak mempedulikannya, ia hanya belajar sambil bekerja agar bisa memperbaiki kehidupan. Siapa yang mengira kalau sikapnya yang tak acuh mampu membuat gadis-gadis cantik di kampus mengaguminya dan berlomba-lomba untuk menjadi pacarnya. "Aku ingin berkencan dengannya, dia laki-laki sejati." "Orang tuaku pasti setuju kalau aku pacaran dengannya, meski dari kampung, tapi masa depannya cerah." Hal ini pulalah yang semakin memicu kecemburuan dari mahasiswa lainnya sehingga mereka berusaha untuk menyingkirkan Agus. Apakah mereka berhasil? Ataukah Agus semakin banyak mendapatkan simpati?
1. Mahasiswa Kampung

“Woy Gus, udah lihat grup angkatan belom?” tanya Adam, mengagetkan Agus yang sedang duduk di badukan selasar sambil mengipas lehernya dengan buku catatan.

“Kamu, Dam?Memangnya ada apa di grup angkatan? Apa ada kegiatan yang wajib diikuti oleh angkatan kita? Atau mungkin ada informasi lomba dengan hadiah uang yang cukup besar?”

Adam menghembuskan napas panjang, dia adalah satu-satunya sahabat Agus selama berkuliah di Univesitas Olympus. Dia satu-satunya mahasiswa yang tidak memandang rendah Agus yang merupakan seorang perantau dari desa, dan selalu berpenampilan sederhana setiap harinya. Sementara mahasiswa lainnya lebih sering meremehkannya bahkan melakukan perundungan verbal terhadap Agus.

“Weh, loe ya yang dipikirin cuma hadiah duit aja, emang nggak ada hal lain yang bisa loe pikirin?” Adam menepuk pundak Agus dan terkekeh, “Sekali-sekali loe kudu seneng-seneng. Di grup angkatan nggak cuma bahas masalah kegiatan kampus, info akademis dan lomba, tapi juga kegiatan seneng-seneng lainnya. Loe gimana sih ketinggalan mulu?”

“Oh,” jawab Agus singkat sambil terus mengipaskan buku catatannya.

Adam menghela napas panjang , “Ye ni anak, cuek amat. Jadi selama ini loe nggak tahu info-info dan gosip seputar angkatan? Loe juga nggak tahu kalau kemarin loe dibahas di grup sama Cella dan gengnya.”

Agus meletakkan buku catatannya di atas pangkuan dan menoleh ke arah Adam lalu tersenyum tipis. “Dam, kamu tahu kan kalau aku ini dari kampung ke sini mau ngapain? Mau kuliah biar bisa memperbaiki kehidupan keluargaku di kampung. Buat ngongkosin aku ke sini Bapakku sampai gadein sebagian sawahnya. Masa’ iya begitu di sini aku harus main-main nggak mikirin gimana bisa dapet duit yang banyak?”

Agus memang berasal dari desa di jawa tengah, Anak seorang petani yang memiliki lahan tidak terlalu luas. Kehidupannya sederhana, dan seperti kebanyakan orang pada umumnya, Agus memiliki karakter neriman alias menerima keadaan dengan iklas tanpa harus menuntut. Bisa makan tiga kali sehari dan bersekolah saja sudah membuat mereka bersyukur.

Agus memang dikenal sebagai seorang pemuda yang sopan dan tidak pernah menyusahkan orang tuanya. Pakaian seragam yang sudah lusuh pun tidak pernah minta ganti, ada bagian yang robek ia jahit sendiri.

Dia juga selalu belajar giat agar bisa mendapatkan beasiswa dari sekolah dan pemerintah setempat. Namun saat lulus SMA, ia tidak berani mengatakan pada orang tuanya kalau dia mendapatkan beasiswa penuh di universitas Olympus di Jakarta, alasannya karena tidak ingin menyusahkan orang tua.

Namun sepandai-pandainya Agus menyembunyikan kenyataan ini, Ibunya tidak sengaja menemukan surat penerimaan beasiswa itu. Saat ditanya, Agus mengatakan tidak ingin kuliah dia mau bekerja saja jadi kernet truk karena ada yang mengajak.

Namun ayahnya tiba-tiba mengeluarkan sejumlah uang untuk biaya hidup selama empat bulan di jakarta dan kebutuhan kuliah lainnya hasil menggadaikan sebagaina sawah. “Gus, Bapak mau kamu kuliah! Kamu nggak boleh sia-siakan kesempatan ini!”

Karena desakan ayahnya, Agus pun akhirnya nekad untuk pergi ke Ibukota dan menyewa kamar kos dengan biaya 400 ribu per bulan dengan fasilitas yang minim, hanya kasur kapuk, kabinet plastik dan gratis listrik. Meski letaknya sedikit lebih jauh dari kampusnya, dan membuatnya harus berangkat menggunakan angkutan umum dan berjalan lebih dari satu kilometer, tapi hal itu tidak menyurutkan niatnya.

Adam menghembuskan napas panjang sekali lagi, “Iya sih aku ngerti tapi kita kan masih muda, nggak ada salahnya sedikit bersenang-senang, lagian kali ini Cella berulang tahun dan dia berencana untuk ngundang satu angkatan di pestanya.”

Agus hanya menaikkan satu alisnya, dan menyebutkan ulang nama yang telah disebutkan oleh sahabatnya itu. Adam pun membalas denga ekspresi yang sama. “Hmm jangan bilang kalau loe nggak tahu yang namanya Cella?”

Agus tersenyum tipis, “Memang nggak tahu.”

Adam menepuk dahinya, “Ampun DJ. Loe bener-bener nggak tahu? Kayaknya loe kelamaan ngumpet deh sampai cewek idola satu angkatan aja loe nggak ngerti.”

“Sayangnya aku memang nggak ngerti dan nggak perlu ngerti juga.”

Sejak awal kuliah Agus memang tidak ingin melibatkan diri dengan perempuan, ia takut kalau hal itu mengganggu studinya. Lebih buruk lagi, jika studinya terganggu maka beasiswanya terancam dicabut.

Sebagai mahasiswa yang mendapatkan beasiswa, tentunya ia harus memenuhi syarat IPK minimal yaitu 3,5 setiap semester. Syaratnya berat, tapi hal ini membuat Agus tertantang.

“Huh! Percuma ngomong sama manusia gua. Udah ah ke kantin aja, gue yang traktir!” Adam pun langsung menarik lengan Agus. “Dam, nggak usah aku makan nanti aja di tempat kerja.”

“Nggak usah ngeyel, lihat tuh badan loe udah kurus gara-gara kurang makan!”

“Dam, kamu udah keseringan nraktir aku lho.” Agus mencoba memprotes.

Adam pun menjitak kepala Agus pelan, kemudian tertawa, “Katanya mau dapat duit banyak? Makanya sekarang loe kudu makan biar ada tenanga. Nanti kalau duit loe udah banyak giliran loe yang nraktir gue!”

Seakan tidak memberikan kesempatan pada Agus, Adam pun terus menarik lengannya. Dalam hati Agus pun berjanji untuk sering mentraktir Adam di saat sukses nanti.

Mereka berdua pun berjalan bersama menuju kantin seperti Upin dan Ipin yang tidak bisa dilepaskan. Tanpa mereka ketahui, beberapa mahasiswi berpenampilan modis pun berjalan ke arah mereka.

“Hmm, loe yang namanya Agus Purwanto?” tanya seorang mahasiswi cantik berambut panjang dengan baju terusan merah muda dan dipadankan dengan blazer putih. Di sampingnya ada tiga orang mahasiswi lain yang penampilannya tidak kalah modis. Mereka adalah Cella dan tiga sahabatnya.

Saat itu Adam menendang kaki Agus dari bawah meja seperti memberi kode. Sayangnya Agus tidak paham dengan kode yang dimaksud oleh Adam.

“Iya, kenapa ya, Mbak?”

Wajah gadis itu seketika memerah karena dipanggil Mbak, matanya pun melotot dan ia mendengkus kesal. “Apa loe bilang barusan? Loe panggil gue Mbak? Emangnya loe kira gue pembokat?”

Agus mengerutkan alis, kemudian melirik ke arah Adam mencoba mencari tahu kenapa perempuan di depannya ini tiba-tiba berteriak.

“Lho kan saya nggak tahu nama Mbak siapa, kalau saya tahu ya udah saya panggil nama. Kok Mbak malah marah?”

Gadis itu pun menggigit bibir bagian bawah mencoba untuk menahan diri untuk tidak lebih marah.

“Cell, nggak usah percaya. Dia ngomong gitu supaya bisa kenalan ama loe aja. Palingan dia pengin salaman ama loe dan ngerasaain megang tangan loe!” seorang gadis dengan rambut berombak di samping kirinya pun berbisik.

“Iya Cell, loe nggak usah gampang terpengaruh, itu lagu lama.” Temannya yang satu lagi ikut berkomentarm diikuti kedua temannya.

Cella melangkah mendekat ke arah Agus lalu menggebrak meja, “Heh, loe nggak usah pura-pura ya! Gue nggak sama dengan cewek-cewek lain yang gampang loe modusin!”

Agus langsung menoleh ke arah Adam dan berbisik, “Apa yang dia bicarakan?”

Lanjut membaca
Lanjut membaca
Download MaxNovel untuk membaca